nusabali

Presidential Threshold, Golkar Masih Ngotot 20%

  • www.nusabali.com-presidential-threshold-golkar-masih-ngotot-20

Pembahasan RUU Pemilu masih belum menemukan titik tengah antara pemerintah dan DPR karena masih terganjal isu presidential threshold (ambang batas pencalonan presiden). 

JAKARTA, NusaBali
Golkar yang pilihannya sama dengan pemerintah, berharap partai lain bisa menyamakan paradigma. Saat ini, pemerintah bersama sejumlah partai memiliki posisi yang sama untuk ambang batas capres. Yakni minimal 20% perolehan kursi di DPR dan 25% suara nasional dalam pemilu. "Pembahasan UU pemilu ini harus diorientasikan pada penguatan sistem presidensial. Perlu diatur sedemikian rupa sehingga hasil pilpres memiliki dukungan dari parlemen yang kuat juga," ungkap Sekjen DPP Partai Golkar, Idrus Marham dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (9/7).

"Bayangkan kalau 20% dan semua bisa nyalon, ada orang yang terpilih tapi nggak dapat dukungan parlemen. Kita jangan pikirkan kepentingan sendiri," imbuhnya. Seperti diketahui, saat ini masih terjadi tarik ulur soal angka presidential threshold. Demokrat masih bersikukuh di angka nol persen, sementara partai seperti PDIP atau Golkar dan pemerintah ingin di angka 20-25 persen. Beberapa parpol seperti Hanura, PAN, Gerindra siap berkompromi di angka 10-15 persen sebagai jalan tengah.

Golkar memastikan syarat 20-25 persen ambang batas capres sudah ideal. Sebab hal tersebut juga menjadi aturan pada Pilpres dua periode ke belakang dan berjalan dengan baik.

"Dalam rangka itu maka ambang batas presiden 20 persen kursi dan 25 persen suara itu tetap kita jalankan. Apalagi itu udah pernah dilakukan di 2009 dan 2014," kata Idrus dilansir detik.com. Meski begitu Golkar mengaku masih terus melakukan lobi-lobi politik ke partai yang lain. Khususnya partai-partai yang memiliki keinginan berbeda dengan Golkar.

"Kita lobi saja semua, kita komunikasikan. Golkar hanya mengajak untuk mari kita miliki paradigma yang sama," ucapnya. Isu soal ambang batas capres ini menimbulkan berbagai wacana. Bahkan rencana Kemendagri untuk menaikkan dana bantuan parpol dari Rp 108 menjadi Rp 1.000 per satu perolehan suara di pemilu dinilai sebagai bentuk barter. Golkar sendiri mendukung rencana kenaikan dana bantuan parpol. Negara menurut Idrus memiliki kewenangan untuk membangun dan mengembangkan kelembagaan partai. Namun hal tersebut terkait dengan urusan biaya yang kemudian harus diatur sedemikian rupa. *

Komentar