nusabali

MUTIARA WEDA: Savitr – Hidup Kita

  • www.nusabali.com-mutiara-weda-savitr-hidup-kita

tat savitur vareṇyaṃ bhargo devasya dhīmahi dhiyo yo naḥ pracodayāt (Rgveda 3.62.10)

Dia, Savitri yang mulia (layak dipuja), kami bermeditasi pada keagungan sinar-Nya, semoga Dia mencerahkan (menginspirasi) kecerdasan kita.


Swami Vivekananda menerjemahkan; “Kami bermeditasi pada kemuliaan-Nya yang telah menciptakan alam semesta ini; semoga Dia menerangi pikiran kami.” 

Monier Monier-Williams (1882) menerjemahkan; “Mari kita merenungkan kemuliaan luar biasa dari Matahari ilahi yang menghidupkan, Semoga dia mencerahkan pemahaman kita.” 

Sementara Aurobindo menerjemahkan; “Kita memilih Cahaya Tertinggi dari Matahari ilahi; kami bercita-cita agar hal itu dapat mendorong pikiran kami.” 

Demikian seterusnya sederetan ahli lainnya menerjemahkan mantra Gayatri di atas. 

Di mana letak kemuliaannya? Mantra ini digunakan pada saat upanayana dan berbagai kegiatan ritual dan religius lainnya. Mari kita lihat dari sisi isinya. Teks menyebut Savitr. Mengapa Savitr? Savitr diterjemahkan sebagai matahari, isvhara, cahaya tertinggi, dan yang lainnya. Kata Savitr berarti pembakar. Savitr yang menghidupkan kekuatan Matahari. Matahari sebelum terbit disebut Savitr, dan setelah terbit hingga terbenam disebut Surya. Langit yang awalnya gelap kemudian merekah di ufuk timur sebelum matahari terbit disebut Savitr. 

Langit yang merekah itu kemudian dipersonifikasi menjadi dewi Savitr. Keberadaannya bersifat varenyam (sangat mulia), karenanya layak dipuja. Bagaimana cara memujanya? Dengan bermeditasi pada kemuliaan Cahaya-Nya. Agar kenapa? Agar kecerdasan kita dicerahkan, terinspirasi bahwa kehidupan kita berproses dari gelap menuju terang. Jika direnungkan, mantra Savitr di atas mengindikasikan dari core dharma kita. Mantra di atas bisa dijadikan inspirasi, petunjuk, atau ilustrasi bagaimana harusnya melangkah. Karena begitu sentralnya, objek inspirasi pikiran ini, yakni ‘merekahnya ufuk timur’ sehingga dipersonifikasikan ke dalam wujud Dewi yang dipuja. 

Kalau mantra di atas digunakan sebagai inspirasi, bagaimana caranya kita mengartikan? Merekahnya ufuk timur yang mengagumkan itu bisa ditumbuhkan di dalam diri kita yang penuh kegelapan (avidya). Kelahiran kita sepenuhnya diliputi oleh avidya, kegelapan. Karenanya, kita mesti menumbuhkan sinar, seperti halnya langit yang gelap merekah di ufuk timur. Ufuk timur yang awalnya gelap kemudian perlahan merekah, seperti itulah cara membimbing hidup kita dari gelap menuju terang. Mengapa penting terang? Karena dengan terang, pandangan kita tidak terhalang, kita dibuat mampu untuk melihat. Jadi, baris pertama dari mantra gayatri ‘tat savitur vareṇyaṃ’ adalah objek yang dijadikan inspirasi, benda yang dijadikan rujukan. 

Kemudian bagaimana caranya menerapkan objek tersebut? Baris kedua bicara tentang metode, ‘bhargo devasya dhīmahi’ kita mesti bermeditasi pada cahaya yang agung itu, berkontemplasi pada jnana svarupa (wujud pengetahuan) (devasya) yang membebaskan kegelapan (bhargo). Dalam aspek kriya, cahaya yang agung (bhargo devasya), yang adalah Savitr dijadikan sebagai objek meditasi. Dalam aspek bhakti, Savitr (personifikasi devi) dengan keagungan cahaya-Nya dijadikan sebagai objek pujaan. Sementara dalam aspek jnana yoga, Savitr adalah jnana svarupa yang menghilangkan kegelapan. Savitr berwujud sebagai sinar pengetahuan yang mencerahkan. Pada wujud pengetahuan itu, sadhaka berkontemplasi.  

Untuk apa melakukan meditasi, dan apa hasilnya? Agar pikiran tercerahkan. Dengan berkontemplasi pada cahaya tersebut, pikiran tercerahkan. Kehidupan kita menjadi terang. Bagaimana ‘pikiran terang’ itu? Apakah selama ini pikiran kita tidak terang? Hidup kita diliputi oleh kegelapan (avidya). Apa indikasinya kita diliputi kegelapan? Kita mudah terombang-ambing oleh gelombang kehidupan, tidak mampu melihat mana yang nyata dan mana yang palsu, selalu terjebak oleh objek-objek duniawi dan selalu merasakan penderitaan. 

Pikiran yang terang adalah pikiran yang mampu melihat apapun di depannya sehingga tidak tersandung, tidak terjebak pada baik-buruknya kehidupan, mampu membedakan mana yang nyata dan mana yang tidak nyata, memahami bahwa diri sebagai kebahagiaan itu sendiri. Orang yang tercerahkan tidak lagi terjebak di dalam penderitaan. Sehingga, goal atau capaian kehidupan diindikasikan oleh baris ketiga ‘dhiyo yo naḥ pracodayāt’, semoga pikiran kita tercerahkan. Kita diharapkan mampu seperti halnya savitr, menghadirkan sinar dari dalam kegelapan dan kemudian meneranginya. Singkatnya, kehidupan kita mesti terinspirasi dari savitr, atau dalam konteks eksistensi, hidup kitalah savitr itu. 7 

I Gede Suwantana
Direktur Bali Vedanta Institute

Komentar