nusabali

Mengabdi di Kampung Halaman, Berharap Jadi Pegawai Kontrak

Kisah Ni Wayan Yuliantari, Bidan dari Banjar Madia, Desa Trunyan, Kintamani, Bangli

  • www.nusabali.com-mengabdi-di-kampung-halaman-berharap-jadi-pegawai-kontrak

BANGLI, NusaBali
Ni Wayan Yuliantari, 25, merupakan salah satu tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Bangli. Di tengah keterbatasan ekonomi, Wayan Yuliantari mampu mewujudkan cita-cita menjadi bidan.

Setelah menamatkan pendidikannya, Wayan Yuliantari, akrab disapa Yuli mengabdi di Puskesmas IV Kintamani. Perempuan asal Banjar Madia, Desa Trunyan, Kecamatan Kintamani ini bertugas di Puskesmas Pembantu (Pustu) Madia. Sejak tahun 2018 mengabdi di kampung halaman.

Wayan Yuliantari menuturkan, punya cita-cita jadi bidan sejak duduk di bangku SMP. Harapannya bisa menolong orang sakit dan membantu persalinan. Di banjar asalnya belum ada bidan dan masyarakat membutuhkan tenaga kesehatan. Lulus dari SDN 3 Trunyan pada tahun 2009, Yuli melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Bangli. Saat sekolah di Bangli, dia ngekos. Agar punya uang tambahan untuk bekal, Yuli membantu mencuci dan setrika di tempat tetangganya. "Waktu SMP, saya sekolah sambil membantu tetangga nyuci dan nyetrika agar mendapatkan upah," ungkap Yuli, Rabu (20/4).

Setelah menyelesaikan pendidikan di SMPN 2 Bangli, anak dari pasangan I Nyoman Tina dan Ni Wayan Kaji ini melanjutkan ke SMAN 2 Bangli. Saat itu dirinya juga masih membantu tetangga untuk berkebun. Pekerjaan di ladang dilakoni saat libur sekolah.

Pendidikan di SMP dan SMA dapat dilalui dengan baik. Meski kondisi ekonomi terbatas, Yuli tetap berjuang melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Bungsu dari empat bersaudara ini mendapat dukungan dari orang tua maupun pemerintah. Yuli memutuskan kuliah di STIKES Buleleng dan mengambil prodi D3 Kebidanan. Saat kuliah mendapat beasiswa dari Pemkab Bangli. Pemkab Bangli berikan beasiswa bagi anak kurang mampu. Di Banjar Madia belum ada Bidan makanya Yuli mendapat beasiswa. "Awal kuliah saya dapat beasiswa dari kampus. Berjalan empat semester beasiswa dari Pemda cair," ungkapnya penuh syukur.

Saat kuliah pun sempat bekerja di rumah makan. Pada tahun 2018 Yuli dapat menyelesaikan kuliahnya.

Setamat kuliah, sebelum mengabdi di Pustu Madia, Yuki sempat kerja di art shop. Tak lama kemudian Yuli mengabdi di Puskemas Kintamani. Selanjutnya, ditempatkan menjadi pengabdi bidan desa di Pustu Madia yang melayani wilayah  Banjar Bunut dan Banjar Madia. "Saya sempat menjadi pedagang keliling setelah jam kerja. Namun itu hanya enam bulan saja. Sekarang membantu orang tua menjadi petani," ungkap Yuli. Karena status pengabdi, dirinya tidak mendapat gaji. Meski begitu tidak mengurangi semangat melayani masyarakat.

Diakui, sulit dapatkan tenaga yang mau ditugaskan di Pustu Madia. Sementara masyarakat sangat membutuhkan tenaga kesehatan agar pelayanan kesehatan lebih dekat.

Yuli mengatakan senang mengabdi di Pustu karena dekat dengan keluarga. Selain itu dapat mengenal warga di wilayah Banjar Bunut dan Banjar Madia. "Hampir seluruh masyarakat di Banjar Bunut dan Banjar Masia saya kenal,” ujarnya.

Sementara kesulitan yang dirasakan, akses jalan kurang mendukung untuk mencapai rumah warga. Lokasi rumah warga berjauhan, ketika ada pengumpulan data, proses lebih lama.

Kadang ada warga yang sulit diminta imunisasi dan vaksin. Maka harus membujuk dan merayu. Menurut Yuli, cukup banyak tantangan yang dilalui, tidak hanya akses jalan, tetapi juga jangkauan internet.

Yuli juga biasa ke rumah warga melayani imunisasi bayi baru lahir. Sesuai kepercayaan masyarakat setempat, bayi belum berumur 3 bulan, tidak boleh diajak keluar jalan. Maka untuk kelengkapan imunisasi bayi, Yuli langsung bawakan vaksin ke rumah warga. "Semasih bisa dijangkau pasti saya layani," ungkap Yuli.

Yuli menuju Puskemas induk harus menempuh 3 jam perjalanan. Jika mengendarai sepeda motor lewat jalan raya Karangasem-Suter Kintamani. Menuju desa harus jalan kaki melewati bukit sekitar 1 jam perjalanan. Setiba di desa baru menggunakan sepada motor selama 35 menit untuk sampai di Puskemas induk Kintamani IV.

Yuli sangat didukung oleh suaminya, I Ketut Dono, untuk melayani masyarakat. Tak jarang suami ikut mengantar mendatangi rumah warga yang memerlukan pelayanan. "Astungkara, tidak pernah mengeluh. Suami selalu suport. Malahan suami kalau ada pasien lansia yang sakit,  suami sering antarkan  kunjungan," bebernya. Yuli dan Ketut Dono keseharian berkebun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Yuli ada keinginan agar bisa menjadi pegawai kontrak. Pada seleksi PPPK tahun lalu, massa pengabdian belum sampai 3 tahun. Sehingga belum bisa mendaftar. "Harapannya biar dapat pegawai kontrak dari daerah. Biar ada tunjangan untuk kebutuhan apalagi sekarang sudah berumah tangga," imbuhnya. *esa

Komentar