nusabali

Museum Arma Menjaga Roh Ubud

  • www.nusabali.com-museum-arma-menjaga-roh-ubud

Agung Rai berharap masyarakat Bali dapat memberikan apresiasi terhadap karya seni maupun para senimannya, seperti halnya wisatawan asing yang kerap mengunjungi museum.

GIANYAR, NusaBali
Kawasan Ubud, Gianyar, dikenal sebagai salah satu jantung pariwisatanya Bali. Destinasi wisata ternama di dunia ini menawarkan pelbagai pengalaman unik  kepada wisatawan. Keunikan itu karena Ubud punya  daya tarik terpadu, antara alam, budaya, dan keramahan masyarakatnya.

Foto: Pelbagai aktivitas warga dan wisatawan di Museum Arma. -SURYADI

Masifnya perkembangan pariwisata di Ubud tersebut telah ikut pula meningkatkan taraf hidup warganya. Namun demikian hal itu diiringi pula dengan kekhawatiran tergerusnya tradisi yang jadi magnet wisatawan untuk berkunjung ke Ubud atau Bali pada umumnya.

Pendiri Museum Arma di Ubud Anak Agung Gde Rai mengatakan Ubud kini sudah mengarah menuju sebuah global society (masyarakat global). Hal itu berkaca dengan dapat dijumpainya warga dari setiap negara di Ubud. ‘’Pertumbuhan ekonomi di sepanjang jalan Ubud ini luar biasa, sibuknya luar biasa. Ada komunitas orang asing, ini yang harus kita kawal," ujarnya kepada NusaBali belum lama ini.

Agung Rai mengatakan dirinya melalui Museum Arma yang diresmikan 1996, berusaha mempertahankan identitas Ubud sebagai daerah seni. Bukan sekadar menghadirkan koleksi-koleksi lukisan ataupun seni rupa lainnya, namun juga  dengan menghidupkan kegiatan tradisi Bali lainnya melalui sejumlah kegiatan di dalam museum.


Museum Arma menggaet generasi muda Ubud dengan, misalnya, mengadakan kegiatan menari, melukis, memahat, hingga memainkan gamelan Bali. "Setiap hari Minggu ada 'Day of Children'," kata Agung Rai.  

Memasuki Museum Arma yang berlokasi di Jalan Raya Pengosekan Ubud, Gianyar, kesan sejuk terasa berkat rimbunnya tanaman dan pepohonan. Buah maja berwarna hijau seukuran bola kaki bergelantungan di sepanjang taman Museum Arma. Agung Rai menyebut tanaman-tanaman yang tumbuh di area museum juga tidak lepas dari unsur homeopati (tanaman obat) atau di Bali disebut dengan Usadha.

Koleksi lukisan di Museum Arma dipamerkan di dua gedung Bale Daja (koleksi klasik) dan Bale Dauh (kontemporer). Museum mengoleksi sejumlah lukisan di antaranya karya Raden Saleh, Walter Spies, dan Johan Rudolf Bonnet, dan I Gusti Nyoman Lempad. Ada pula lukisan Kamasan tanpa nama yang dilukis di atas kertas Welantaga. Setelah bebas menikmati ratusan lukisan koleksi para maestro seni, para pengunjung di Museum Arma juga dapat menyaksikan langsung para seniman yang sedang berkarya.

"Arma tidak sekadar museum, tetapi living museum," kata Agung Rai.


Para pengunjung yang datang ke museum kebanyakan adalah wisatawan asing khususnya dari negara-negara di Eropa. Para wisatawan tersebut pada umumnya memang menggemari karya-karya seni.

Sayangnya justru masyarakat di Bali bahkan di Ubud sendiri belum menjadikan berkunjung ke museum sebagai 'tradisi'. Agung Rai berharap masyarakat Bali dapat memberikan apresiasi terhadap karya seni maupun para senimannya, seperti halnya wisatawan asing yang kerap mengunjungi museum.


Menurut Agung Rai berkunjung ke museum tentunya bukan sekadar untuk mengikuti tren orang barat. Dia menyebut di balik sebuah karya seni yang baik pasti menyimpan pengetahuan (hidden knowlendge) dan nilai (hidden value) yang dapat dimanfatkan sebagai sarana pengembangan diri. Dalam hal ini karya-karya maestro seniman Bali seperti I Gusti Nyoman Lempad dapat menghentak jiwa orang Bali untuk lebih mengenal dirinya.

"Siapakah orang Bali? Inilah yang harus kita pahami ketika kita berinteraksi dengan orang barat," sebut Ketua Himusba (Himpunan Museum Bali) 2012-2017.

Dia mengakui mengajak masyarakat Bali mengunjungi museum bukan hal mudah. Museum ARMA mencoba lebih merangkul dengan menggelar sejumlah kegiatan yang dekat dengan masyarakat luas.

Event Arma Fest 2023, misalnya, diharapkan ikut membangun budaya berkunjung ke museum dari masyarakat Bali. Acara ini menjanjikan sebuah ekstravaganza budaya yang unik. Pengunjung dapat menikmati berbagai macam koleksi seni rupa dari museum ARMA, pertunjukan langsung, lokakarya, dan instalasi interaktif.

Festival bertajuk 'Preserving Heritage, Igniting Creativity' atau 'Melestarikan Warisan, Membangkitkan Kreativitas' digelar 9 - 10 Desember 2023.  

Pada hari pertama acara menghadirkan sejumlah seniman musik dan tari yakni Sebatierra Orchestra, Reog Ponorogo Kutu Wetan Jawa Timur, Emoni Bali, Swaradanta, Kobagi Kecak, The Munchies, Gus Teja World Music, Fire Dance, dan SoulFood. Sementara pada hari kedua akan ada pertunjukan dari Genggong Kutus, Sanggar Kerta Art Ubud, Assia Keva, Gamelan Sundaram, Morad, Selonding and Rhythm Rebel, dan Bali Latin Vibe.


Selain pertunjukan seni, Arma Fest juga akan menggelar sejumlah workshop seni dengan menghadirkan sejumlah seniman lokal seperti Made Pindah (pembuatan suling tradisional), Wayan Januariawan (pelukis), Genggong Kutus (pembuatan alat musik tradisional genggong), dan Made Griyawan (pelukis).

" Arma Fest 2023 adalah bukti keberlanjutan tradisi seni dan budaya Bali. Ini adalah kesempatan unik bagi pengunjung dan warga lokal untuk terlibat sepenuhnya dalam perayaan budaya, kreativitas, dan menjaga warisan," ujar Agung Rai.7cr78

Komentar