nusabali

Sasih Metu Gering, Yowana Badung Diedukasi Esensi Kasanga Lewat Seni Pertunjukan

  • www.nusabali.com-sasih-metu-gering-yowana-badung-diedukasi-esensi-kasanga-lewat-seni-pertunjukan
  • www.nusabali.com-sasih-metu-gering-yowana-badung-diedukasi-esensi-kasanga-lewat-seni-pertunjukan

MANGUPURA, NusaBali.com – Sasih kasanga disebut sebagai sasih atau bulan di mana bhutakala merajalela. Pengaruh negatif sasih ini sangat tinggi sehingga yowana wajib mengetahui makna ritual selama sasih kesembilan dalam penanggalan Bali ini.

Pengenalan makna dan esensi sasih kasanga dilakukan dengan cara yang tidak biasa yakni lewat pertunjukan seni oleh Sanggar Seni Pancer Langiit. Tontonan sekaligus tuntunan ini digelar pada Selasa (14/2/2023) siang di Balai Budaya Giri Nata Mandala, Puspem Badung.

Dihelat serangkaian penyerahan dana inovasi dan kreativitas yowana se-Gumi Keris, Pasikian Yowana Badung sengaja menggandeng Pancer Langiit untuk kemasan edukasi berbeda. Seni pertunjukan ini melibatkan kurang lebih 80 penabuh, penari, dan peran lain.

Kata Pembina Sanggar Seni Pancer Langiit AA Gede Agung Rahma Putra, 35, seni pertunjukan bertajuk Kasanga ini memberikan pesan mendalam kepada yowana. Sebab, sasih kasanga bukan saja soal menggarap ogoh-ogoh namun ada esensi yang lebih dari itu menyangkut individu dan semesta.

“Jangan sekadar memikirkan ogoh-ogoh. Itu memang bagus. Namun ingat bagaimana memaknai sasih kasanga yang sebenarnya. Sebuah masa di mana pametuan bhutakala dan gering itu terjadi,” tutur pria yang akrab disapa Gungde Rahma.

Oleh sebab itu, dalam lima segmen seni pertunjukan Kasanga ini dipertunjukkan bagaimana sasih memengaruhi manusia dan semesta. Lantaran, sasih itu merupakan siklus alam yang selalu berputar.

Khususnya mengenai sasih yang diangkat dalam seni pertunjukan ini yakni sasih kasanga, adalah masa yang paling rentan dan di mana pengaruh negatif bhuta dan kala keluar. Oleh karena itu, mulai dari rakyat yang terpengaruhi energi kasanga, gering disebarkan, sampai prosesi pamelastian dengan barong landung dan barong bangkal, serta tawur agung digambarkan.

Mengingat energi negatif yang begitu kuat beredar di sasih kasanga, yowana sebagai ujung tombak pergerakan adat, agama, dan budaya harus teguh dan mulat sarira. Jangan sampai karena asyik menggarap ogoh-ogoh, esensi kasanga yang begitu sakral ini dilupakan, apalagi sampai terjadi gesekan pada malam tawur.

“Ini sudah tercatat dalam lontar Sundarigama. Tawur kasanga ini adalah ritual penyucian seperti pamelastian dan pacaruan. Pengaruh negatif itu dinetralisir agar bagaimana manusia tidak terkena gering atau penyakit,” jelas lulusan Doktor Penciptaan Tari ISI Surakarta.

Setelah sasih kasanga dan tawur agung dilakukan setelah itu terdapat jeda bhuana agung dan bhuana alit. Sebab ketika memulai tahun yang baru itu dimulai dari nol, dimulai dari kekosongan yakni Hari Suci Nyepi.

Pada sasih kadasa yang sudah di-tawur atau disucikan ini, barulah Ida Bhatara tedun atau turun ke marcapada. Pada sasih kadasa ini pula dikenal sebuah upacara Ida Bhatara turun kabeh yang dilakukan yang dilakukan setiap awal Tahun Saka yakni sasih kadasa.

Esensi dari sasih kasanga inilah yang diharapkan bisa dipahami oleh yowana se-Kabupaten Badung. Ogoh-ogoh adalah bagian kecil dari ritual yang lebih besar dengan tingkat krusialitas dan kesakralan yang lebih besar. *rat

Komentar