nusabali

Tradisi Kuno Ngoncang dan Matekap Meriahkan Festival Jatiluwih

  • www.nusabali.com-tradisi-kuno-ngoncang-dan-matekap-meriahkan-festival-jatiluwih
  • www.nusabali.com-tradisi-kuno-ngoncang-dan-matekap-meriahkan-festival-jatiluwih

TABANAN, NusaBali - Pembukaan Festival Jatiluwih IV di Desa Jatiluwih, Kecamatan Penebel, Tabanan, dimeriahkan dengan tradisi kuno Ngoncang dan Matekap, Sabtu (22/7).

Ngoncang adalah proses memproduksi padi menjadi beras secara tradisional yang dilakukan dengan cara menumbuk padi, sedangkan Matekap adalah proses mengolah lahan untuk persiapan menanam padi.

Festival yang digelar selama dua hari pada 22 – 23 Juli 2023 ini dibuka Bupati Tabanan Komang Gede Sanjaya, dipusatkan di Wantilan Pura Pucak Petali bukan di areal Subak Jatiluwih. Tak hanya dua tradisional kuno yang menjadi ikon yang ditampilkan, segala kegiatan yang berkaitan dengan sistem pertanian juga diperkenalkan kepada wisatawan.

Khusus tradisi Ngoncang, saat festival kemarin dibawakan oleh ibu-ibu lansia berjumlah lima orang. Mereka berpakaian putih kuning lengkap dengan peralatan ngoncang yang digunakan untuk menumbuk padi zaman dulu. Sedangkan tradisi Matekap dibawakan oleh satu orang petani lengkap dengan satu ekor sapi. Matekap ini adalah membajak sawah yakni mengolah tanah sebagai persiapan menanam padi.

Pembukaan festival ditandai dengan membunyikan kepuakan atau alat tradisional dari bambu yang digunakan untuk mengusir burung ketika padi sudah menguning.

Sebenarnya Festival Jatiluwih IV rencananya dilaksanakan pada 16-18 Juli 2023. Namun karena sejumlah alasan, festival diundur dan baru bisa digelar pada Sabtu kemarin, meskipun pra event kegiatan sudah dilaksanakan.

Bupati Sanjaya sangat menyambut baik adanya festival yang digelar setelah pandemi Covid-19. Sebab karena pandemi ini menyebabkan geliat pariwisata meredup. “Jadi pasca Covid-19 kegiatan festival apapun kami dukung. Sebab festival ini bukan saja sebagai ajang promosi tapi juga sebagai penggerak ekonomi,” katanya.

Menurut Bupati Sanjaya, wisata Jatiluwih menjadi atensi pemerintah Tabanan. Apalagi Jatiluwih sudah dikenal secara luas sehingga eksistensinya terus dikembangkan sesuai dengan potensi yang ada. “Banyak tradisi kearifan lokal saat festival ditampilkan. Salah satunya Rejang Kesari sebagai ungkapan syukur kepada Dewi Sri. Kemudian ada pula tradisi Matekap. Ini kearifan lokal yang harus dilestarikan, jadi wisata jalan, tradisi tetap jalan,” tegas Bupati Sanjaya.

Plt Manajer DTW Jatiluwih I Gede Made Alit Toya Winangun mengatakan Festival Jatiluwih IV dimeriahkan dengan sejumlah kesenian lokal. Namun sebagai hiburan pamungkas akan tampil Celekontong Mas untuk menarik wisatawan luar Tabanan. “Tujuan menggelar event adalah menarik kunjungan wisatawan,” kata Toya Winangun.

Disebutkannya anggaran untuk mendukung festival ini bersumber dari dana promosi yang dimiliki manajemen sebesar Rp 250 juta. Serta mendapat dana pendampingan Kementerian Pariwisata sebesar Rp 100 juta, dan ada peran serta dari desa adat di Jatiluwih. “Kita harapkan dengan digelarnya festival ini kunjungan wisatawan ke Jatiluwih meningkat. Karena saat ini kunjungan rata-rata per hari tembus 1.000 orang dan dominasi wisatawan Eropa,” ucap Toya Winangun. 7 des

Komentar