nusabali

Bangunan Bergaya Kolonial di Puri Gobleg Dipertahankan

  • www.nusabali.com-bangunan-bergaya-kolonial-di-puri-gobleg-dipertahankan

Sebuah bangunan yang tak lebih berkuran 6x7 meter di Puri Gobleg, Desa Gobleg, Kecamatan Banjar, Buleleng, bergaya kolonial Belanda hingga kini masih berdiri kokoh.

SINGARAJA, NusaBali

Bangunan yang kini difungsikan sebagai tempat suci oleh panglingsir Puri Gobleg itu diduga sudah berumur ratusan tahun. Balai Pelestari Cagara Budaya (BPCB) Bali di tahun 2018 lalu disebut melakukan restorasi bangunan kuno itu.

Menurut Pangerajeg Puri Gobleg, I Gusti Agung Ngurah Pradnyan, bangunan yang kini difungsikan sebagai tempat suci menyimpan prasasti, arca, keris, permata itu memang sudah ada sejak zaman dahulu. Tak diketahui tahun berapa pastinya bangunan tua itu dibangun oleh leluhur Puri Gobleg. Bangunan itu pun tampak tak ada yang berubah dan masih sama seperti sedia kala. BPCB Bali pun hanya melakukan restorasi pada bagian kap dan atap karena kondisinya sudah mulai lapuk.

Gaya kolonialnya pun sangat kental terlihat di dinding bagian samping depan dengan bentuk lengkungan lebar. Selain juga memiliki keunikan pada pintu masuk bangunan yang dibingkai dengan keramik yang motifnya tak didapati saat ini. “Semuanya masih asli, kecuali atap dan kapnya saja yang kemarin direstorasi, kalau bentuk bangunan tidak ada berubah termasuk keramik di pintu juga masih asli semua. Kami dapati sudah begini, kemungkinan saja memang dibangun zaman kolonial dulu,” kata I Gusti Agung Ngurah Pradnyan.

Ia sebagai pangerajeg Puri Gobleg pun mengaku sudah mendapati bangunan itu seperti sekarang ini. Tak hanya tempat sucinya saja, bangunan Puri di sebelahnya yang kini ditempati keluarga Puri untuk tempat tidur dan bercengkrama juga dulu bergaya kolonial. Hanya saja, saat ini sudah direnovasi dan menyisakan lengkung pada jendela luarnya saja.

Menurut Ngurah Padnyan, keluarga Puri sejauh ini memang mempertahankan kelestarian satu bangunan kuno yang difungsikan sebagai tempat suci. Sehingga jejak sejarah dan nilai seni dan budaya tetap bisa ajeg. Sementara itu uniknya dalam bangunan tua itu juga disebut sebagai rumah adat. Di dalamnya, selain tersimpan benda-benda pusaka puri dan catur desa, juga terdapat empat bale (tempat upacara) sejumlah 4. Dua buah di antaranya berada di hulu bangunan (paling Timur) dan dua sisanya di bagian bawah (teben).

Pangerajeg Ngurah Pradnyan menjelaskan jika dua bale panjang yang dinamai suduk difungsikan sebagai tempat menaruh sarana dan pelaksanaan upacara. Di antara dua suduk itu pun dihubungkan dengan sebatang kayu yang disebut Sri Dandan. Kayu itu merupakan ciri bahwa bale tersebut adalah bale yang digunakan untuk upacara. Sedangkan dua bale yang ukurannya lebih pendek disebut ‘amben enjung’ difungsikan sebagai tempat istirahat.

“Bale kayu-kayunya semuanya masih asli, belum ada yang diganti dan memang terus kami pelihara disini sebagai salah satu warisan leluhur,” imbuh dia. Bangunan kuno yang juga disebut rumah adat itu pun diyakini Ngurah Pradnyan hanya tersisa satu-satunya di wilayah catur Desa Buleleng yang meliputi Desa Munduk, Gobleg, Gesing di Kecamatan Banjar dan Desa Umajero di Kecamatan Busungbiu.*k23

Komentar