nusabali

Komisi Informasi 'Dianaktirikan', Muncul Wacana Revisi UU KIP

  • www.nusabali.com-komisi-informasi-dianaktirikan-muncul-wacana-revisi-uu-kip

Komisi Informasi yang masih terkesan dianaktirikan alias dinomor duakan dalam peran dan posisinya sebagai lembaga negara muncul wacana merevisi UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang KIP (Keterbukaan Informasi Publik).

DENPASAR,NusaBali
Salah satunya adalah ketentuan pasal 29 ayat (6) UU KIP yang mengatur pembiayaan Komisi Informasi. Komisioner Komisi Informasi Bali I Kadek Wijaya disela-sela mengikuti kegiatan FGD bertema Reposisi dan Penguatan Kelembagaan Komisi Informasi di Jakarta, Jumat (5/5) mengatakan, muncul wacana revisi pasal 29 Ayat (6) UU KIP  yang mengatur pembiayaan karena masing-masing daerah ada ketidakseragaman pembiayaan dalam kegiatan Komisi Informasi yang dibiayai dana APBD. Bukan hanya masalah pembiayaan yang menjadi wacana revisi, sejumlah masalah lainnya soal peran Komisi Informasi juga dibedah.

Sejumlah tokoh nasional hadir dalam FGD ini, seperti Prof Dr Bagir Manan mantan Ketua Mahkamah Agung RI, dan Yanuar Nugroho Staf Ahli Presiden Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Budaya dan Ekologi Strategis.

Menurut Wijaya, soal Pasal 29 ayat (6) pembiayaan Komisi Informasi kabupaten/kota menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah bersangkutan. Persoalannya yang muncul adalah adanya ketidakseragaman pembiayaan pemerintah daerah. Misalnya ada Komisi Informasi di provinsi yang dibiayai penuh, namun ada juga Komisi Informasi yang sama sekali tidak dibiayai pemerintah daerah.  “Hal ini dinilai menghambat pelaksanaan tugas dan fungsi Komisi Informasi. Sehingga pasal ini ada wacana usulan untul dilakukan revisi,” ujar Wijaya.
 
Pria yang juga advokat senior ini mengatakan, soal kedudukan Komisi Informasi juga muncul dalam FGD ini untuk diperjuangkan kepada pusat. Disebutkan Wijaya, Komisi Informasi disebutkan sebagai pengawal dan pemutus sengketa informasi dan memiliki kedudukan strategis. “Dapat memutuskan sengketa badan publik dan badan negara,” tambah Wijana.
 
Namun dibalik itu, kata Wijaya, posisi Komisi Informasi belum memiliki status dan kedudukan yang jelas. Komisioner tidak disebut dalam UU KIP sebagai pejabat negara. “Lembaganya jelas sebagai lembaga negara, namun komisionernya tidak jelas kedudukannya sebagai pejabat negara, sehingga menyulitkan pemerintah daerah melakukan fasilitasi,” tegas pria asal Kelurahan Panjer, Kecamatan Denpasar Selatan ini.

Yang menjadi persoalan posisi KIP dinomor duakan adalah ketika perlakuan Komisi Informasi atas kesekretariatan. Komisi Informasi dalam pasal 29 UU KIP difasilitasi kesekretariatan oleh pemerintah. Tetapi dalam prakteknya pejabat yang membidangi mengurusi kesekretariatan  tidak serius menangani kesekretariatan Komisi Informasi.”Dalam FGD itu muncul KI dinomor duakan. KI ini adalah mitra pemerintah dalam membangun pemerintahan yang bersih. Ada wacana revisi terbatas untuk penguatan posisi Komisi Informasi,” tegas Wijaya. * nat

Komentar