nusabali

Dari Hasil Ngewacakang, Korban Sudah Ditakdirkan Meninggal Saat Gali Sumur

Kisah di Balik Tukang Gali Sumur Tewas Tertimbun

  • www.nusabali.com-dari-hasil-ngewacakang-korban-sudah-ditakdirkan-meninggal-saat-gali-sumur

NEGARA, NusaBali
Kematian tragis tukang gali sumur, I Wayan Sujana, 56, yang tewas tertimbun tanah saat aktivitas membongkar sumur di salah satu rumah warga kawasan Banjar Anyar, Desa Air Kuning, Kecamatan Jembrana, Sabtu (29/5), telah diikhlaskan pihak keluarga.

Berdasarkan hasil ngewacakang, korban memang sudah ditakdirkan untuk meninggal saat menggali sumur. Informasi yang dihimpun NusaBali, Minggu (30/5), korban Wayan Sujana sudah lama menjadi tukang gali sumur. Pekerjaan yang ditekuni warga asli Lingkungan Menega, Kelurahan Dauhwaru, Kecamatan Je-mbrana namun tinggal bersama keluarga anak bungsunya, I Komang Tri Adi Adnyana, 25, di Lingkungan Pangkung Gondang, Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan Jembrana itu meneruskan profesi ayahnya, almarhum I Nyoman Mandia.

“Dulu pekak (kakek, Red) juga tukang gali sumur. Di antara kita 3 bersaudara, sekarang yang ikut meneruskan jadi tukang gali sumur, adik paling kecil, I Komang Tri Adi Adnyana. Dia juga diajak kerja pas kejadian kemarin (Sabtu),” ungkap putra sulung korban, I Putu Eka Hadi Darmawan, 33, saat ditemui NusaBali di rumah duka di Banjar Menega, Kelurahan Dauhwaru, Minggu kemarin.

Menurut Hadi Darmawan, selain menjadi tukang gali sumur, ayahnya juga biasa menjadi tukang kompor untuk keperluan memasak dalam acara-acara adat, seperti telubulanan (upacara tiga bulan) dan pawiwahan (pernikahan). Meski tinggal di Lingkungan Pangkung Gondang, Kelurahan Sangkaragung, namun ayahnya tetap makrama di Banjar Adat Menega.

“Bapak sama ibu sehari-hari tinggal sama keluarga adik di Pangkungan Godang, biar di sini (rumah di Lingkungan Menega) ditempati saya sama keluarga saya dan si Kadek (adiknya yang nomor dua, I Kadek Juli Arsana, 29, yang bekerja sebagai karyawan swasta di Denpasar, Red),” papar Hadi Darmawan yang kesehariannya bekerja sebagai pegawai kontrak tenaga kebersihan di Dinas Lingkungan Hidup (LH) Jembrana.

Hadi Darmawan menuturkan, sebelum peristiwa maut merenggut ayahnya saat bekerja membongkar sumur, Sabtu siang, tidak ada firasat aneh mauoun bermimpi buruk. Hanya saja, dia sempat merasakan gelagat aneh dari ayahnya, korban Wayan Sujana.

Konon, sehari sebelum kejadian, Jumat (28/5), korban Wayan Sujana dan istrinya, Ni Ketut Warti, 57, sempat menginap di rumahnya di Lingkungan Menega. Namun, Sabtu pagi, korban tiba-tiba mengatakan ‘sudah menginap terakhir kali dan tidak akan menginap lagi’ di Lingkungan Menega.

“Memang aneh. Bapak pagi itu ngomong ‘bin jani gen nginep dini. Mani sing buin nginep dini’ (ini terakhir menginap di sini, selanjutnya tidak akan kembali menginap di sini, Red). Tetapi, waktu dengar begitu, saya anggap bapak hanya basa-basi,” kenang Hadi Darmawan.

Hadi Darmawan menambahkan, sebelum mendengar kabar ayahnya mengalami kejadian maut, listrik di rumahnya sempat padam Sabtu siang pukul 12.00 Wita. Ketika listrik menyala lagi sekitar pukul 13.30 Wita, Hadi Darmawan tiba-tiba mendapat kabar dari adik bungsunya, I Komang Tri Adi Adnyana, terkait musibah maut yang dialami ayahnya.

Hadi Darmawan sendiri sempat menyaksikan langsung proses evakuasi ayahnya yang berjalan cukup alot. Saat proses evakuasi masih berlangsung, Hadi Darmawan mempunyai firasat kalau ayahnya telah meninggal, karena memiliki riwayat sesak napas. Firasatnya itu ternyata benar, korban Wayan Sujana sudah meninggal ketika berhasil diangkat dari timbunan, Sabtu malam pukul 20.00 Wita.

Menurut Hadi Darmawan, keluarganya sudah sempat ngewacakang (menayakan secara niskala) kepada orang pintar perihal musibah maut yang menimpa ayahnya. Berdasarkan petunjuk niskala orang pintar, ayahnya memang sudah ditakdirkan untuk meninggal dunia saat men-jalankan pekerjaan sebagai tukang gali sumur.

Jenazah Wayan Sujana sendiri hingga Kamis kemarin masih disemayamkan di rumah duka. Jenazah korban tertimbun tanah saat menggali sumur ini rencananya akan diabenkan di Setra Desa Adat Dauhwaru pada Sukra Umanis Mrakih, Jumat (4/6) depan. Sedangkan ritual nyiraman layon dilaksanakan sehari sebelumnya di rumah duka pada Wraspati Kliwon Mrakih, Kamis (3/6). *ode

Komentar