nusabali

Berawal dari Bocor Lambung Kapal Dagang

Kisah Pendirian Pura Sekar Tejakula, Buleleng

  • www.nusabali.com-berawal-dari-bocor-lambung-kapal-dagang

SINGARAJA, NusaBali
Pura Sekar Tejakula berlokasi di Banjar Dinas Tegal Sumaga, Desa/Kecamatan Tejakula, Buleleng.

Pura ini terkenal menjadi salah satu pura dengan toleransi umat antaragama yang sangat kental. Di pura ini terdapat palinggih Ida Bhatara China atau Ratu Bagus Mas Subandar. Ada juga palinggih Ratu Gede Serapat atau Ratu Mekah.

Penyarikan Pura Sekar Tejakula Jro Nyoman Kerta mengatakan awal mula Pura Sekar dibangun krama setempat. Pembangunan didasari mitologi perahu dagang yang penumpangnya menganut pelbagai agama. Perahu ini bocor di perairan Tejakula. ‘’Cerita ini diyakini krama Desa Tejakula secara turun temurun dari tetuanya. Tidak ada catatan sejarah yang pasti terkait keberadaan Pura Sekar ini,’’ jelasnya.

Menurut Jro Kerta, masih dalam cerita zaman dulu itu, perahu tersebut mengangkut banyak barang niaga, salah satunya gabah. Karena kondisi kapal saat itu tidak memungkinkan untuk melanjutkan berlayar, sejumlah barang dagangan yang sudah berada di atas kapal diturunkan kembali untuk mengurangi bobot kapal.

Lanjut, awak kapal melakukan semedi, namun menghilang tanpa jejak. Sejak saat itu, lokasi yang dipakai bersemedi tersebut dijadikan tempat persembahan, kini diberi nama Pura Sekar. Sedangkan gabah yang sempat diturunkan awak kapal itu, ditanam oleh krama. Benih padi itu pun disebut tumbuh subur dan menjadi sumber kemakmuran masyarakat.

Pura ini kemudian banyak didatangi masyarakat setempat untuk memohon segala berkah. “Awalnya bukan berupa pura, hanya sebuah tempat yang hanya dipercaya memiliki kesucian, tempat angker dan banyak bebatuan,”  kata Jro Kerta.

Jelas Jro Kerta, nama Pura Sekar dipakai karena kawasan tersebut dikeramatkan dan subur. Sekar dalam bahasa Bali berarti bunga, melambangkan kesucian, keindahan dan kemakmuran. Palinggih Ratu Ayu Jong Galuh sebagai Dewi Padi distanakan sebagai palinggih utama simbol kemakmuran dan kesejahteraan.

Dia Kerta menambahkan, sebelum terbentuk masyarakat seperti sekarang, pura ini diempon oleh krama Subak Carik (sawah). Kemudian pelinggih dan bangunan pura dibangun secara bertahap. Jejak para awak kapal yang berasal dari agama berbeda pun dibuatkan palinggih.

Palinggih Ida Bhatara China atau Ratu Bagus Mas Subandar merupakan penghormatan kepada pedagang asal China yang juga menumpangi kapal bocor saat itu. Aksesoris berupa pakaian China yang lengkap dengan topi, kaca mata, baju, celana, sepatu, cangklong konon menurut cerita orang tetua atau panglingsir Pura Sekar, diyakini sudah ada disana sejak dulu.

“Bukti lain yang membuat kami percaya bisa ditunjukkan, bahwa pada saat piodalan di Pura Sekar, kalau ada orang karauhan yang menggunakan Bahasa Cina sangat fasih. Padahal krama karauhan ini tidak ngerti bahasa China. Sehingga kami sangat meyakini jika beliau memang benar berstana di Pura Sekar,” sebutnya imbuh dia.

Saat pelaksanaan pujawali juga ditampilkan tari Barongsai sebagai pelengkap upacara. Penari Barongsai dan busananya diambil dari Pura Konco Batur, Desa Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli. Selain sebagai pelengkap upacara, Barongsai juga menjadi hiburan yang ditunggu-tunggu 470 KK pangempon pura.

Terkait Pujawali di pura ini, Jro Kerta menyebutkan di Pura Sekar Tejakula, tegak atau hari piodalan tidak sama dengan pura lain. Pujawali di pura ini mengikuti petunjuk sejumlah lontar yang menjadi pegangan.  

Dari perhitungan Saptawara, hari pujawali itu diambil pada Anggara (Selasa). Sedangkan pada perhitungan Pancawara diambil pada Kliwon, sehingga disebut Anggarkasih. Kemudian perhitungan sasihnya ada empat. Di antaranya Sasih Kapat, Sasih Kelima, Sasih Kanem, dan Kadasa. “Jadi, belum tentu setahun pujawalinya, belum tentu juga dua tahun atau lima tahun sekali. Tidak tentu asalnya sudah sesuai dengan syarat yang ditentukan,” papar dia.*k23

Komentar