nusabali

Tidak Makan 3 Hari, Anak Kedua Terus Menangis Tahan Sakit Perut

  • www.nusabali.com-tidak-makan-3-hari-anak-kedua-terus-menangis-tahan-sakit-perut

I Wayan Ririg, istri, anak, menantu, dan 3 cucu pernah ‘diusir’ dari kos di Denpasar karena nunggak 4 bulan. Tanpa penghasilan, keluarga ini juga dikejar-kejar rentenir.

Balada Keluarga asal Manggis, Karangasem, Tinggal di Gubuk di Desa Batubulan Kangin, Sukawati, Gianyar

GIANYAR, NusaBali
Di dekat kompleks rumah elite di Perumahan Bumi Rahayu, Desa Batubulan Kangin, Kecamatan Sukawati, Gianyar, terdapat sebuah gubuk dari bedeg yang ditempati satu keluarga perantauan asal Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. Adalah keluarga I Wayan Ririg, 65, yang tinggal bersama istri, I Nyoman Simpen, 65, anak, menantu, dan 3 cucunya semuanya laki-laki. Keluarga terdiri dari 7 orang ini sudah tinggal di lokasi tersebut selama setahun terakhir, setelah ‘diusir’ dari kos-kosan di wilayah Penatih, Denpasar Timur, lantaran empat bulan nunggak pembayaran kos.

Penderitaan semakin menjadi-jadi ketika keluarga ini dikejar rentenir karena utang sana-sini. Nominal utang memang tidak besar, kisaran ratusan ribu rupiah. Hingga akhirnya, sepeda motor satu-satunya yang biasa dipakai untuk mencari nafkah oleh I Wayan Budiasa, anak I Wayan Ririg, disita. Dampaknya, I Wayan Budiasa tak bisa bekerja, dua anaknya yang seharusnya menuntut ilmu di salah satu SD kawasan Penatih pun terpaksa berhenti. Mirisnya, akibat tak ada penghasilan, keluarga ini hanya mengharapkan bantuan sembako dari tetangga sekitar.

Bahkan, sejak Sabtu (19/1) sekeluarga ini tidak makan. Sampai-sampai, anak kedua I Wayan Budiasa, yakni I Kadek Deni Putra Jaya, 9, jatuh sakit. Perutnya melilit tidak karuan, hingga badannya lemas. Namun selama tiga hari itu, pihak keluarga takut pergi ke puskesmas maupun rumah sakit lantaran kesulitan biaya. 

I Wayan Budiasa pun mengaku selama tiga hari ini mengupayakan pinjaman uang, namun tak jua berhasil. Deni dibiarkan lemas tanpa penanganan, hingga sempat diduga keracunan ikan. Anggota keluarga yang lain sejatinya mengalami kondisi sama, yakni sakit perut dan lemas. Namun tetap ditahan, termasuk oleh anak paling kecil yang usianya sekitar 6 tahun. Menurut I Wayan Ririg, cucu bungsunya itu biasa tidak makan seharian. Maka itu tubuhnya kurus.

Kondisi dan penderitaan keluarga ini menyebar dengan cepat di media sosial WhatsApp, termasuk grup Humas Polres Gianyar. Informasinya, mereka sekeluarga mengalami keracunan ikan, padahal yang sebenarnya keluarga ini mengalami kelaparan dan hidup tak layak. 

Menindaklanjuti informasi di medsos itu, Bhabinsa Desa Batubulan Kangin bersama salah satu tetangga membawa Deni dengan dibonceng naik sepeda motor menuju RS Premagana Batubulan, Selasa (22/1) sore sekitar pukul 18.00 Wita. Bahkan Kanitreskrim Polsek Sukawati Aiptu I Gusti Ngurah Jaya Winangun bersama jajaran ikut mengecek ke rumah sakit. Setelah diobservasi, kondisi Deni dinyatakan membaik dan diperbolehkan pulang untuk rawat jalan. Deni pun kembali pulang dibonceng sepeda motor salah seorang petugas kepolisian. 

Pantauan NusaBali di gubuk tempat tinggal mereka, Deni yang terbaring ditemani neneknya I Nyoman Simpen, terus menangis sembari memegang perutnya.

Mengenai kondisi keluarganya ini, I Wayan Ririg mengisahkan bahwa dulu dia merantau di Denpasar. Mencari pekerjaan dan hidup pas-pasan. Namun, dikarenakan kondisi ekonomi semakin terhimpit keluarga ini tak bisa bayar kos. Dalam kondisi itu, ada pemilik lahan di dekat Perumahan Bumi Rahayu, Desa Batubulan Kangin, Kecamatan Sukawati, yang berbaik hati meminjamkan lahan kosongnya untuk ditinggali. 

“Yang punya tanah orang Tabanan, orangtua teman anak di sekolah. Icene nyelang (Dikasih pinjam). Tiyang sekeluarga mulai tinggal di sini sekitar setahun lalu,” ujarnya. Namanya lahan kosong, tak ada bangunan sama sekali di lokasi ini. Sehingga dia meminta bantuan para tetangga. Beruntung, para tetangga Wayan Ririg baik hati. “Ada yang nyumbang genteng 400, ada yang nyumbang batako, pasir, dan lainnya. Sehingga saya punya gubuk untuk tempat tinggal,” ungkapnya. 

Untuk listrik dan air, keluarga ini mengandalkan bantuan para tetangga. Meski begitu, gubuk ini masih tak layak huni. Sebab, di beberapa bagian terdapat kerusakan.

Tidak hanya itu, akibat sakit-sakitan dan tak punya sepeda motor untuk mengantar Deni dan kakaknya ke sekolah, keduanya putus sekolah sejak dua bulan terakhir. “Kepala sekolah sudah datang ke sini, lihat kondisi seperti ini mereka tidak bisa ngomong banyak,” ungkap Wayan Ririg.

Sehari-hari, kata Wayan Ririg, dirinya sudah berusaha mencari pekerjaan, yakni menjual bunga pacah. Hanya saja, keuntungannya tak banyak. Bahkan sering merugi sehingga tidak dilanjutkan. “Dulu ngadep (jual) bunga, tapi sering merugi sehingga berhenti,” ungkapnya. *nvi

Komentar