nusabali

Presiden Jokowi Didesak Keluarkan Perppu

Soal Kenaikan Tarif Pajak Hiburan 40 Persen

  • www.nusabali.com-presiden-jokowi-didesak-keluarkan-perppu

Pemerintah diingatkan berhati-hati mengambil kebijakan, mengingat banyak negara pesaing memanfaatkan momen ini untuk menarik wisatawan ke negaranya

MANGUPURA, NusaBali
Kebijakan kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) khususnya jasa hiburan sebesar 40 persen terus mendapat penolakan di Bali, termasuk di Badung. Terbaru, para pelaku usaha hiburan berkumpul untuk melakukan diskusi penolakan pajak hiburan naik 40 persen di Hotel Citadines Berawa Beach Bali, Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Senin (15/1). Selain melakukan judicial review atas UU No 1 Tahun 2022, pelaku usaha hiburan juga mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) keluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Diskusi dihadiri Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Badung I Gusti Agung Rai Suryawijaya, tokoh masyarakat sekaligus pelaku pariwisata Agung Tri Candra Arka, Kadin Bali, Kadin Badung, perwakilan Dinas Pariwisata Bali, Perbekel Tibubeneng I Made Kamajaya, serta para pelaku usaha destinasi wisata dan hiburan di Bali seperti Boshe VVIP Club, Atlas Super Club, Potato Head, Grahadi Bali, Sky Garden, dan lain-lain. Diskusi juga dihadiri pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea.

Ketua PHRI Badung, I Gusti Agung Rai Suryawijaya mengaku kaget dengan dikeluarkannya kebijakan pajak hiburan khususnya bar, diskotik, karaoke, mandi uap/spa yang naik 40 persen. Menurutnya, kebijakan ini tidak tepat di saat pariwisata Bali sedang dalam masa recovery (pemulihan) pasca pandemi Covid-19. "Saat ini kita lagi fase penguatan ekonomi, tiba-tiba ada kenaikan tax seperti ini sampai 40 persen. Kalau kita punya usaha, begitu pasang tarif Rp 500.000 ditambah tax 40 persen, tamu akan lari," ujarnya.

Rai Suryawijaya menambahkan, kebijakan ini akan membunuh usaha UMKM yang notabene 90 persen pengusaha lokal. Selama ini, pajak hiburan sudah dinilai ideal di angka 10-15 persen. Dia pun mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil kebijakan. Mengingat banyak negara pesaing yang memanfaatkan momen tersebut untuk menarik wisatawan ke negaranya. "Pemerintah di sini kita harapkan pengertiannya, karena persaingan pariwisata sangat ketat. Dubai sekarang jadi nomor 1, Bali nomor 2. Jadi pemerintah jangan berburu di kebun binatang, karena kebijakan ini jelas mematikan usaha yang baru saja pulih. Negara lain seperti Thailand justru menurunkan pajak hiburan jadi 5 persen, kita malah menaikkan pajak," ungkapnya.

Dari permasalahan yang muncul ini, pihaknya bersama-sama dengan pelaku usaha hiburan akan melakukan judicial review atau pengujian kembali UU No 1 Tahun 2022. Upaya ini akan ditempuh oleh seluruh asosiasi yang terdampak, seperti pengusaha spa, karaoke, dan beach club. "Kami akan tunda menyetorkan pajak, sebelum adanya kepastian," tegasnya.

Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea pun ikut memberikan pemikiran dalam diskusi tersebut. Menurutnya, para pelaku usaha hiburan sebaiknya mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang) untuk tidak menaikkan pajak hiburan hingga 40 persen. Judicial review baginya merupakan strategi kedua dalam perjuangan ini.

"Industri pariwisata sangat strategis dan vital dalam perekonomian Indonesia. Jadi berkaitan dengan hal itu, Pak Jokowi agar segera mengeluarkan Perppu untuk tidak menaikkan pajak 40 persen untuk pajak hiburan," sebutnya.

