nusabali

9 Krama Bali Jadi Korban Bencana di Palu

  • www.nusabali.com-9-krama-bali-jadi-korban-bencana-di-palu

Peradah bangun dua dapur umum, masing-masing di Pura Pura Agung Wanakerta Jagatnatha Palu dan Tanggul

Kapal ‘Rumah Sakit Terapung’ Dilayarkan dari Pelabuhan Benoa

DENPASAR, NusaBali
Sembilan (9) krama Bali terdata jadi korban tewas akibat gempa 7,4 SR disertai tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9) sore. Dari jumlah itu, 6 orang di antaranya polisi, yakni I Gusti Ngurah Putu Sudarmana, I Gusti Kadek Sukamiarta, Desak Nyoman Elia Puspitasari, Putu Ayu Lenyaningsih, Made Muliastuti, dan Brigadir I Gusti Kade Suka Miarta.

Informasi soal tewasnya 9 krama Bali ini disampaikan Ketyua PHDI Sulawesi Tengah (Sulteng), Nengah Wandra, kepada NusaBali melalui pesan singkat (SMS), Selasa (2/10) malam. Selain 6 polisi tersebut, krama Bali yang juga jadi korban tewas bencana di Sulteng masing-masing Gio Kasta, Mbak Dimas, dan Nyonya Kundro.

Tidak disebutkan, di mana mereka bertugas dan desa asalnya di Bali (kecuali korban Brigadir IGK Suka Miarta, anggota Ditlantas Polres Palu asal Desa Mendoyo Dangin Tukad, Kecamatan Mendoyo, Jembrana). Yang jelas, menurut Nengah Wandra, seluruh 9 korban yang telah ditemukan jenazahnya ini semua tewas di Kota Palu. Mereka dari berbagai profesi, seperti polisi, mahasiswa, dan ibu rumah tangga. Sebagian tewas karena tertimpa bangunan roboh, sebagian diterjang tsunami.

“Jenazah mereka sudah langsung dikuburkan secara massal. Sampai sore tadi (kemarin) baru terdata delapan (di luar Brigadir Dewa Putu Suka Miarta, Red) yang terdata. Besok (hari ini) akan kami telusuri lagi," jelas Nengah Wandra.

Dikonfirmasi NusaBali secara terpisah, Selasa kemarin, Ketua Peradah Sulteng, I Gede Yogantara Teguh Eko Wijaya, mengatakan ada 40 umat Hindu yang masih jilang akibat bencana di Palu dan Donggala. Menurut Gede Yogantara, pihaknya masih berupaya mencari mereka yang hilang, berkoordinasi dengan relawan dan rumah sakit. “Ada 40 umat Hindu yang belum ditemukan,” kata Yogantara.

Yogantara menyebutkan, umat sedharma saat ini membuka Posko dan dapur umum di Pura Agung Wanakerta Jagatnatha, satu-satunya pura di Kota Palu. Di pura ini terdapat 50 pengungsi korban bencana. Sedangkan korban bencana asal Bali lainnya sebagian mengungsi ke Kabupaten Parigi Mountong, Sulteng. "Kabupaten Parigi Mountong merupakan daerah basis umat Hindu. Banyak yang mengungsi ke sana, karena daerahnya aman,” papar Yogantara.

Menurut Yogantara, selain dapur umum di pura, pihaknya segera akan membuka dapur umum di kawasan Tanggul, Sulteng. Dapur umum ini akan dibangun bersama I Gusti Putu Artha, mantan Komisioner KPU Pusat asal Singaraja, Buleleng yang kini maju berebut kursi DPR RI dari NasDem Dapil Sulteng dalam Pileg 2019 mendatang.

"Pak Putu Artha sudah tiba di sini (Palu). Saat ini kami di pura bersama beliau. Kami juga akan buka dapur umum di Tanggul, karena di sana umat Hindu banyak juga," kata Yogantara sembari menyebut Peradah Sulteng mengerahkan 20 orang kadernya guna menunjang kegiatan dapur umum di Pura Agung Wanakerta Jagatnatha Palu dan dapur umum di Tanggul.

Sementara itu, Kapal Angkatan Laut RI (KRI) dr Soeharso 990 bersandar di Pelabuhan Benoa, Denpasar Selatan, sejak Senin (1/9) malam. Kapal ini sandar di Pelabuhan Benoa hingga Selasa siang untuk mengangkut bantuan dari masyarakat Bali kepada korban bencana gempa dan tsunami Sulteng. Bantuan berupa air mineral, mie instan, beras, tenda, dan barang lainnya tersebut telah dilayarkan KRI dr Soe-harso 990 ke Palu dari Pelabuhan Benoa, Selasa siang pukul 14.00 Wita.

Selain itu, KRI dr Soeharso 990 ini juga 93 personel tim kesehatan yang tergabung dari para dokter spesialis dan relawan dari berbagai kota. Tim kesehatan itu, antara lain, terdiri dari dokter spesialis bedah tulang, dokter spesialis anestesi, dokter spesialis bedah umum, dan dokter spesialis bedah digestif. Pengerahan KRI dr Soeharso 990 beserta dokter spesialis ini dilakukan, karena sejumlah rumah sakit di Palu dan Donggala sudah tidak dapat digunakan untuk pelayanan kesehatan atau tindakan operasi. KRI dr Soeharso 990 dikerahkan sebagai Kapal Rumah Sakit Terapung.

Kepala RS dr Ramelan Surabaya, Laksamana Pertama TNI dr I Dewa Gede Nalendra Jaya Iswara, mengatakan Kapal Rumah Sakit Terapung ini akan menjalankan fungsi untuk membantu korban bencana yang membutuhkan tindakan penanganan. “KRI Soeharso kan tugasnya me-ngirim tangki VIP ke Bali. Ada perintah mendadak kita menangani kasus yang cukup banyak di Palu dan Donggala, sehinga banyak pasien yang sementara dievakuasi ke Makassar (Sulawesi Selatan) dan Balikpapan (Kalimantan Timur), karena mereka tidak mendapat fasilitas pelayanan kesehatan di Palu,” ungkap Dewa Nalendra Jaya di Pelabuhan Benoa kemarin.

Fasilitas KRI dr Soeharso 990---yang dulunya bernama KRI Tanjung Dalpele 972---, kata Dewa Nalendra, dilengkapi fasilitas rumah sakit besar yang memiliki dokter spesialis hingga peralatan medis lengkap. Kapal ini dilengkapi 5 kamar operasi dan 40 kamar rawat inap. “Ruangan rawat inap ada 40 unit. Tapi, bila pasien membludak, deck tank mampu menampung 1.000 bag. Jadi, tidak perlu khawatir dengan kemampuan KRI Soeharso 990,” katanya.

Dewa Nalendra menyebutkan, tenaga medis KRI Soeharso 990 bisa melayani tindakan operasi tiap harinya hingga 25 tindakan. Untuk tindakan emergency intensive unit, ada 3 ruagan dan cukup mampu untuk melakukan tindakan operasi. “Kemampuan kita mempunyai 5 kamar operasi. Target kita, sehari sekitar 25 tindakan sehingga kita secepatnya untuk melakukan pelayanan di KRI Soeharso,” imbuh Dewa Nalendra.

Menurut Dewa Nalendra, ada 93 personel kesehatan yang siaga di KRI Soeharso 990 ini. Nantinya, ada beberapa relawan dokter dari Surabaya, Jakarta, Medan, Kalimantan, dan Makassar akan ikut bergabung untuk menangani pasien-pasien di Kapal Rumah Sakit ini. *k22,ind

Komentar