nusabali

Satu Pelaku Ditangkap di Jembrana

  • www.nusabali.com-satu-pelaku-ditangkap-di-jembrana

Para tersangka tebar isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, hingga penyerangan  nama baik Presiden dan pemerintah

Menurut Kombes Irwan, kelompok The Family MCA ini bekerja seperti kelompok Saracen, yang diungkap polisi karena menyebarkan ujaran kebencian berdasarkan SARA. Hanya saja, kelompok ini tidak terorganisasi. "Kalau di Saracen kan terstruktur organisasinya. Kalau ini (The Family MCA, Red) tidak ada struktur organisasinya, tapi mereka jelas berkelompok," katanya.

Para tersangka The family MCA ini dijerat dengan perbuatan pidana sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis (SARA). Selain itu, mereka disangkakan dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan tindakan yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Mereka dijerat pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan/atau pasal Jo pasal 4 huruf b angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan/atau Pasal 33 UU ITE.

Isu penyerangan ulama oleh orang gila belakangan ini menimbulkan keresahan di masyarakat. Isu ini membuat masyarakat khawatir, karena ada pihak tak bertanggung jawab yang menyebarkan berita bohong terjadinya penyerangan ulama di beberapa daerah. Di Bogor saja, beredar 7 isu adanya serangan orang gila kepada pemuka agama. Namun, hanya ada 1 kasus yang benar-benar terjadi.

Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Ari Dono Sukmanto, meminta masyarakat tidak salah menilai penangkapan sejumlah anggota The Family MCA ini. Kombes Ari Dono menegaskan penangkapan itu murni penegakan hukum. "Jadi, masyarakat jangan salah persepsi, bahkan membuat analisa yang tidak-tidak. Tolong masyarakat menggarisbawahi ini dengan tegas, penangkapan murni untuk menegakkan hukum karena tindak pidana ujaran kebencian," pinta Kombes Ari Dono, Selasa kemarin.

Dia meminta masyarakat tidak ikut-ikutan menyebarkan berita bohong maupun ujaran kebencian. Bukan hanya Indonesia, PBB juga sudah menyatakan perang terhadap ujaran kebencian. "Bukan Indonesia saja, seluruh dunia juga sudah saling menyepakati untuk memerangi hal ini (ujaran kebencian). Bahkan, PBB juga sudah menegaskan perintahnya," kaanya.

Kombes Ari Dono mengingatkan para pelaku ujaran kebencian yang masih beraktivitas, untuk menghentikan tindakannya. Penegak hukum siap menindak setiap pelaku. "Sekali lagi Polri mengingatkan, hentikan menyebarkan hoax, ujaran kebencian. Hentikan 'kegilaan' yang menggaduhkan ini. Tapi jika tidak, Polri bersama institusi lainnya serta regulasi yang sudah ada, siap memberangus 'pemberontak' seperti ini," ancamnya.

Sementara itu, tersangka Ramdani Saputra yang ditangkap polisi di Jembrana merupakan menantu dari Dewa Putu Dharma, 60, warga Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Kecamatan Mendoyo. Dewa Putu Dharma mengaku sempat mencarikan menantunya itu KTP berdomisili di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh. Namun, dia tidak menyanka kalau menantunya ini terlibat dalam kelompok penyebar isu-isu provokatif dan ujaran kebencian.

Saat dikonfirmasi NusaBali, Selasa kemarin, Dewa Dharma mengaku tidak terlalu tahu mengenai seluk beluk menantunya tersebut. Dia hanya tahu kalau menantunya asal Jakarta dan lama tinggal di Denpasar, bekerja sebagai sales salah satu perusahaan elektronik. 

Menurut Dewa Dharma, Ramdani Saputra menikahi anak keduanya, Dewa Ayu Apriyani, 29, yang merupakan satu-satunya perempuan dari tiga bersaudara. Mereka menikah secara adat Muslim di Sumbawa, NTB tahun 2011 silam. Kebetulan,  saat itu Dewa Dhama merantau kerja di Sumbawa. Dia baru pulang ke kampung halamannya di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh tahun tahun 2015.

Setelah menikah itu, putrinya tinggal bersama sang saumi, Ramdani Saputra, di Denpasar. Mereka belum dikaruniai anak, meski sudah 7 tahun menikah. “Saya tak tahu tempat tinggal mereka di Denapsar. Selama menikah, anak dan menantu saya ini baru dua kali pulang ke sini, itu pun hanya sebentar. Terakhir, mereka pulang pas piodalan sebulan lalu,” kenang Dewa Dharma.

Dewa Dharma mengatakan, sepintas menantunya yang ditangkap polisi itu dikenal cukup baik dan ramah. Dia pun terkejut mendengar kabar penangkapan Ramdani Saputra atas dugaan terlibat sebar ujaran kebencian. “Saya sendiri baru tahu pas tetangga-tetangga sama bapak-bapak ke sini, bilang kalau menantu saya ditangkap,” cerita Dewa Dharma, duda yang berkeseharian bekerja sebagai petani.

Sebelum mendengar kabar buruk penangkapan Ramdani Saputra, Dewa Dharma mengaku sempat ditelepon putrinya yang mengabarkan hubungan rumah tangga mereka sudah tidak rukun. Bahkan, putrinya mengabarkan sudah pisah ranjang dengan sang suami sejak beberapa bulan terakhir. Mereka dalam proses cerai. “Anak saya bilang mau cerai. Tapi, saya tidak tahu apa alasan cerainya. Waktu anak saya telepon sepekan lalu, katanya mereka sudah pisah tempat tinggal beberapa bulan.”

Dewa Dharma membenarkan menantunya yang ditangkap polisi ini punya KTP dengan domisili di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh. Menurut Dewa Dharma, dirinya membuatkan KTP tersebut karena kasihan dengan menantunya yang lama tinggal di Bali, namun tidak memiliki KTP Pulau Dewata. “Saya buatkan dulu KTP lewat Kelian Banjar sekitar tahun 2016. Memang alamatnya di rumah di sini, tapi dia tinggal di Denapsar,” katanya.

Sementara, sejumlah warga berkumpul di sekitar rumah Dewa Dharma di Banjar Kedisan, Desa Yehembang Kauh, Selasa kemarin. Bendesa Pakraman Kaleran, I Made Subagia, mengaku pihaknya berusaha menelusuri terkait informasi seputar Ramdani Saputra, yang merupakan menantu Dewa Putu Dharma. “Yang pasti, dia bukan warga sini, tapi mertuanya dari sini. Saya sendiri juga tidak begitu tahu, karena yang bersangkutan tidak tinggal di sini. Waktu menikah, saya tidak tahu, karena menikahnya di Sumbawa,” ujar Bendesa I Made Subagia diamini Babhinkamtibas Desa Yehembang Kauh, Aiptu I Made Kartika. *ode

Komentar