nusabali

Penetapan NJOP Dinilai Tak Adil

  • www.nusabali.com-penetapan-njop-dinilai-tak-adil

Forkomdeslu menyoroti pemberlakuan tarif yang sama untuk satu kawasan, kendati tidak semua lahan memiliki potensi bagus.

SINGARAJA, NusaBali
Penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) khusus Pajak Bumi Bangunan Kawasan Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) dinilai tidak memenuhi asas berkeadilan. Besaran NJOP yang dikenakan kepada masyarakat sering kali dipukul rata di sebuah wilayah. Forum Komunikasi Kepala Desa dan Lurah (Forkomdeslu) Buleleng saat diundang dalam rapat dengar pendapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Pajak dan Retribusi Daerah, di ruang Gabungan Komisi DPRD Buleleng, Senin (4/9).

Ketua Forkomdeslu Buleleng Ketut Suka menyampaikan, masyarakat di bawah seringkali mengeluhkan besarnya penetapan NJOP yang diberlakukan. Bahkan kenaikan NJOP terjadi hingga 300 persen. Penetapan NJOP ini pun dinilainya dipukul rata di satu wilayah.

Dia mencontohkan di Desa Kalibukbuk yang masuk dalam kawasan wisata. NJOP yang ditetapkan besarannya sama. Padahal belum tentu seluruh lahan milik masyarakat memiliki potensi yang sama.  “Ada lahan yang tidak ada jalan, tanah kering dan tidak menghasilkan juga NJOPnya sama karena ada di kawasan pariwisata. Ini kan asal-asalan tanpa melihat potensi. Tidak hanya warga kami di Kalibukbuk saja, di desa lain juga kasusnya hampir sama,” kata Ketut Suka.

Besarnya NJOP yang ditetapkan, malah membuat banyak masyarakat yang tidak mengambil Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dan akhirnya tidak membayarkan pajak. Lalu saat mereka mengajukan keberatan atas NJOP yang ditetapkan ke Badan Pengelola Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Buleleng, kembali muncul di tahun berikutnya dengan NJOP yang sama.

“Harapan kami kepada pemerintah dalam memberikan penyesuaian NJOP tolonglah serap aspirasi masyarakat. Sehingga betul-betul mereka patuh terhadap kewajiban dan tidak menolak tetapi besarannya agar tidak terlalu memberatkan buat mereka,” imbuh dia.

Sementara itu Ketua Badan Pembentukan Perda DPRD Buleleng I Nyoman Wandira Adi menekankan 4 poin dasar dalam penyusunan Ranperda tentang Pajak dan Retribusi Daerah yang sedang disusun BPKPD Buleleng. Poin pertama masukan masyarakat terkait penyesuaian NJOP agar didengar dan menjadi kajian dalam penyusunan ranperda. Ketua Fraksi Golkar DPRD Buleleng ini menyebut akan lebih baik jika penyesuaian dengan menurunkan NJOP.

Kedua dalam penyesuaian NJOP pemetaan harus dilakukan dengan jelas. Penetapan NJOP agar tidak lagi melihat satu kawasan, tetapi mengkaji satu per satu lahan yang ada. Poin ketiga yang juga menjadi perhatiannya soal besaran pajak turun waris yang terlalu tinggi. Usulan masyarakat pun mengharapkan agar dalam pengurusan turun waris hanya dikenakan biaya pengurusan, sedangkan pajaknya agar dinolkan.

Lalu keempat dia menyoroti soal honor atau upah pendistribusian SPPT yang biasanya dibantu oleh Kepala Dusun (Kadus) atau Kepala Lingkungan (Kaling), agar dianggarkan kembali. Sebab banyak SPPT yang masih belum beredar ke masyarakat.

“Honor pendistribusian SPPT agar dikaji kembali, bagaimanapun mereka juga lelah, payah dan perlu untuk beli BBM. Satu lagi soal perubahan nama dalam SPPT dari pemilik lama ke pemilik baru masih perlu disederhanakan. Kalau bisa 1 hari selesai,” tegas Wandira. 7k23

Komentar