"Kalau Perppu sudah keluar nanti di MK-nya akan mulus. Strategi paling cepat adalah Perppu. Karena kalau harus menunggu uji materiil ke MK itu terlalu lama dan belum pasti hasilnya. Bali harus bergerak sekarang agar Jokowi mengeluarkan Perppu seperti yang beliau lakukan saat UU Cipta Kerja," kata Hotman. Kenaikan pajak hiburan hingga 40 persen, bagi Hotman sangat mencekik para pelaku usaha yang bergerak di bidang tersebut. Bukan tidak mungkin, kenaikan pajak ini akan berpotensi membuat usaha gulung tikar, bahkan terjadi PHK karyawan. Bahkan dampak besarnya berpotensi wisatawan pindah destinasi wisata.

"Seorang customer kalau disuruh pijat ke spa, disuruh bayar dengan tambahan tax 40 persen, dia akan kabur. Mau ke karaoke, ada tambahan pajak 40 persen di luar tarif, bukan tidak mungkin akhirnya karaokenya tutup dan pegawainya PHK. Persaingan pariwisata makin ketat, bahkan ke Thailand saja sekarang dengan tiket Rp 1 juta sudah bisa," sebutnya.

Foto: Pelaku usaha hiburan bertemu dan berdiskusi terkait penolakan pajak hiburan di  Tibubeneng, Kuta Utara, Badung, Senin (15/1). -AGUNG INDI

Sementara salah satu pelaku usaha hiburan di Badung, yakni Boshe VVIP Club termasuk yang sudah menerapkan pajak hiburan 40 persen. Menurut General Manager Boshe VVIP Club, Gusti Ngurah Suwipra, untuk saat ini daya beli customer berkurang diakibatkan dampak dari pandemi covid-19. Bukan tidak mungkin, dengan penerapan kenaikan pajak hiburan hingga 40 persen ini akan semakin mempengaruhi daya beli customer.

"Daya beli customer setelah pandemi agak berkurang. Biasanya yang datang 2-3 kali dalam seminggu, sekarang jadi cuma sekali. Dulu bisa beli 2-3 botol, sekarang dalam hitungan gelas. Tapi ini akibat dari pandemi, bukan karena itu (kebijakan pajak 40 persen, red). Tapi dengan adanya kebijakan tersebut, mungkin akan nambah (berkurangnya daya beli customer, red). Sekarang masih belum terlalu berasa," katanya.

Suwipra menyebut, kebijakan kenaikan pajak 40 persen ini membuat pelaku usaha juga kesulitan untuk mengatur harga. Sebab dari pendapatan, tidak hanya pajak yang harus dihitung, namun juga operasional hingga gaji karyawan. "Seumpama kita jual Rp 1 juta, pajaknya saja sudah Rp 400.000. Selain itu, kita juga harus pikirkan bahan, operasional, karyawan,dan lain-lain. Dengan naiknya pajak, susah bikin harga. Di sisi lain, kita juga harus mengukur kekuatan market dan mengikuti aturan," jelas Suwipra.

Dikonfirmasi terpisah, Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Badung, Ni Putu Sukarini menegaskan kebijakan menaikkan pajak bukan merupakan kebijakan daerah, melainkan pemerintah pusat. "Kami hanya sebagai pelaksana amanat Undang-undang No 1 tahun 2022 dan kami mengambil tarif terendah. Karena kami dalam pengawasan tim pemeriksa, sepanjang belum ada keputusan dari pusat, kami tetap jalankan aturan sesuai regulasi, yaitu undang-undang dan Perda,"sebutnya.

Sekretaris Bapenda Badung ini juga menegaskan tidak semua pajak di Badung yang mengalami peningkatan. Bahkan, sejumlah pajak justru turun dari 15 persen menjadi 10 persen. "Pajak hiburan kecuali bar, diskotik, karaoke, mandi uap/spa malah turun dari 15 persen menjadi 10 persen,” katanya. 7 ind

Komentar