nusabali

Kepala Bappeda Buleleng, Putu Ayu Reika Nurhaeni, Empat Tahun Jadi Camat di Daerah Rawan Konflik

  • www.nusabali.com-kepala-bappeda-buleleng-putu-ayu-reika-nurhaeni-empat-tahun-jadi-camat-di-daerah-rawan-konflik

SINGARAJA, NusaBali - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Buleleng Putu Ayu Reika Nurhaeni, adalah salah satu sosok perempuan yang sukses meniti karir di Lingkup Pemkab Buleleng.

Namun capaian kartini lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN) angkatan ketiga ini, tidak selancar jalan tol. 

Sebelum menempati kursi empuk saat ini, Reika melalui banyak rintangan, perjuangan dan kerja keras sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Perempuan kelahiran Desa Bila, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng, 9 Agustus 1972 ini merupakan camat wanita pertama yang dilantik di Buleleng pada tahun 2008 silam. 

Dia diangkat sebagai ASN setelah lulus STPDN pada tahun 1994 dan langsung ditugaskan sebagai Kepala Sub Seksi di Kantor Camat Banjar. Beberapa tahun kemudian Reika naik jabatan sebagai Kepala Seksi dan pada tahun 2008 dilantik menjadi Camat Banjar.

Perjuangan dan kerja kerasnya pun mulai diuji. Terlebih saat itu sedang terjadi gonjang ganjing dampak politik. Beberapa desa di kawasan Kecamatan Banjar sempat bersitegang. “Saya masih ingat sekali sehari setelah dilantik, besoknya sudah ada perobohan tapal batas di Desa Kayuputih-Banyuatis. Beruntung saat itu bersama muspika bisa meredam sehingga tidak sampai melebar persoalannya,” terang Reika.

Ibu tiga anak ini pun mengakui, bertugas di daerah rawan konflik cukup berat. Situasi yang kurang kondusif saat itu mulai ditata dengan cara wanita. Perlahan Reika bersama unsur Muspika mulai turun ke desa-desa secara rutin. Melakukan pendekatan kepada  tokoh masyarakat dari hati ke hati.

 “Coba saya buktikan pendekatan ala perempuan yang menggunakan hati. Kita ajak masyarakat ikut berbagai kegiatan pemerintah dengan lomba desa adat, menghidupkan sekaa gong intinya kegiatan-kegiatan positif. Ternyata itu berhasil, perlahan situasi mulai kondusif,” ucap istri Putu Dana Harta ini.

Sebagai bagian dari pemerintah dan meskipun seorang wanita, Reika tidak pernah takut sedikitpun di tugaskan di daerah rawan konflik. Dia percaya bahwa semuanya dapat diselesaikan dengan keterbukaan, komunikasi dan koordinasi yang baik. Yang membuatnya kuat dan tangguh, dia bekerja bersama dengan unsur Muspika lain baik dari Polsek, Koramil hingga Perbekel dan tokoh masyarakat. Dukungan intern dari suami yang selalu mendampinginya menjadi salah satu kunci keberhasilan karir Reika.

Empat tahun mengabdi di Kecamatan Banjar, pada tahun 2012, Reika dimutasi menjadi Kepala Bidang di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD). Pada 2013, Reika mendapat promosi dari Kabid Pemerintahan Desa Dinas PMD menjadi Sekretaris Satuan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol).

Roda mutasi kembali bergulir, pada tahun itu juga alumni SMAN 1 Bangli ini dilantik menjadi camat Buleleng. Karirnya pun terus melejit hingga 2015 Reika diangkat menjadi Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Buleleng. “Di Disdukcapil saya 7,5 tahun. Cukup lama sampai tahun lalu dimutasi ke Bappeda. Bagi saya pribadi tidak masalah mau dibawa ke mana saja saya terima dan harus siap,” tutur anak sulung pasutri I Wayan Sadha Wijaya dengan almarhum Ni Ketut Nurasihani.

Selama 29 tahun menjadi ASN, Reika memiliki prinsip tetap harus bisa mengatur pikiran dan hati dalam bekerja. “Ketika saya di kantor saya adalah pimpinan. Tetapi setelah saya pulang ke rumah, semua jabatan di kantor saya lepaskan sepenuhnya. Di rumah saya melakukan kewajiban sebagai istri dan ibu pada umumnya. Sebagai seorang wanita yang berkarir kita harus mampu memposisikan diri,” tegas dia.

Sementara itu capaian sebagai pejabat eselon II saat ini Reika mengaku tidak ada target capaian lain. Wanita asal Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng ini, menjalani semua prosesnya seperti air mengalir. 7 k23

Komentar