nusabali

Pemberian Label Berkelindan Negatif dan Positif

  • www.nusabali.com-pemberian-label-berkelindan-negatif-dan-positif

TEORI Labeling pertama kali dikemukakan oleh Edwin M Lemert, profesor sosiologi Universitas Kalifornia, USA.

Pemberian cap negatif merupakan bentuk stigma negatif, yang diberikan oleh individu atau kelompok melalui penilaian terhadap kekurangan yang dimiliki. Labeling cenderung diberikan pada orang yang memiliki penyimpangan, seperti  gaya hidup, pemakaian barang konsumsi, penyimpangan seksual, atau kriminalitas. Dalam konteks sosial, labeling berkonotasi negatif sebagai predikat buruk.

Pemberian ‘cap’ selalu berkelindan dengan perilaku, kepribadian, atau kebiasaan menyimpang. Pemberian julukan didasarkan atas perbedaan suku, ras, jenis kelamin, hingga pekerjaan. Pemberian identitas negatif dapat mengalienasi seseorang, sehingga dia merasa tidak layak berada di lingkungan gaulnya. Dia juga akan merasa tidak berdaya atau memiliki harga diri  rendah. Alienasi adalah perasaan yang membuat seseorang memilih untuk menarik diri dari lingkungan. Tanpa disadari, seseorang mungkin pernah menjuluki teman, kerabat, atau bahkan keluarga dengan cap tertentu. Meskipun dianggap lumrah, pemberian identitas buruk, seperti ‘pemalas’, ‘dasar pelacur’, ‘pemabuk’, atau ‘pecundang’ akan menjadi sumur keterasingan dari lingkungan, rendahnya rasa percaya diri, atau menurunnya kesehatan mental.

Pemberian label negatif akan berujung buruk. Sebaliknya, pemberian cap positif akan menuai empati. Penelitian menarik dilakukan oleh William J Chambiss terhadap 8 siswa nakal di suatu sekolah menengah. Siswa tersebut terkenal dengan kenakalannya, mulai dari vandalisme, mabuk-mabukan, membolos, dan lain-lain. Siswa-siswa nakal tersebut oleh William J Chambiss dijuluki ‘Saints’ (orang-orang suci dan mulia). Peneliti kemudian mengamati dampak setelah penjulukan dan ternyata efeknya sangat mencengangkan. Awalnya, siswa-siswa tersebut tidak ingin dikenal. Tetapi, setelah diberikan julukan keren ‘saints’, mereka berhati-hati dalam aksi-aksi kenakalannya. Mereka ternyata senang dengan julukan positif tersebut.  Lambat laun siswa-siswa tersebut malu melakukan kenakalan. Akhirnya mereka berhasil meninggalkan kebiasaan buruk tersebut dan seutuhnya menjadi ‘saints’.

Sebaiknya, masyarakat maju sebaiknya berhati-hati dalam memberikan label. Kecenderungannya, julukan-julukan positif akan memberi dampak positif pula. Hal tersebut diterapkan dalam pendidikan, pergaulan sehari-hari, bahkan pemerintahan. Memang bukan perkara mudah mengubah sesuatu yang sudah biasa dilakukan. Akan tetapi kita harus paham bahwa kita bertanggung jawab untuk membuat bangsa ini lebih baik, minimal dimulai dari diri sendiri.

Label negatif, seperti ‘prostitusi online’ semakin menjamur. Walau sudah ditangkap pelaku dan mucikarinya, namun tidak menimbulkan efek jera. Setelah ditangkapnya Robbie Abbas, mucikari pekerja seks komersial dari kalangan selebritas, prostitusi online semakin tersembunyi dan tidak menutup usahanya. Psikolog forensik kriminal, Reza Indragiri Amriel menilai, prostitusi online, apalagi kelas atas, sulit untuk diberantas. Hal yang bisa dilakukan untuk menekannya, yaitu dengan membongkar seluruh imperium bisnis esek-esek online kelas atas ini, katanya.

Sebagai perbandingan iseng, seorang pekerja kantoran di Jakarta memeroleh gaji sebulan tertinggi Rp 20 juta. Sedangkan, pelacur daring kelas atas, memeroleh imbalan Rp 30 juta, atau bahkan lebih hanya kencan beberapa jam. Reza menyebut bahwa prostitusi online kelas atas sulit diberantas karena masyarakat masih fokus pada PSK dan mucikarinya. Mestinya, para pelanggannya harus dijerat secara keras agar menimbulkan efek jera.  Apalagi, ada kecenderungan, para pelanggan prostitusi kelas atas adalah pengusaha atau pejabat.

Ada juga judi online. Dewasa ini, metode perjudian telah menggunakan teknologi digital yang sangat variatif. Memang, perjudian diharamkan dan sulit diberantas seperti prostitusi online. Penyebabnya, antara lain: kecanduan, kesenangan, atau gangguan kesehatan mental. Dampak perjudian, seperti penurunan taraf ekonomi, peningkatan kriminalitas, hingga pencurian data. Seorang penjudi sering terpancing kemenangan akan terus mengejar keuntungan lebih besar. Labeling negatif tidak selalu berkelindan dengan penghentian perilaku buruk atau menimbulkan efek jera. Ada sebagian aktivitas sosial yang menafikan pengaruh buruk walau dijuluki negatif. Koruptor, kutu loncat, sampah masyarakat, pecundang, dan sebagainya masih marak dalam kehidupan sosial, budaya, maupun politik. *

Prof Dewa Komang Tantra MSc, PhD

Komentar