nusabali

Tumpek Wayang, Hari Lahir Bhatara Kala dan Konteks Pengendalian Diri

  • www.nusabali.com-tumpek-wayang-hari-lahir-bhatara-kala-dan-konteks-pengendalian-diri

DENPASAR, NusaBali.com - Tumpek Wayang jatuh pada pertemuan saptawara Saniscara (Sabtu) dengan pancawara Kliwon di wuku Wayang. Wuku Ringgit/Wayang dipercaya sebagai hari lahir Bhatara Kala yang merupakan buah kamasalah Bhatara Siwa.

Kamasalah merupakan nafsu/birahi yang tidak dikendalikan. Kala Tattwa mengisahkan, birahi Bhatara Siwa yang memuncak dan tidak terkendali ketika berada di segara bersama Bhatari Uma.

Karena tidak dilayani Bhatari Uma, sebagai sakti Bhatara Siwa, cairan kama Bhatara Siwa jatuh ke lautan. Cairan kama yang terombang-ambing di lautan ini pun menyatu dan melahirkan Bhatara Kala.

Kelahiran Bhatara Kala ini membuat gaduh swargaloka lantaran Bhatara Kala berwujud raksasa/danuja yang sakti. Sebelum Bhatara Siwa mengetahui Bhatara Kala adalah putranya, terjadi pertempuran dahsyat antara keduanya.

Setelah Bhatara Siwa mengetahui Bhatara Kala adalah putranya, Bhatara Kala diberikan anugerah. Salah satu anugerah yang disabdakan Bhatari Uma berbunyi, Bhatara Kala boleh menyantap orang yang lahir pada wuku Wayang, wuku kelahiran Bhatara Kala.

Namun, Sang Hyang Rare Kumara, adik Bhatara Kala justru lahir di wuku Wayang. Oleh karena itu, Rare Kumara dinanti dan dikejar bertahun-tahun oleh Bhatara Kala untuk disantap.

Pada suatu ketika di Kerajaan Kertanegara, ada pertunjukan Wayang Sapuh Leger untuk meruwat orang-orang yang lahir pada wuku Wayang. Rare Kumara bersembunyi di sela gender pengiring wayang.

Bhatara Kala yang tiba di pertunjukan wayang itu tidak bisa mengendalikan rasa laparnya. Ia kemudian menyantap sajen yang diperuntukkan sebagai panebasan dan peruwatan Sapuh Leger.

Jero Dalang bersabda, karena Bhatara Kala sudah menyantap sajen tebasan peruwatan, maka bisa dihitung sebagai ganti dari nyawa orang yang lahir pada wuku Wayang.

Berdasarkan simbolisasi Kala Tattwa ini, Dr Komang Indra Wirawan SSn MFilH menjelaskan, Tumpek Wayang membawa makna pengendalian diri. Sebagaimana sastra menyimbolisasi akibat dari Bhatara Siwa yang tidak bisa mengendalikan kamanya.

"Tumpek, tumampek, dekatkan diri dengan Wayang. Wayang itu lawat (bayangan)," tutur Indra Wirawan yang lebih populer dengan sapaan Mang Gases ini ketika dijumpai di sela pelaksanaan upacara Panglukatan Sapuh Leger di Denpasar, Sabtu (25/11/2023).

Mendekatkan diri dengan bayangan (bercermin) merupakan simbolisasi introspeksi diri. Individu yang bisa mengendalikan diri (mulat sarira) niscaya bisa menyerap nilai pengetahuan.

Kata Mang Gases, kisah Tumpek Wayang juga merupakan simbolisasi ajaran Bhatara Siwa kepada Bhatara Kala tentang esensi kehidupan. Bagaimana sifat kegelapan (bhutakala) dalam diri itu agar bisa diredam.

Di samping itu, dalam Kala Tattwa ini juga dikisahkan setelah Bhatara Kala berdialog panjang dengan Jero Dalang atas sajen yang disantapnya, Bhatara Kala lantas menyadari kesalahan yang diperbuat selama ini.

Bhatara Kala yang awalnya dikuasai kegelapan, mendekatkan diri pada "lawat wayang" yakni mengintropeksi diri. Setelah itu, Bhatara Kala justru menganugerahi kebaikan dan kesaktian kepada Jero Dalang.

"Oleh karena itu, sifat Kala dalam diri itu harus di-somya (dinetralisir) menjadi sifat positif. Jika tidak, akan 'berbahaya' bagi diri sendiri," tukas Mang Gases. *rat

Komentar