nusabali

Ida Pedanda Gede Mandhara Putra Kekeran Ingatkan Etika

Jelang Karya Agung di Pura Dang Kahyangan Dalem Musen

  • www.nusabali.com-ida-pedanda-gede-mandhara-putra-kekeran-ingatkan-etika
  • www.nusabali.com-ida-pedanda-gede-mandhara-putra-kekeran-ingatkan-etika

GIANYAR, NuaaBali - Ida Pedanda Gede Mandhara Putra Kekeran menggelar dharma wacana di Pura Dang Kahyangan Dalem Musen, Desa Adat Blangsinga, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar, Redite Paing Sinta, Minggu (17/12).

Krama Desa Adat Blangsinga mendapatkan siraman rohani agar mengedepankan etika dalam menggelar Karya Tawur Labuh Gentuh Mamungkah Mapadudusan Agung miwah Manawa Ratna di Pura Dang Kahyangan Dalem Musen. Saat ini krama mulai melakukan persiapan. Puncak karya pada Tilem Kadasa, April 2024 nanti. 

Ida Pedanda Gede Mandhara Putra Kekeran menjelaskan, sejak memastikan untuk menggelar karya, krama harus menjaga hubungan harmonis sesuai konsep Tri Hita Karana. Menjaga hubungan harmonis dengan sesama krama agar tidak sampai terjadi selisih paham. “Ciptakan kedamaian dalam karya ini,” tegas Ida Pedanda. Sedikit saja ada pertengkaran maka karya yang digelar cacat. “Banyak masyarakat belum memahami secara mendalam. Ngenteg linggih dikira di pura saja. Mereka tidak menyadari bahwa ngentegang juga di dalam diri. Bagaimana menjaga hubungan selaras dengan Tuhan, dengan sesama maupun dengan lingkungan,” beber Ida Pedanda. 

Bendesa Adat Blangsinga I Wayan Murtika mengatakan, dharma wacana digelar agar ada kesamaan persepsi 557 krama menyiapkan karya agung. Hadir, Perbekel Desa Saba I Ketut Redhana, Pakis, sekaa teruna, dan seluruh krama pengarep. Menurut Murtika, Pura Dang Kahyangan Dalem Musen erat kaitannya dengan sejarah kedatangan Danghyang Nirartha ke Gianyar pada abad XVI atau sekitar Tahun 1537 Masehi. Salah satu dari banyak tempat suci yang didirikan selama perjalanan adalah Pura Camusan di batas barat Banjar Blangsinga.

Konon ceritanya di tempat ini Danghyang Nirartha menyempatkan diri masiram (mandi) di sebuah goa yang di dalamnya terdapat air. Ketika Danghyang Nirartha masiram di atas batu besar, akhirnya muncul suatu kejadian. “Saat Ida ngelukar (menggerai) rambut di batu lempeh, ada rambut Ida yang camus atau jatuh,” tutur Murtika. Camusan rambut Ida diberikan kepada Ki Pasek Bendesa Saha Ki Arya Brangsinga. Semenjak saat itu tempat suci itu disebut dengan Pura Dalem Camusen, yang lambat laun disebut Pura Musen. 7 nvi

Komentar