nusabali

Whispering Calligraphy, Karya Maestro Made Wianta Dipamerkan di Sudakara ArtSpace Sudamala Resort Sanur

  • www.nusabali.com-whispering-calligraphy-karya-maestro-made-wianta-dipamerkan-di-sudakara-artspace-sudamala-resort-sanur

DENPASAR, NusaBali.com – Maestro seni Made Wianta meninggalkan warisan seni tak ternilai. Bukan sekadar lukisan, namun Wianta mamp melahirkan gerakan kebudayaan.

Karya lukis Wianta pun tak hanya berbicara soal lukisan, melainkan juga budaya. Seperti 18 lukisan yang saat ini dipamerkan di Sudakara ArtSpace, Sudamala Resort, Sanur, mengangkat lukisan kaligrafi.

Pameran lukisan kolaborasi ‘Whispering Calligraphy’ berlangsung 28 Agustus hingga 30 September 2023 bekerjasama dengan keluarga almarhum Made Wianta.

Karya lukisan Wianta ini ini merupakan salah satu bagian periode lukisan yang dilaluinya. Seniman kelahiran 20 Desember 1949 ini memulai dengan periode Karangasem, kemudian periode kaligrafi dan terakhir periode seri geometri atau kubistik.

Inspirasi karya ‘Whispering Calligraphy’ terjadi pada tahun 1985 saat Made Wianta berkunjung ke Jepang dalam sebuah lawatan budaya mendampingi Gubernur Bali saat itu, Ida Bagus Mantra.

Di Fukuoka, Made Wianta terkesima melihat istana Edo dengan lukisan lukisan kaligraf Jepang. “Karya kaligrafi Pak Wianta terinspirasi saat diajak Pak Mantra ke Jepang. Saat di Istana Edo, beliau melihat huruf Jepang yang mirip huruf Bali namun terlihat lebih artistik,” ungkap Intan Kirana, istri almarhum Made Wianta di sela-sela pembukaan pameran di Sudamala Resort, Senin (28/8/2023) petang.

Pada saat berkunjung ke Zen Caligrapher itulah, lanjut Intan Kirana, Wianta mencoba mengekspresikan kaligraf dengan kuas, tinta dan kertas, hasilnya mendapat pujian dari Master Zen Calligrapher. 

Bahkan sang master mengira Made Wianta memiliki darah Jepang. Sejak saat itu, Made Winta melatih tangan dan konsentrasinya agar tercipta kaligrafi yang tidak hanya tulisan, tetapi lukisan Wianta merasa bahwa setiap huruf-huruf yang indah bisa mengeluarkan bunyi seperti tanda-tanda dalam nada lagu. 

Sehingga sebelum dia mencoretkan kuas di atas kanvas, Wianta selalu bermeditasi pada adukan kuas dalam tinta seperti yang diajarkan Master Zen Calligrapher. 

Di saat hening itu Wianta mendengar bisikan kaligrafi (whispering calligraphy) seperti bisikan angin, udara, air yang kemudian menjadi ritme indah yang tertuang di kanvas dari bisikan kaligraf.

“Sebenarnya pada periode Karangasem Pak Wianta sudah melukis kaligrafi Bali,” ujar Intan Kirana. Hanya saja inspirasi dan pengembangan karya lukis Wianta itu ‘terlecut’ pasca menyaksikan kaligrafi Jepang.

Huruf-huruf kanji Jepang Katagana Hiragana adalah mula inspirasi yang tidak bisa dipisahkan.  Sebagai spirit Asia, Wianta seolah merasa terpanggil untuk mengolah keindahan kaligraf Jepang dalam sebentuk karya seni rupa.

Made Wianta merupakan salah satu pelukis kebanggaan Bali dan Indonesia. Karya kaligrafi Wianta dengan teknik brush struck dan cipratan warna-warna yang menakjubkan terlihat sangat kompromi ketika membangun ruang dalam medium dua dimensi.

Pameran lukisan yang menampilkan 18 karya dari seniman berbakat Made Wianta merupakan contoh nyata dimana ketidakpahaman atas arti bahasa tidak membuat peristiwa penikmatan keindahan tulisan menjadi tidak mungkin. 

Sementara itu Putu Suasta pengamat seni dan budaya yang juga dikenal sebagai sahabat Made Wianta menyebut Made Wianta adalah seniman tradisional yang kontemporer yang menerobos ruang dan waktu.

“Kalau seniman lukis banyak, namun beliau (Made Wianta) mampu menciptakan gerakan kebudayaan yang melewati tapal batas dan waktu,” sanjung Putu Suasta. 

Made Wianta menempuh pendidikan di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Denpasar, berlanjut ke Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) ASRI yang saat ini merupakan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Selain belajar gaya klasik wayang pada lukisan Bali di Kamasan, Klungkung, Made Wianta juga memperdalam kemampuan melukisnya di Brussels, Belgia pada sekitar tahun 1970-an

“Sudakara merasa terhormat dapat memamerkan karya seni dari Almarhum Bapak Made Wianta, karya-karya beliau diakui di dunia Internasional. Gaya lukis beliau selalu berkembang, dan bisa diterima oleh berbagai kalangan usia Beliau adalah sebuah inspirasi yang bisa melintas generasi-kalau dalam istilah lokal, mungkin bisa disebut moksha, Karya-karyanya masih terasa relevan hingga hari ini," kata Ricky Putra, COO of Sudamala Resort. 

Komentar