nusabali

Polemik Bekas Lahan Sari Club, Pemilik Buka Suara

  • www.nusabali.com-polemik-bekas-lahan-sari-club-pemilik-buka-suara

Keluarga pemilik lahan Sari Club di Jalan Legian, Kecamatan Kuta, Badung, Lila Tania buka suara atas polemik rencana pembangunan restoran di lahan miliknya yang notabene bekas lokasi tragedi Bom Bali I pada 1 Oktober 2005.

MANGUPURA, NusaBali

Lila Tania menyayangkan langkah pihak Bali Peace Park Association (BPPA) yang mempublikasikan tanahnya tanpa izin melalui website untuk menggalang dana.

“Keluarga kami selama ini bukan tidak mau memberi respons terkait polemik ini, tapi kami menahan diri. Atas nama keluarga, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak Australia khususnya Konsulat Australia yang sudah bertemu beberapa kali, serta kepada Gubernur Bali, Bupati Badung, untuk membicarakan hal ini,” kata Lila Tania saat memberi keterangan pers di Legian, Kecamatan Kuta, Senin (29/4) siang.

Menurut Lila Tania, publikasi tanah bekas lokasi bom Bali I itu untuk menggalang dana di seluruh dunia guna membangun monumen melalui website www.balipeacepark.com.au. Nah, yang menjadi persoalan saat ini, ketika pihak keluarga ingin membangun di lokasi tanah tersebut, justru menjadi heboh. Padahal tanah tersebut merupakan tanah hak milik pribadi, yang diakuinya dalam keadaan ‘terbengkalai’ selama 15 tahun terakhir. Pihak keluarga hanya bisa membayar pajak dan tidak bisa melakukan apa pun atas tanah tersebut. “Kami sekarang hadir untuk membangun tanah ini, menghidupkan kembali perekonomian di sini. Selama ini kondisi kami terpuruk dan tidak mudah mendapatkan surat ini (IMB). Kami tempuh ini dengan aturan dan proses yang berlaku,” tuturnya.

Diakuinya, selama ini tidak pernah ada penawaran dari pihak BPPA terhadap lahan miliknya untuk didirikan Peace Memorial Park. Namun, belakangan ini baru diketahui sudah terjadi pemublikasian lahan dimaksud. Padahal, di lahan itu sejatinya hendak didirikan restoran dan sudah melalui berbagai proses perizinan dan tahapan di Pemkab Badung.

Meski demikian, Lila Tania tetap membuka pintu kalau pun pihak BPPA berencana membeli tanah dimaksud, namun dengan harga yang wajar. “Selama ini sama sekali tidak ada perjanjian. Walaupun begitu, kami tetap mengambil langkah terbaik. Toh kalau pihak BPPA mau membeli, kami siap menjual. Asalkan dengan harga wajar dan jangan di bawah harga standar, sebab tanah itu adalah tanah pribadi,” imbuhnya.

Jika pihak BPPA ingin menyewa lahan tersebut, maka dia juga menyediakan lahan yang bisa disewa. Namun jika kedua opsi itu tidak jelas, maka pihaknya tentu akan tetap membangun tempat tersebut. Tentunya dengan konsep penghormatan kepada korban yang meninggal di eks lahan Sari Club. “Kami masih menerima negosiasi atas dasar kemanusiaan. Bahkan konsulat Indonesia di Perth dan Pak Gubernur sudah berkomunikasi dengan kami. Tinggal niatan mereka ini seperti apa?,” ungkapnya.

Sementara juru bicara pemilik tanah, Rini Sekartiani Djaya, menambahkan   selama ini keluarga tidak pernah berbicara dan menyampaikan komentar apapun. Namun kali ini keluarga pemilik lahan ingin mengklarifikasi bahwa pemilik tanah belum pernah menandatangani apapun bentuk persetujuan untuk memanfaatkan tanah tersebut. Untuk itu, sesuai rencana awal setelah adanya IMB, pihaknya akan melakukan peletakan batu pertama pada 1 Mei mendatang. Kemudian pada 9 Mei akan dilanjutkan pembangunan tahap awal. “Memang rencananya peletakan batu pertama 1 Mei dan dilanjutkan dengan pembangunan,” katanya.

Sementara dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Badung I Made Agus Aryawan, mengaku bahwa terbitnya IMB restoran pada lahan eks Sari Club merupakan hak pemilik lahan dan sudah sesuai prosedur, yakni sesuai dengan Perda No 26 Tahun 2013 tentang RTRW Kabupaten Badung. Menurut Agus Aryawan, terbitnya IMB restoran pada lahan milik perorangan sah-sah saja karena sesuai dengan ketentuan serta mendapat dukungan dari bawah berupa penyanding dari tetangga kiri kanan, depan belakang, diketahui kepala lingkungan, lurah, dan camat setempat.

“Terbitnya IMB tersebut telah mendapat dukungan masyarakat, sesuai tata ruang, dan juga memiliki izin lingkungan. IMB terbit setelah melalui proses dan yang mohon adalah pemilik lahan,” tandasnya.

Agus Aryawan menjelaskan, sebagai penyelenggara pelayanan publik tidak boleh memperlakukan tidak adil dan memasung hak perdata pemilik lahan untuk memanfaatkannya, sepanjang sesuai ketentuan. Salah satu syarat wajib terbitnya IMB adalah kejelasan status dan kepemilikan lahan, maka secara administrasi dan teknis tidak ada alasan menolak permohonan IMB dari masyarakat jika syarat dimaksud terpenuhi. “Jadi prinsipnya kami sebagai penyelenggara pelayanan publik di bidang perizinan menghormati hak perdata seseorang dan memproses sesuai prosedur,” tandasnya.

“Kalau yang di SC (Sari Club) itu kan sifatnya milik pribadi dan sudah terbit IMB-nya sejak 21 Desember 2018 lalu dan sudah memenuhi prosedur dan persyaratan,” tuturnya. *dar

Komentar