nusabali

Pengusaha Spa Minta Dukungan Pj Gubernur

  • www.nusabali.com-pengusaha-spa-minta-dukungan-pj-gubernur

DENPASAR, NusaBali - Pengusaha yang tergabung dalam Bali Spa and Wellness Association (BSWA) yang bernaung di bawah PHRI Bali menyampaikan keberatan atas pengenaan pajak hiburan 40-75 persen yang diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Keberatan itu disampaikan Ketua BPD PHRI Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace) yang datang menemui Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya bersama jajaran pengurus BSWA Bali di Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala, Denpasar, Senin (15/1). Cok Ace menggarisbawahi amanat Undang-undang (UU) yang memasukkan usaha mandi uap/spa sebagai hiburan. Sebab menurutnya, spa yang berkembang di Bali memiliki kekhasan dan telah diakui WTO (World Trade Organization) sebagai usaha di bidang kesehatan.

Pria yang telah menjabat sebagai Ketua PHRI Bali selama empat periode ini lantas membeberkan cikal bakal terbentuknya BSWA yang mewadahi pengusaha spa dan wellness di Pulau Dewata. Terbentuk pada tahun 2002, organisasi ini hadir untuk menepis stigma negatif panti pijat. Awal terbentuknya, BSWA Bali beranggotakan 13 pengusaha dan terus bertambah dan sekarang telah mencapai 185 anggota. “Sejalan dengan penambahan anggota, BSWA terus berupaya meningkatkan kualitas layanan melalui pelatihan SDM sehingga usaha spa di Bali banyak meraih penghargaan,” ucapnya.

Wakil Gubernur Bali periode 2018-2023 ini menambahkan, usaha spa yang berkembang di Pulau Dewata memiliki keunikan karena dalam pengembangannya juga membawa misi penggalian dan pengembangan potensi lokal ‘boreh Bali’. “Dengan memanfaatkan potensi dan kearifan lokal, spa kita sangat disukai oleh wisatawan,” imbuhnya.

Sejalan dengan perkembangannya, sektor usaha ini makin banyak menyerap tenaga kerja dan BSWA Bali telah beranggotakan 12.000 orang terapis. Bahkan saat berkunjung ke Polandia, Cok Ace memperoleh informasi bahwa 337 terapis Bali bekerja di negeri itu. “Itu menandakan bahwa usaha ini menyerap banyak tenaga kerja dan mendongkrak PDRB Bali,” tambahnya. Pada bagian lain, Panglingsir Puri Ubud ini juga merujuk definisi WTO yang menyebutkan bahwa spa yang berkembang di Bali linier dengan usaha kesehatan, bukan hiburan. “Karena spa di Bali memang berbeda dengan yang berkembang di luar,” kilahnya.

Menurut Cok Ace, saat ini usaha spa mengaplikasikan produk kearifan lokal tersebut kepada wisatawan. Boreh rempah-rempah dan produk lokal lain di antaranya sabun dan pengharum ruangan diproduksi sepenuhnya oleh pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Boreh merupakan bagian budaya dan tradisi lokal Bali berupa lulur yang terbuat dari olahan rempah-rempah dan berguna sebagai pengobatan tradisional dengan sensasi hangat dan menenangkan tubuh. Keunikan tersebut, kata dia, menjadikan Bali sebagai salah satu referensi wisatawan yang menginginkan wisata spa.

Atas dasar itu, pihaknya menyampaikan keberatan kalau usaha spa di Bali dikenakan pajak hiburan 40-75 persen. BSWA Bali juga telah menempuh upaya mengajukan judicial review atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022. “Judicial review telah kami ajukan 5 Januari dan tercatat telah terdaftar 22 pemohon, termasuk pengusaha dari luar Bali,” sebutnya.

Sejalan dengan proses pengajuan judicial review, dalam waktu dekat PHRI dan BSWA Bali akan menggelar FGD (focus group discussion) membahas pro kontra pemberlakuan UU Nomor 1 Tahun 2022 yang rencananya menghadirkan Menparekraf dan Menteri Keuangan RI. Terkait dengan keberatan BSWA, Cok Ace sangat mengharapkan dukungan dari Pj Gubernur Bali.

Pj Gubernur Bali, Mahendra Jaya dapat memahami keresahan BSWA dan PHRI Bali terkait dengan pemberlakuan pajak hiburan 40-75 persen, di mana di dalamnya termasuk usaha mandi uap/spa. Sependapat dengan Ketua PHRI, Mahendra Jaya juga menilai kalau spa yang berkembang di Bali berkaitan dengan pengembangan potensi sumber daya lokal. Oleh karena itu, dia menghormati langkah hukum yang ditempuh BSWA Bali dengan mengajukan judicial review atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022.

Namun, pararel dengan langkah itu, Mahendra Jaya menyarankan PHRI dan BSWA Bali mengajukan permohonan insentif fiskal yang nantinya diatur dalam Peraturan Kepala Daerah. Menurutnya, langkah ini diatur dalam pasal 101 UU Nomor 1 Tahun 2022 yang menyebutkan bahwa gubernur/bupati/walikota dapat memberikan insentif fiskal kepada pelaku usaha di daerahnya dalam mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi.

“Judicial review jalan, pengajuan insentif fiskal ini juga perlu ditempuh. Nanti saya akan mendorong pemerintah kabupaten/kota yang memiliki kewenangan untuk itu,” tandasnya. Pertemuan dengan PHRI Bali juga dimanfaatkan Pj Gubernur Mahendra Jaya untuk meminta dukungan dalam penerapan pungutan bagi wisman yang mulai diberlakukan pada 14 Februari 2024. Dukungan PHRI Bali sangat dibutuhkan karena Pemprov Bali akan mengintensifkan pungutan saat tamu tiba di hotel tempat mereka menginap. Dua mekanisme pembayaran lainnya, wisman diarahkan melakukan pembayaran sebelum tiba di Bali melalui aplikasi Love Bali dan pembayaran di bandara.

Dalam pertemuan tersebut, Ketua PHRI Bali Cok Ace hadir bersama Sekjen PHRI Ferry Markus, Pembina BSWA Regina Winkler, Wakil Ketua BSWA Feny Sri Sulistiawati serta sejumlah jajaran pengurus lainnya. Sementara Pj Gubernur Mahendra Jaya didampingi Kepala Dinas Pariwisata Tjok Bagus Pemayun dan Kepala Bapenda Bali I Made Santha. 7 cr78

Komentar