nusabali

Pandemi, Minat Petani Tembakau Omprongan Turun

Distan Arahkan ke Varietas Tembakau Rajangan

  • www.nusabali.com-pandemi-minat-petani-tembakau-omprongan-turun

SINGARAJA, NusaBali
Potensi Kabupaten Buleleng yang sempat menjadi sentra penghasil tembakau di Bali terancam kandas.

Sudah dua tahun pada masa pandemi Covid-19, petani tembakau jenis omprongan tiarap. Petani memilih tak menanam tembakau, untuk menghindari kerugian dari biaya produksi yang tinggi.

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng Putu Oka Sastra, mengatakan budidaya tembakau jenis omprongan (tembakau industri), memang nihil sejak 2020. Petani tembakau tak mau ambil risiko, karena biaya operasional jenis tembakau ini sangat tinggi yakni mencapai Rp 60.000.000 per 2 hektare lahan. Hal itu diperparah kembali dengan diputusnya pola kerjasama dari perusahaan tembakau yang biasa menyerap hasil panen petani.

“Pemutusan pola kerjasama tahun kemarin karena pandemic, dan juga mereka beralasan karena lahan yang dipakai menanam tembakau adalah lahan sawah, sehingga dioptimalkan produksi pangannya. Dengan pasar bebas ini petani banyak yang takut dan tidak mau ambil risiko,” ucap Oka Sastra seizin Kepala Dinas Pertanian Buleleng I Made Sumiarta, Selasa (8/6).

Saat ini, budidaya tembakau yang masih berjalan stabil di Buleleng adalah varietas tembakau rajangan. Jenis tembakau yang hasil panennya dipakai untuk kebutuhan masyarakat lokal, mulai dari sarana upakara hingga rokok linting, masih bertahan di Desa Petemon,  Kecamatan Seririt. Setiap tahun rata-rata seluas 40 ha lahan tembakau dibudidayakan petani setempat, dengan jumlah produksi 1,5 ton per ha.

Menurut Oka Sastra, petani tembakau rajangan ini bisa bertahan karena biaya operasional dan pemeliharaannya lebih murah. Efisiensi biaya operasional terpangkas karena tak memerlukan biaya bahan bakar untuk pengovenan seperti jenis tembakau omprongan. “Tembakau rajangan, setelah panen cukup dijemur di bawah sinar matahari, sehingga jauh lebih murah,” imbuh Oka Sastra.

Namun proses pemasaran tembakau rajangan ini langsung masuk ke pasar bebas. Petani tembakau di Desa Petemon biasanya sudah memiliki langganan yang mengambil langsung hasil panen mereka. Tembakau rajangan yang memenuhi kebutuhan pasar lokal harga pasarannya berkisar Rp 500.000 – Rp 800.000 per 15 kilogram (brengkes, satuan kemasan tembakau rajangan, Red).

Melihat peluang tersebut, Dinas Pertanian mengarahkan petani tembakau yang biasa menanam tembakau omprongan beralih ke tembakau rajangan. Namun saat ini masih terkendala pemasaran.

“Memang mereka yang biasa membudidayakan tembakau kami arahkan untuk beralih ke tembakau rajangan, sudah ada yang berminat. Namun pasarnya belum ketemu. Kami juga masih harus mengkaji lebih lanjut, karena jumlah petani tembakau di Buleleng cukup banyak. Biar tidak semua beralih sehingga ada over produksi yang mempengaruhi harga,” jelas Oka Sastra. *k23

Komentar