nusabali

ST Dhananjaya Bikin Ogoh-ogoh Berbahan Limbah Plastik

Upaya Kampanyekan Aksi Peduli Lingkungan

  • www.nusabali.com-st-dhananjaya-bikin-ogoh-ogoh-berbahan-limbah-plastik
  • www.nusabali.com-st-dhananjaya-bikin-ogoh-ogoh-berbahan-limbah-plastik

DENPASAR, NusaBali
Konsep bahan ramah lingkungan kini menjadi tren di kalangan seniman Ogoh-ogoh zaman sekarang. Seperti Sekaa Teruna Teruni (ST) Dhananjaya.

Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1945 kali ini, ST Dhananjaya, Banjar Danginpeken Intaran, Sanur Kauh, Denpasar Selatan, menggunakan bahan yang berbeda dalam pembuatan Ogoh-ogohnya yakni mengombinasikan sampah plastik dan bahan organik.

Kreator Ogoh-ogoh, I Wayan Hendrawan menerangkan, limbah plastik yang digunakan menyimbolkan Bhuta Menadi, sedangkan bahan organik ia simbolkan sebagai perwujudan Dewa. “Kali ini kita memakai media non organik atau limbah plastik dan bahan organik. Itu sebagai wujud simbol dari pengabdian sang Jatayu untuk menyelamatkan ibu pertiwi dari limbah-limbah plastik atau kekotoran di dunia ini,” ujar Hendrawan saat ditemui di lokasi pada Rabu (16/2) malam.

Sebagai seorang kreator, pria yang memiliki nama beken Jero Apel Hendrawan menjelaskan kali ini ia mengangkat tema ‘I Garuda Mas’ yang mengambil konsep dari epos Ramayana. Dimana, lanjut dia menyelamatkan Dewi Sinta dari penculikan Prabu Dasamuka. Ia menjelaskan alasannya mengambil tema tersebut karena ingin mengangkat pengabdian sosok Ibu, sebab Dewi Sinta sendiri, kata dia, diwakilkan sebagai sosok ibu pertiwi.

Selain alasan tersebut, Jero Apel Hendrawan juga sering melakukan aksi bersih-bersih dan salah satu cara untuk mengedukasi generasi muda bahwa sampah bisa diolah menjadi sebuah karya. Sehingga dirinya ingin mantap penggunaan bahan limbah plastik pada Ogoh-ogohnya.

“Saya dari awal memang sudah mengonsepkan tema ini, karena banyak dari karya-karya lukisan saya yang bertemakan garuda dari simbol pengabdian sampai terwujud Ogoh-ogoh ini. Selain itu juga untuk meneruskan ide-ide saya dari tema pengabdian terhadap alam dan lingkungan,” tutur pria kelahiran 29 Mei 1974.

Untuk mengumpulkan limbah-limbah plastik tersebut, kata Jero Apel Hendrawan dirinya sengaja mengumpulkan para ST untuk mencari limbah plastik yang tercecer dari buangan masyarakat sekitar Banjar Danginpeken Intaran. Setelah mendapat limbah plastik itu, plastik-plastik tersebut dikumpulkan dan dibersihkan lalu diolah untuk dijadikan sebuah karya Ogoh-ogoh. Sedangkan bahan organik yang digunakan berupa clay atau tanah liat, koran, dan bambu.

“Rangka kita menggunakan kawat aluminium dan kawat jaring aluminium, karena untuk ke depannya bahan ini masih bisa dipakai dan tidak menjadi barang sampah atau limbah,” jelas pria berzodiak Gemini itu.

Nanti, ukuran Ogoh-ogohnya akan mencapai tinggi 5 meter dengan lebar 3 meter yang akan menghabiskan dana sekitar Rp 5 juta. Sedangkan, bahan limbah plastik yang digunakan sekitar 10 kilogram. Soal proses pembuatannya, Jero Apel Hendrawan mengatakan mengalami sedikit kesulitan. Pasalnya, warna sampah plastik yang didapatkan beragam. Sehingga pihaknya perlu mengelompokkan warna yang senada agar terlihat selaras dan harmonis.  

Setelah Ogoh-ogoh rampung dan selesai, pihaknya tidak memperlombakan Ogoh-ogohnya. Bahkan setelah acara pengerupukan, rencananya Ogoh-ogoh I Garuda Mas akan terus dipajang karena pihaknya sangat menghormati sebuah karya. “Apabila itu rusak dengan sendirinya, akan melalui proses pengisengan (melebur, red) dengan menunaskan tirta ke griya dan simbolis mengepik atau mengambil bahan dari Ogoh-ogoh yang tidak berbahaya untuk digeseng (dibakar, red). Serta bahan yang sudah rusak dan tidak dipakai akan kita serahkan ke Dinas Kebersihan Provinsi (DKP),” tuturnya.

Ia pun berharap, tradisi Ogoh-ogoh bisa tetap lestari dan para seniman terkait agar tidak memusingkan soal pemilihan bahan. Sebab, kata dia, tidak ada batasan dalam berkesenian karena hal itu sangat terbuka dan tidak terbatas.

“Suatu karya besar itu tidak akan memandang memilih bahan-bahan apa yang diperlukan. Kita harus menghargai dan pintar memilih bahan karena itu proses secara alamiah. Dalam urusan ini kita juga sangat menjaga lingkungan dalam artian bagaimana sebaiknya di satu sisi kita juga harus bisa menilai skill seniman karena berkarya itu sangat liar dan tidak terbatas,” pungkasnya. *ol3

Komentar