nusabali

Tiga Puluh Enam Desa/Kelurahan di Buleleng Rawan Konflik

  • www.nusabali.com-tiga-puluh-enam-desakelurahan-di-buleleng-rawan-konflik

Mulai dari masalah politik, tapal batas desa, kriminalitas, agama, ekonomi, pendidikan, kepadatan penduduk, konflik agraria, masalah adat, dan kekumuhan.

SINGARAJA, NusaBali
36 desa/kelurahan pada sembilan kecamatan di Buleleng masuk pemetaan rawan konflik. Data ini dirilis Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Buleleng yang menggandeng Undiksha melakukan penelitian. Terungkap ada sembilan pemicu potensi konflik.

Tim Peneliti sebelumnya melakukan penelitian di 149 desa/kelurahan di sembilan kecamatan wilayah Buleleng. Dari data dan instrumen yang didapatkan ada lima tingkat kerawanan konflik. Yakni Sangat Rawan Konflik, Rawan Konflik, Cukup Rawan Konflik, Kurang Rawan Konflik dan Sangat Tidak Rawan Konflik.

Setelah melakukan analisi data, desa/kelurahan yang masuk dalam kategori sangat rawan konflik tidak ditemukan di Buleleng. Kategori kerawanan maksimal hanya rawan konflik, cukup rawan konflik, kurang rawan hingga sangat tidak rawan konflik.

Dalam proses penelitian dan analisis data Tim Peneliti yang diketuai Dr I Nengah Suastika SPd MPd, menemukan  sembilan aspek yang menjadi pemicu terjadinya konflik di Buleleng. Mulai dari masalah politik, tapal batas desa, kriminalitas, agama, ekonomi, pendidikan, kepadatan penduduk, konflik agraria, masalah adat, dan kekumuhan.

Seluruh aspek tersebut dijelaskan memiliki potensi yang sama. Namun secara realistik masalah politik dan tapal batas dapat memicu konflik yang lebih besar. “Hal ini disebabkan karena masalah politik dan tapal batas desa melibatkan organisasi yang memiliki masa yang sangat banyak. Sehingga sangat rawan menyebabkan bentrokan massal,” ucap Suastika, saat diseminasi  hasil penelitian pekan lalu secara daring.

Tiga kecamatan yang menduduki tingkat kerawanan konflik tertinggi, yakni Kecamatan Buleleng, Kecamatan Seririt, dan Kecamatan Banjar. Pemerintah daerah pun disarankan untuk menyusun strategi khusus untuk antisipasi dini. Selain langkah antisipasi juga diharapkan melakukan kewaspadaan dan pengamanan khusus pada desa/kelurahan yang masuk kategori rawan konflik. Pemerintah Daerah juga didorong untuk segera membuat regulasi yang relevan dengan persoalan yang terjadi.

Kepala Brida Buleleng Made Supartawan, dikonfirmasi Selasa (12/12) kemarin, mengatakan Pemetaan Database Rawan Konflik ini memang rutin diperbaharui pemerintah daerah setiap lima tahun kembali. Hasil penelitian ini selanjutnya akan diserahkan ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Buleleng, untuk ditindaklanjuti.

“Hasil Penelitian ini targetnya menjadi acuan bagi instansi terkait dalam hal ini Badan Kesbangpol dalam deteksi dini konflik, sebagai upaya tetap menjaga keamanan dan kondusifitas di Buleleng,” kata Supartawan.7k23

Komentar