nusabali

Tari Sakral Sang Hyang Jaran Tampil di Nusa Penida Festival

  • www.nusabali.com-tari-sakral-sang-hyang-jaran-tampil-di-nusa-penida-festival

Tari Sakral Sang Hyang Jaran dari Desa Pakraman Jungutbatu, Kecamatan Nusa Penida, Klungkung, dipentaskan pada Sabtu (8/10), untuk memeriahkan Nusa Penida Festival ke–3 2016.

Penari Orang Pilihan, Telah Dapat Mandat secara Niskala


SEMARAPURA, NusaBali
Tarian sakral ini dibawakan oleh orang-orang pilihan yang sudah mendapat mandat secara niskala. Saat pentas di pesisir Pantai Nyuh, Banjar Nyuh, Desa Peda, Tarian Sang Hyang Jaran ditampilkan oleh 10 penari pria. Lima penari mengenakan pakaian serba merah dan lima penari mengenakan pakaian serba putih.

Hal ini menyesuaikan dengan simbol dari tarian itu sendiri. Yaitu warna merah disebut Nala Sanda melambangkan simbol laki-laki, dan putih disebut Once Srawa simbol perempuan. Dari 10 penari hanya dua orang yang kerauhan, delapan penari lainnya yang notabene siswa SMP hanya sebagai pelengkap.

Pergelaran Tarian Sang Hyang Jaran ini dimulai sekitar pukul 20.00 Wita. Diawali menghaturkan aci banten, dengan menggunakan sanggah berbentuk Arda Candra. Di saat yang bersamaan ke-10 penari duduk berbaris. Dua penari yang memang pilihan secara niskala dan sudah diwinten duduk posisi paling depan. Setelah banten dihaturkan dilanjutkan dengan melantunkan kidung khas tarian tersebut.

Sekitar 10 menit kemudian, dua penari yang telah diwinten tersebut mulai kerauhan. Mereka menggoyang-goyangkan Sang Hyang Jaran, yang menyerupai bentuk kuda lumping. Hal ini juga diikuti oleh penari lainnya, dengan mata tertutup mereka terus menari-nari mengitari arena pentas. Begitu lantunan kidung dijeda dengan ucapan makebles (keluar), semua penari langsung berpencar ke luar pentas dengan menembus blokade penonton. Sontak aksi ini membuat penonton juga berlari agar tidak kena injakan.

Kemudian dua penari pilihan kembali memasuki arena pentas, dalam kondisi kerauhan dan mata masih terpejam. Saat itulah penari Sang Hyang menginjak-injak bara api dari bakaran serabut kelapa dengan kaki telanjang. Ajaibnya, mereka sama sekali tak mengerang kesakitan atau kepanasan, bahkan tanpa luka bakar.

“Tidak sembarang orang bisa melakukan hal ini di desa pakraman kami, kecuali memang orang pilihan secara niskala,” ujar Kordinator Kesenian di Desa Pakraman Jungutbatu I Made Subitra alias Guru Mirah Maharani, ditemui usai pentas.

Adapun rangkaian prosesi ini melalui 10 tahapan. Di antaranya membuat trance (kerauhan) dua penari pilihan lewat lantunan kidung. Sesudah trance, membujuk agar kekuatan niskala itu bangun, selanjutnya kedua penari masolah dan menunggangi Sang Hyang Jaran. Setelah selesai masolah dilanjutkan dengan memercikkan tirta kepada sang penari, hingga sadar kembali. “Masing-masing tahapan memiliki pada (bab) kidung tersendiri,” ujar Made Subitra kepada NusaBali.

Subitra menambahkan, tarian sakral ini sudah kali ketiga dipentaskan serangkaian NPF. Kendati demikian karena bersifat sacral, maka sarana upakaranya tetap sama seperti halnya saat dipentaskan ketika pujawali maupun hari-hari tertentu lainnya. Krama juga tetap matur piuning di Pura Desa dan Pura Wagus Nganten di Desa Jungutbatu. “Pentas ini hanya semata-mata untuk memperkenalkan seni dan budaya,” katanya.

Sementara, di niskala pementasan Tarian Sang Hyang Jaran diyakini untuk mentralisir energi-energi negatif. Seperti mala, penyakit (kegeringan). Setelah pentas maka dua simbolik Sang Hyang Jaran yang berupa kuda ini, distanakan di Pura Desa. “Simbol Sang Hyang Jaran berwarna putih disebut once srawa, yang laki (merah) namanya nala sanda,”  katanya.

Sementara, dalam NPF kali ini, Tari Sang Hyang Jaran mendapat jatah dua kali pentas. Diawali saat karnaval budaya antar-desa se-Kecamatan Nusa Penida, sekitar pukul 15.00 Wita. “Pentas yang pertama hanya mengiringi karnaval saja dan belum menggunakan aci serta melantunkan kidung,” imbuh Subitra.

Begitu karnaval selesai sekitar pukul 20.00 Wita, barulah dipentaskan tarian Sang Hyang Jaran yang sesungguhnya. Dengan durasi sekitar 1 jam yang juga diiringi kidung yang dilantunkan oleh 15 orang krama Desa Pakraman Jungutbatu.

Humas NPF 2016 I Nyoman Widana, menyebut, tujuan mementaskan Tarian Sang Hyang Jaran adalah untuk memperkenalkan salah satu warisan budaya di Nusa Penida. Widana berharap hal ini juga bisa memotivasi yang lainnya agar senantiasa melestarikan warisan budaya. “Kami berharap upaya ini bisa menggugah, terutama di kalangan generasi muda untuk tetap mengajegkan budaya Bali,” harap pria yang menjabat Ajudan Bupati Klungkung, ini. * wa

Komentar