nusabali

Ningyo, Budaya Boneka di Jepang Punya Makna Serupa di Bali

  • www.nusabali.com-ningyo-budaya-boneka-di-jepang-punya-makna-serupa-di-bali

DENPASAR, NusaBali - Jepang memiliki sejarah panjang kebudayaan boneka (ningyo). Sebanyak 67 boneka dipamerkan selama dua pekan di Cush Cush Gallery, Denpasar, 30 September hingga 15 Oktober 2023.

Keseluruhan boneka yang dipamerkan terbagi ke dalam empat kategori untuk menggambarkan pemaknaan boneka oleh masyarakat Jepang seiring berjalannya waktu.

Pameran bertajuk resmi 'Ningyo Art and Beauty of Japanese Dolls' diinisiasi The Japan Foundation Jakarta dan menjadi bagian pameran keliling dunia yang tengah dilakukan The Japan Foundation Tokyo. Di Indonesia, boneka-boneka Jepang telah terlebih dahulu dipamerkan di Jakarta (Galeri Nasional Indonesia) dan Surabaya (Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital ITS Surabaya).

Untuk pameran di Kota Denpasar kali ini, selain bekerja sama dengan Cush Cush Gallery, The Japan Foundation Jakarta juga mendapat dukungan dari Konsulat Jenderal Jepang di Denpasar. Asisten Direktur The Japan Foundation Jakarta, Kawase Rina mengatakan di Jepang boneka atau dalam bahasa Jepang disebut ningyo memiliki nilai kultural yang kuat dan sudah ada sejak 1.000 tahun yang lalu. 

Foto: Asisten Direktur The Japan Foundation Jakarta, Kawase Rina. -SURYADI

"Melalui pameran ini kami ingin memberikan gambaran tentang perkembangan budaya boneka di Jepang, bagaimana dulu mereka digunakan untuk mendoakan pertumbuhan anak, kemudian menjadi benda seni, hingga menjadi benda yang dinikmati masyarakat sebagai hiburan seperti sekarang ini. Kami berharap semoga pameran ini dapat memberi wawasan dan hiburan bagi publik di Bali," ujar Rina saat pembukaan pameran, Jumat (29/9) malam.

Rina menjelaskan, koleksi boneka yang dipamerkan dibagi ke dalam empat bagian. Begitu masuk ke area pameran, pengunjung akan disambut dengan boneka-boneka yang digunakan masyarakat Jepang sebagai simbol ritual memohon pertumbuhan anak agar berjalan baik. Pada bagian berikut pameran, pengunjung disuguhkan dengan aneka boneka yang diperuntukkan sebagai sebuah benda seni (seni rupa). Masuk lebih ke dalam lagi kemudian terdapat sekumpulan boneka-boneka yang dibuat sebagai kesenian folklor.

"Jadi sesi ketiga ini memamerkan boneka-boneka dari berbagai daerah yang merepresentasikan ciri khas daerah masing-masing di Jepang," jelas Rina. Rina menjelaskan, sebagian boneka di kategori ini, seperti boneka Kokeshi yang terbuat dari kayu, banyak digunakan sebagai cinderamata yang diminati para wisatawan yang mengunjungi Jepang bagian utara.

Lanjut, pada bagian paling belakang pameran, terdapat beberapa boneka yang menunjukkan perkembangan terkini kebudayaan boneka di Negeri Sakura. Boneka-boneka kontemporer di sini merupakan pengembangan yang terpengaruh kebudayaan di masa modern. Rina mengungkapkan, budaya boneka sangat dinikmati di Jepang sampai zaman sekarang dan bentuknya pun sangat bermacam-macam. Di masa sekarang boneka mulai terinspirasi karakter animasi atau ada boneka yang dibuat untuk kebutuhan pertunjukan teater.

 

Ia menambahkan, di kalangan anak-anak perempuan di Jepang saat ini juga sedang gandrung dengan boneka yang disebut Licca-chan. "Sangat populer oleh anak-anak perempuan di Jepang, seperti boneka Barby," ungkap Rina. Dengan melihat keunikan dan keragaman budaya boneka Jepang, Rina berharap pengunjung di Bali bisa menemukan perbedaan dan kesamaan di antara budaya Jepang dengan budaya yang berkembang di Bali.

Pemilik Cush Cush Gallery Suriawati Qiu mengatakan sejatinya terdapat banyak kesamaan antara kebudayaan Jepang dan kebudayaan Bali. "Saya pikir (melalui pameran ini) kita merayakan keberagaman tapi sekaligus juga kesamaan kita," ujar Suriawati. Menurutnya cara hidup Jepang menyerupai cara hidup orang Bali dalam memaknai kehidupan dari lahir hingga meninggal dunia. Boneka Amagatsu dan Hoko misalnya digunakan dalam persembahyangan memohon kesehatan bayi sebelum dan sesudah dilahirkan. Boneka ini diletakkan di dekat bantal bayi agar kekuatan jahat tidak bisa mendekati bayi.

"Kalau di Bali kita sama ya, upacara ada tapel-tapel (topeng) tertentu yang punya makna atau wayang-wayang tertentu yang punya makna," ujarnya. Suriawati juga berharap pameran ini menjadi medium masyarakat di Bali untuk lebih mengenal budayanya sendiri dengan cara membandingkan keberadaan kebudayaan Bali dengan keberadaan kebudayaan bangsa lain. "Kita mau membuat sebuah koneksi dan ruang bagaimana kita bisa saling belajar dan menginspirasi," ujarnya.

Satu boneka Jepang bernama Daruma menurutnya memiliki filosofi sangat dalam dan inspiratif. Boneka Daruma dibuat dengan bentuk oval berwarna merah sehingga boneka terbuat dari kayu ini akan kembali ke posisi semula jika coba digulingkan. Menurut Suriawati, boneka populer di Jepang ini berusaha mengingatkan manusia untuk hidup seimbang dan selalu berusaha bangkit setelah terjatuh.

Foto: Pemilik Cush Cush Gallery Suriawati Qiu. -SURYADI  

"Semua orang suka untuk memilikinya karena memiliki makna itu," ungkap Suriawati yang sempat melawat ke Jepang sebelum pameran ini berlangsung. Sementara itu Konsul Jenderal Jepang di Denpasar Katsumata Harumi turut merasa gembira atas terlaksananya pameran kebudayaan boneka Jepang di Bali. Hal itu karena beberapa tahun terakhir pameran kebudayaan Jepang tidak bisa dilakukan karena terkendala pandemi Covid-19. Harumi mengatakan, pameran boneka Jepang ini sekaligus sebagai perayaan 65 tahun hubungan diplomatik antara Jepang dengan Indonesia.

"Saya berharap pameran boneka Jepang ini bisa dinikmati masyarakat Bali sehingga dapat lebih jauh memahami kebudayaan Jepang," ujar Harumi. Harumi mengungkapkan keberadaan boneka memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Jepang, karena digunakan mulai dari sebagai bagian ritual keagamaan, perayaan, hingga dekorasi. 7 cr78

Komentar