nusabali

Diisi Kegiatan Mapeed dari Sejumlah Banjar

Aci Tabuh Rah Pengangon Desa Adat Kapal

  • www.nusabali.com-diisi-kegiatan-mapeed-dari-sejumlah-banjar
  • www.nusabali.com-diisi-kegiatan-mapeed-dari-sejumlah-banjar

MANGUPURA, NusaBali - Tradisi Upacara Aci Tabuh Rah Pengangon di Desa Adat Kapal, Kecamatan Mengwi digelar pada Purnamaning Sasih Kapat, Sukra Pon Tambir, Jumat (29/9) sore.

Ribuan krama Desa Adat Kapal tumpah ruah di jalanan depan Pura Desa lan Puseh Desa Adat Kapal. Pelaksanaan Aci Tabuh Rah Pengangon juga disaksikan oleh Sekda Kabupaten Badung I Wayan Adi Arnawa.

Bendesa Adat Kapal I Ketut Sudarsana, mengatakan pelaksanaan Aci Tabuh Rah Pengangon kali ini melibatkan seluruh krama dari 18 banjar se-Desa Adat Kapal. Menariknya, Aci Tabuh Rah Pengangon kali ini diisi dengan kegiatan mapeed dari arah Pura Purusada. Namun hanya beberapa banjar yang dilibatkan mengingat agar tidak terjadi kemacetan panjang.



Sudarsana menjelaskan, kegiatan diawali sejak pagi hari dengan upacara mapag toya di sebuah dam Desa Penarungan. Lalu dilanjutkan dengan krama desa adat menghaturkan tipat dan bantal masing-masing sebanyak 6 biji (satu kelan). Kegiatan berlanjut dengan kegiatan mapeed pukul 13.00 Wita dari titik awal Pura Purusada menuju Pura Desa-Puseh Desa Adat Kapal. Setelah itu dilakukan persembahyangan bersama dan ngayab banten upakara Aci Tabuh Rah Pengangon.

“Sebelum digelar Aci Tabuh Rah Pengangon kami haturkan tarian berupa Tari Rejang Abra Sinuhun dan Mayasih. Tarian ini awalnya sudah ada, namun sebelumnya ditarikan secara sederhana. Akhirnya tarian ini kami lakukan penyempurnaa, dan nantinya disakralkan serta hanya akan ditarikan di pura ini,” ujarnya.

Sudarsana melanjutkan, kegiatan Aci Tabuh Rah Pengangon diawali dengan pelemparan tipat bantal di depan bale agung pura setempat. Setelah itu, aksi melempar tipat dan bantal berlanjut di jalan raya depan Pura Desa Adat Kapal. Ribuan krama saling melempar tipat dan bantal ke udara. “Ada lebih dari 10.000 krama yang ikut melempar tipat dan bantal, dari anak-anak, remaja, hingga dewasa. Tidak menutup kemungkinan warga desa yang lain boleh ikut asal dia berpakaian adat dan menjaga ketertiban. Setelah itu saling bersalaman untuk menguatkan solidaritas,” sebut Sudarsana.


Dari sumber-sumber sejarah, kata Sudarsana, tradisi ini sudah ada sejak dahulu dan dilaksanakan pertama kali tahun 1339 Masehi. Tujuan tradisi ini guna memohon kehadapan Ida Bhatara yang berstana di Pura se-Desa Adat Kapal agar menganugerahkan keselamatan dan kesejahteraan bagi krama Desa Adat Kapal. Aci Tabuh Rah Pengangon dilaksanakan di Pura Dalem Gelgel. Kebetulan Pura Dalem Gelgel ini tempatnya jadi satu dengan Pura Desa-Puseh, sehingga masyarakat lebih mengenal pelaksanaannya di Pura Desa-Puseh Desa Adat Kapal. “Sampai saat ini sudah terlaksana 684 kali,” ungkapnya.

Dijelaskan, Aci Tabuh Rah Pengangon itu memiliki makna tersendiri yakni Aci berarti persembahan, Tabuh berarti mengumandangkan, Rah berarti tenaga, dan Pengagon berarti lain dari pada Shang Hyang Siwa. Dengan demikian, arti dari Aci Tabuh Rah Pengangon adalah aci persembahan atau wujud syukur kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa dalam wujudnya sebagai Siwa. Pertemuan tipat sebagai simbol predana dan bantal simbol purusa diyakini sebagai doa melahirkan kehidupan baru, memohon kesuburan, kemakmuran, dan kesejahteraan untuk masyarakat Kapal.

Sedangkan Aci Tabuh Rah Pengangon selama ini lebih populer dengan sebutan Siat Tipat Bantal. Namun menurut Sudarsana, penyebutan itu salah. Pihaknya pun selama ini sudah melakukan sosialisasi untuk membenahi kekeliruan tersebut. “Sesungguhnya penyebutan Siat Tipat Bantal itu salah. Yang benar adalah Aci Tabuh Rah Pengangon. Kalau siat, itu identik dengan perang. Tapi ini kan bukan perang, melainkan penyatuan purusa pradana,” tegasnya.

Lebih lanjut dijelaskan, awal mula tradisi Aci Tabuh Rah Pengangon terjadi pada masa kepemimpinan Raja Bali Ida Sri Astasura Ratna Bumi Banten, di mana sang raja mengutus patihnya bernama Ki Kebo Taruna atau Kebo Iwa untul datang memperbaiki Pura Purusada di Kapal. Pada saat kedatangannya tersebut, Kebo Iwa melihat sebagian besar rakyat Kapal bertani. Namun, saat datang warga Desa Kapal terserang musibah dan musim paceklik. Saat itulah, Kebo Iwa memohon kepada Ida Bhatara yang berstana di Pura Purusada. Ia mendapat petunjuk agar dilaksanakan upacara sebagai persembahan kepada Sang Hyang Siwa dengan melaksanakan Aci Tabuh Rah Pengangon. 7 ind

Komentar