nusabali

Tumpek Krulut, Pujawali di Pura Pucak Tedung, Dipuput 10 Sulinggih dan Arca Siwakrana

  • www.nusabali.com-tumpek-krulut-pujawali-di-pura-pucak-tedung-dipuput-10-sulinggih-dan-arca-siwakrana
  • www.nusabali.com-tumpek-krulut-pujawali-di-pura-pucak-tedung-dipuput-10-sulinggih-dan-arca-siwakrana

MANGUPURA, NusaBali.com – Saniscara Kliwon Krulut, Sabtu (18/2/2023) merupakan puncak pujawali di Pura Luhur Dang Kahyangan Pucak Tedung, Kecamatan Petang, Badung.

Pujawali yang dilaksanakan di pura yang berkaitan dengan perjalanan suci Dang Hyang Nirartha ini berupa Wraspati Kalpa Mapadudusan Alit Madasar Caru Panca Rupa. Rangkaian pujawali sudah berlangsung sejak Redite Paing Pahang, Minggu (5/2/2023) lalu diawali prosesi matur piuning.

Sementara itu, tirta kahyangan dipendak dari Pura Pucak Mangu dan Pura Luhur Pucak Bon di Kecamatan Petang, juga Pura Luhur Uluwatu di Kecamatan Kuta Selatan. Prosesi nunas dan mendak tirta kahyangan ini dilakukan pada Redite Wage Klurut, Minggu (12/2/2023).

Kemudian terdapat tawur Caru Panca Rupa dengan dasar lima jenis ayam sesuai lima penjuru arah mata angin. Aci dasar ini dilengkapi bebek belang kalung, itik bulu sikep, asu bang bungkem, angsa, kambing, dan babi. Tawur ini didukung pula ritual Rsi Gana.

Bendesa Ageng Pura Pucak Tedung IB Nata Manuaba, 65, menuturkan bahwa pujawali padudusan alit ini termasuk jelih sebab melibatkan tawur pada Buda Paing Klurut, Rabu (15/2/2023). Selain itu, ada satu wangunan baru rampung di Pura Pucak Tedung yakni Bale Patapakan.

“Khususnya di pura dang kahyangan yang namanya pujawali jelih pasti mapadudusan agung. Namun, karena situasi dan kondisi, itu dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dan dukungan,” tutur Bendesa Ageng yang akrab disapa Gusaji Rai, dijumpai di sela pujawali.

Foto: Bendesa Ageng Pura Pucak Tedung, IB Nata Manuaba. -NGURAH RATNADI

Pura Pucak Tedung sendiri di-empon oleh delapan desa adat di Kecamatan Petang yakni Desa Adat Sulangai, Batulantang, Sandakan, Angantiga, Kerta, Lipah, Munduk Damping, dan Petang. Kedelapan desa adat ini membentuk panitia pujawali begitu wuku Klurut sudah dekat.

Pada puncak pujawali ini, kegiatan sudah dimulai sejak menjelang pukul 10.00 Wita. Pada awal hari ini, pamedek dari kedelapan desa adat dan dari wilayah lain di Bali mulai tangkil dan mengawali persembahyangan di Pura Sekar Taji, tidak jauh dari Pura Pucak Tedung.

Begitu memasuki pukul 10.00-11.00 Wita, pancagita dan tari wali mulai menggema. Dipimpin Ida Pedanda Buruan dari Griya Pasraman Manuaba Darmasaba, Kecamatan Abiansemal, pamedek mulai melakukan persembahyangan sekitar pukul 12.00 Wita.

Ritual pada puncak pujawali ini ditutup prosesi murwadaksina diikuti beberapa pratima yang berstana di palinggih utama tumpang tiga Pura Pucak Tedung. Kemudian, sejak Tumpek Klurut ini prosesi persembahyangan dan menyambut pamedek dari seluruh Bali dimulai.

IGN Dwi Caya Kusuma, 55, selaku Manggala Prawartaka Karya membeberkan bahwa puncak pujawali sudah berlangsung dengan trepti dan disambut antusias oleh pamedek.

“Kemarin (Sukra Wage Klurut, Jumat), Ida Sasuhunan sudah melasti ke Segara Batubolong. Hari ini puncak pujawali sudah berjalan dengan baik. Pujawali ini akan nyejer sampai lima hari ke depan,” jelas Dwi Caya Kusuma, dijumpai di sela pujawali.

Gusaji Rai selaku Bendesa Ageng Pura Pucak Tedung membeberkan bahwa 10 sulinggih terlibat muput karya di pura yang berada di ketinggian 600 mdpl ini. Kesepuluh sulinggih itu dihitung dari persiapan, puncak pujawali, nyejer selama lima hari, hingga nyineb pada Wraspati Kliwon Merakih, Kamis (23/2/2023) malam.

Foto: Prosesi murwadaksina atau mengelilingi pura searah jarum jam. -NGURAH RATNADI

Selama lima hari nyejer, Pura Pucak Tedung bakal melaksanakan ritual panganyaran sebanyak empat kali mulai besok hingga sebelum hari panyineban. Setiap harinya, ritual panganyaran akan dipimpin oleh sulinggih berbeda. Selain itu, sedikitnya 24 pamangku pura kahyangan tiga juga terlibat membantu pelaksanaan ritual.

“Sekarang ini ada patapakan dari enam desa adat majanjangan di Pura Pucak Tedung. Dari delapan desa adat itu, satu desa adat yakni Munduk Damping belum memiliki tapakan sedangkan patapakan di Petang sedang maodak,” beber Bendesa Ageng asal Desa Adat Sandakan.

Uniknya, pada saat hari panyineban nanti, selain dipuput oleh sulinggih, pujawali di Pura Pucak tedung juga akan dipuput oleh arca siwakrana due pura. Kalau tidak ada piodalan di Pura Pucak Tedung, arca siwakrana yang berkaitan dengan Dang Hyang Nirartha ini berada di Puri Kerta, Desa Adat Kerta.

Siwakrana merupakan perlengkapan dan aksesoris yang digunakan oleh sulinggih ketika memimpin upacara, di dalamnya termasuk pegandan, genta, dan ketu. Hampir di setiap pura yang memiliki hubungan dengan perjalanan suci Dang Hyang Nirartha memiliki arca ini.

AA Ayu Merti, 78, pamangku istri Pucak Kaleran di Pura Pucak Tedung menjelaskan bunyi genta dan tirta dari arca siwakrana ini yang digunakan muput karya secara niskala. Arca ini menjadi pajangkep mantra dan prosesi yang dijalankan sulinggih.

“Ini berkaitan dengan Ida Pedanda Sakti Wawu Rauh (Dang Hyang Nirartha), ini yang melengkapi pamuput karya secara niskala,” ungkap pamangku istri yang juga wargi Puri Kerta.

Meskipun berupa karya padudusan alit, Bendesa Ageng IB Nata Manuaba menegaskan bahwa yang terpenting adalah seberapa agung ketulusan pamedek untuk tangkil. Seberapa ikhlas panjak pangempon Pura Pucak Tedung melaksanakan setiap ritual serangkaian pujawali ini hingga tuntas. *rat

Komentar