nusabali

Air Bendungan di Buleleng dan Tabanan Menyusut

Tak Mampu Lagi Pasok Air ke Lahan Persawahan

  • www.nusabali.com-air-bendungan-di-buleleng-dan-tabanan-menyusut

SINGARAJA, NusaBali - Kemarau panjang yang melanda wilayah Indonesia, khususnya Bali menyebabkan debit air di sejumlah bendungan menyusut drastis.

Seperti terpantau terjadi di Bendungan Gerokgak, Kecamatan Gerokgak, Bendungan Titab, Kecamatan Busungbiu, juga Bendungan Telaga Tunjung di Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Penurunan debit air terjadi sejak dua bulan belakangan atau pada bulan Agustus.

Kepala Pelaksana BPBD Buleleng, Putu Ariadi Pribadi mengatakan, pihaknya telah melakukan asesmen pada Bendungan Gerokgak dan Bendungan Titab, terkait antisipasi dampak fenomena El Nino. Hasil asesmen, diketahui debit air di kedua bendungan tersebut mengalami penurunan signifikan. Dari data yang didapat, pada Januari awal tahun 2023, debit air di Bendungan Gerokgak tercatat 1,2 juta kubik kemudian meningkat hingga 2,3 juta kubik pada bulan Februari dan 2,8 juta kubik pada Maret. Pada puncak El Nino, debit air di bendungan tersebut menyusut drastis, yakni hanya 653.000 kubik pada Agustus dan 459.000 kubik pada September.

"Memang ada penurunan debit air di bendungan karena sumber air atau aliran sungai ke bendungan mengecil. Ini karena musim kemarau. Selain itu karena tidak ada hujan," jelas Ariadi Pribadi dikonfirmasi, Rabu (11/10). Kabupaten Buleleng sendiri termasuk dalam wilayah terdampak tanpa hujan hingga lebih dari sebulan.

Bendungan yang berlokasi di wilayah paling barat Buleleng ini pada awal Oktober 2023 sudah tidak mengalirkan irigasi karena Tinggi Muka Air (TMA) sudah di ambang dasar permukaan air bendungan. "Bendungan Gerokgak di akhir bulan September 2023 tercatat di bawah Normal Muka Air (TMA) 116 meter di atas permukaan air laut," lanjutnya.

Dalam kondisi normal debit air 2,8 juta kubik di Bendungan Gerokgak dapat mengairi hingga 414 hektare sawah milik 12 kelompok subak. "Biasanya warga memanfaatkan air bendungan untuk persawahan. Dengan kondisi debit air mengecil warga otomatis beralih dari menanam padi ke tanaman yang lebih sedikit membutuhkan air seperti palawija atau kacang, jagung," sambung dia. Dia menambahkan, hasil asesmen tersebut sudah dikoordinasikan ke Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida. Pihaknya juga akan meneruskan hasil asesmen ke ke Dinas Pertanian untuk ditindaklanjuti.

Foto: Kondisi debit air di Bendungan Gerokgak, Buleleng. -IST

Adapun kondisi Bendungan Titab juga mengalami penurunan debit air. Pada Januari 2023 debit air di bendungan tersebut tercatat sebanyak 10 juta kubik. Jumlah itu terus mengalami penurunan hingga 7 juta kubik air pada Agustus dan 4,9 juta pada September. Namun, BPBD menyebutkan kondisi debit air di bendungan itu masih di ambang batas normal.

Sementara kemarau panjang juga membuat Bendungan Telaga Tunjung di Desa Timpag, Kecamatan Kerambitan, Tabanan kering. Saat ini penurunan debit air mencapai 12 liter perdetik dari yang kondisi normal mencapai 25 liter perdetik.

Selain itu di sisi lain di kawasan Telaga Tunjung tersebut juga sedang dilakukan normalisasi oleh Kementerian PUPR. Dari normalisasi ini sekitar 50.000 kubik sedimentasi bakal diangkat untuk memaksimalkan penampungan air.

Pantauan di lapangan, Rabu kemarin debit air menurun drastis. Hanya terlihat air berkumpul di bagian tengah tak sampai terjadi pengaliran. Ada dua subak yang tergantungan dengan Bendungan Telaga Tunjung ini, yakni Subak Meliling, Kecamatan Kerambitan dan Subak Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur.  Perbekel Timpag, I Nyoman Ardika mengatakan menurunnya debit air seiring dengan terjadinya musim kemarau. Hasil dari keterangan petugas debit air turun mencapai 13 liter perdetik. "Kalau kondisi normal air mencapai 25 liter perdetik, dan sekarang hanya 12 liter perdetik," ujarnya.

Menurutnya penurunan debit air di Telaga Tunjung sudah terjadi sekitar sebulan lebih. Apalagi di bendungan itu juga sedang dilakukan normalisasi. Normalisasi ini sudah dilaksanakan sosialisasi sebelumnya oleh Kementerian PUPR kepada masyarakat dan krama subak utamanya.

Karena dampak dari normalisasi ini berimbas pada dua subak di Tabanan yang harus bergiliran menanam padi. "Dari hasil koordinasi, Subak Gadungan sekarang menanam palawija dan Subak Meliling menanam padi," imbuh Ardika yang dikenal dengan sebutan Pak Poleng ini.

Terpisah Balai Besar Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BBMKG) Wilayah III Denpasar memetakan tiga wilayah di Bali bagian utara mengalami kekeringan dengan kategori ekstrem, karena sudah tidak turun hujan hingga 100 hari. “Tiga wilayah itu, yakni Kubu, Kubutambahan dan Gerokgak,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar, I Nyoman Gede Wiryajaya di Denpasar, Rabu kemarin.

BBMKG Denpasar mendata wilayah Kubu di Kabupaten Karangasem sudah tidak turun hujan selama 100 hari, Kubutambahan dan Gerokgak yang keduanya berada di Kabupaten Buleleng sudah tidak turun hujan masing-masing selama 99 dan 94 hari. Oleh karena itu, BBMKG mengkategorikan wilayah tidak turun hujan lebih dari 60 hari masuk kategori kekeringan ekstrem, sehingga perlu diwaspadai masyarakat.

BBMKG Denpasar juga sudah mengeluarkan peringatan dini kekeringan di 15 wilayah kecamatan, termasuk tiga wilayah kekeringan ekstrem itu. Adapun 15 kecamatan tersebut adalah Buleleng, Gerokgak, Kubutambahan, Sawan dan Sukasada di Kabupaten Buleleng. Kemudian, di Kabupaten Jembrana ada di Kecamatan Melaya, Kabupaten Bangli di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Karangasem di Kecamatan Karangasem dan Kubu.

Di Kabupaten Badung di Kecamatan Kuta, Kuta Utara, dan Kuta Selatan, sedangkan Kabupaten Klungkung di Nusa Penida dan Kota Denpasar, baik di timur maupun selatan. Meski memasuki musim kering, BBMKG Denpasar memprakirakan masih berpotensi terjadi hujan pada 11-20 Oktober 2023, namun dengan curah hujan minim yang secara umum mencapai hingga 49,5 milimeter per 10 hari. Wilayah berpotensi terjadi hujan itu, yakni Kecamatan Negara, Jembrana, Mendoyo, Pekutatan, Sukasada, Tembuku, Rendang, dan Selat. 7 mzk, des

Komentar