nusabali

Bawa Spirit Rare Angon di PKB

  • www.nusabali.com-bawa-spirit-rare-angon-di-pkb

Selain Tabuh Bebarongan ‘Ewer’, dalam PKB kali ini, Sanggar Seni Kalingga juga menampilkan garapan Tari Rare Angon ‘Anglayang’, serta Tari Semara Dudu

Sanggar Seni Kalingga Jimbaran


DENPASAR, NusaBali
Bermain layang-layang adalah kegiatan menyenangkan bagi anak-anak. Kegiatan ini memanfaatkan angin sebagai medianya untuk melambungkan layang ke angkasa. Mengingat tema Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019 mengusung ‘Bayu Pramana: Memuliakan Sumber Daya Angin’, Sanggar Seni Kalingga, Banjar Teba, Kelurahan Jimbaran, Kuta Selatan, Badung terinspirasi akan spirit Rare Angon dan menampilkannya di Kalangan Angsoka, Taman Budaya (Art Center) Denpasar, Rabu (19/6).

Sebagai pembuka, Sanggar Seni Kalingga mempersembahkan tabuh bebarongan bertajuk Ewer. Umumnya, masyarakat Bali mengenal istilah ewer sebagai arti dari jahil. Meski ewer dipandang sebagai perilaku buruk, namun sang penggarap yakni I Wayan Bayu Antara menganggap bahwa ewer merupakan tingkah kreatif yang dapat mempererat keyakinan dan kerja sama dalam sebuah komunitas maupun keluarga.

Selain Tabuh Bebarongan ‘Ewer’, dalam PKB kali ini, Sanggar Seni Kalingga juga menampilkan garapan Tari Rare Angon ‘Anglayang’, serta Tari Semara Dudu. I Komang Adi Pranata, selaku koreografer terinspirasi akan sosok Dewa Layang-Layang, Rare Angon. “Konteksya bermain di sini bukan bercanda. Tapi bermain itu adalah sebuah keseriusan untuk mendapatkan kebahagiaan. Bermain beda dengan main-main,” ujar Adi.

Selaku penggarap, Adi menggambarkannya dalam sebuah tari kreasi bertajuk Anglayang. Garapan ini menunjukkan sebuah wujud menghargai sumber daya angin melalui permainan layang-layang. Gerakan para penari yang seluruhnya adalah laki-laki memperlihatkan gerak angin yang kuat dan dinamis. Dengan kostum berwarna putih dan didukung dengan properti berupa tali yang dipasang pada tiang penyangga di Kalangan Angsoka.

Pesan mendalam dari garapan ini adalah ajakan untuk melestarikan kegiatan melayangan. Meskipun disadari saat ini lahan sawah kian berkurang dan di tengah himpitan bangunan dan beton. Adi meyakini tradisi melayangan tidak akan padam. “Banyaknya pembangunan membuat tidak ada keasrian dan tempat bermain layangan. Tapi saya yakin, melayangan tidak akan padam. Siapa tahu suatu saat banyak gedung berlomba-lomba dibongkar lagi untuk dijadikan sawah,” harapnya.

Tak hanya Tari Anglayang. Tari kreasi berjudul Semara Dudu juga menarik perhatian penonton. Tarian yang mengisahkan cinta segitiga antara Jayapangus, Kang Cing Wei, dan Dewi Danu ini terbilang sangat unik. Keunikannya lantaran garapan Semara Dudu terletak pada penari yang menarikan sosok Kang Cing Wei sekaligus Dewi Danu diperankan oleh satu orang. Pada tubuh tubuh bagian depan berperan sebagai Dewi Danu dan tubuh bagian belakang berperan sebagai Kang Cing Wei.

Sosok dibalik uniknya Tari Semara Dudu adalah Kadek Ayu Era Pinatih. Era yang menjadi penggarap sekaligus penari dalam garapannya sendiri merasa tertantang dalam menarikan tarian ini. “Ide ini tercetus tahun 2015 saat itu saya sedang ada ujian di ISI Denpasar. Sejak saat itu, saya terus bereksperimen sekaligus berlatih agar tubuh semakin lentur dalam menari dua karakter,” katanya.*ind

Komentar