nusabali

Desa Pelaga dan Petang Tak Gelar Pilkel

  • www.nusabali.com-desa-pelaga-dan-petang-tak-gelar-pilkel

Desa Pelaga dan Petang tidak bisa menggelar pemilihan perbekel akhir 2018 ini, karena belum dianggarkan di APBD Badung.

MANGUPURA, NusaBali
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Badung menjadwalkan menggelar pemilihan perbekel (Pilkel) serentak sebelum akhir 2018. Tiga desa yang bakal menggelar pilkel adalah Desa Sobangan, Baha, dan Munggu, yang kesemuanya masuk wilayah Kecamatan Mengwi.

Menariknya kendati perbekel saat ini sama-sama diisi oleh pelaksana tugas (Plt), namun Desa Pelaga dan Desa Petang, justru belum bisa melaksanakan pilkel secara serentak. Pemkab Badung berdalih, pelaksanaan pilkel di dua desa tersebut belum dianggarkan di APBD.

“Pemilihan perbekel, kami sudah siap akhir tahun ini dilaksanakan, terutama untuk Baha, Munggu, dan Sobangan. Kecuali ada kebijakan lain dari pimpinan, ya nanti kami bicarakan lagi,” ungkap Kepala Dinas PMD Badung I Putu Gede Sridana, Minggu (28/10).

Jika Pelaga dan Petang tak melaksanakan pilkel, maka kemungkinan bakal diarahkan untuk mengikuti pilkel tahun 2019 atau pada tahun berikutnya lagi.

Di samping itu, pilkel serentak juga akan digelar di 16 kelurahan, bila status perubahannya dari kelurahan menjadi desa disetujui oleh pemerintah pusat. Saat ini 16 kelurahan yang berjuang mengubah statusnya menjadi desa,  antara lain Kelurahan Abianbase, Kapal, Lukluk, Sempidi, Sading, Kerobokan Kelod, Kerobokan, dan Kerobokan Kaja. Selanjutnya Kelurahan Kedonganan, Tuban, Kuta, Legian, Seminyak, Benoa, Tanjung Benoa, dan Jimbaran.

Namun, Sridana memastikan disetujui atau tidaknya perubahan kelurahan menjadi desa tersebut tak berpengaruh terhadap jadwal pilkel. “Yang kami sudah siap, akhir tahun ini tetap digelar (pilkel). Kecuali ada kebijakan lain dari pimpinan,” tegasnya.

Disinggung sejauh mana proses perubahan status kelurahan jadi desa tersebut, pejabat asal Denpasar itu menegaskan sekarang prosesnya masih di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Khususnya dalam hal ini Ditjen Otonomi Daerah yang berwenang menangani perubahan status kelurahan menjadi desa.

“Masih posisi di Kemendagri. Surat kami sudah lama di sana, belum ada jawaban. Terakhir waktu acara di GWK (19 Oktober 2018) Pak Dirjen mengatakan bahwa itu sudah di meja beliau dan segera akan dirapatkan,” ungkapnya.

Alhasil, pihaknya belum bisa berkomentar lebih jauh, sebab proses saat ini tergantung Kemendagri. Pun mengenai kepastian perubahan dan waktu, pihaknya juga hanya bisa menunggu keputusan yang dikeluarkan nantinya. “Kami sifatnya menunggu keputusan dari pusat,” tandas Sridana. *asa

Komentar