nusabali

Eksportir Manggis Bali Kelimpungan

  • www.nusabali.com-eksportir-manggis-bali-kelimpungan

Hasil panen jeblok, dari biasanya 4000-5000 ton setiap panen, kini tinggal 150 ton

DENPASAR,NusaBali

Eksportir manggis Bali pusing. Pemicunya kelangkaan manggis akibat turunnya produktivitas menyusul gagal panen musim 2020-2021 (Oktober – April). Tidak hanya di Bali, penurunan produksi akibat gagal panen juga terjadi di luar Bali. Diantaranya Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Para eksportir pun jadi menduga-duga dan pusing dengan kondisi ini. Kalau faktor cuaca diiyakan, karena memang belakangan kerap turun hujan lebat. Namun dari pengalaman yang ada, belum pernah kondisi ‘permanggisan’ separah saat ini.

Jro Putu Tesan,salah seorang ekspotir manggis asal Tabanan mengungkapkan Jumat (29/1). Contohnya untuk Bali, produksi manggis nyaris kosong. Betapa  tidak. Dari biasanya mampu menghasilkan manggis 4000-5000 ton setiap panen, kini paling maksimal produksi 150 ton.

”Jadi sangat jeblok,” ujar pemilik usaha Raja Manggis yang juga Ketua Perhimpunan Eksportir Manggis dan Rumah Kemasan Indonesia (PEMRKI).

Karena produksi nyaris nol tersebut, untuk memenuhi kebutuhan ekspor harus menutupi dengan  tambahan hasil panen dari luar daerah  yakni Jawa, baik Jabar, Jateng dan Jatim.

Namun untuk mencari tambahan manggis di luar Bali tidak mudah. Hal ini mengingat ‘kelangkaan’ tersebut juga terjadi di sentra-sentra manggis di Jawa. “Juga terjadi penurunan produksi,” lanjut Jro Tesan.

Keadaan itulah yang membuat eksportir manggis pusing berat, karena merasa didera persoalan beruntun. Antara lain masalah pandemi Covid-19 yang berdampak adanya kebijakan penuturan penerbangan dari Bali ke luar negeri dan sebaliknya. Akibat dari tidak ada penerbangan ke Bali, ekspor manggis dilakukan melalui Jakarta. Buntutnya  biaya  pengiriman jadi meningkat.

“Ongkos angkut naik dua kali lipat,” ujarnya. Misalnya dari Rp 15 ribu perkilo sampai di negara tujuan, kini menjadi Rp 36 ribu. Harga manggis pun jadi lebih mahal.

Selain itu proses pengiriman juga menjadi lebih lama. Padahal waktu sehari untuk sampai di Jakarta, juga berpengaruh  terhadap  kesegaran produk.

Jro Tesan berharap ada kajian atau penelitian akademis mengapa terjadi gagal panen parah untuk musim panen kali ini. Apakah juga ada kaitan dengan pandemi ?

Yang jelas gagal panen sekarang ini membuat eksportir, petani dan pihak-pihak yang terlibat bisnis manggis, menjadi susah. Otomatis berimbas pada pendapatan masyarakat,  terutama petani manggis.

Sebelumnya I Made Sianta, petani sekaligus pebisnis manggis asal Pupuan Tabanan juga mengutarakan kondisi serupa.

“Tidak ada putik yang berkembang menjadi bakal buah,” ungkap Sianta. Sebagian besar putik rontok. Yang salah satunya karena faktor cuaca yakni hujan yang sering mendera. “Manggis dan juga durian tidak ada. Yang ada hanya salak gula pasir,” ujarnya. *K17

Komentar