nusabali

Korban Banjir Bandang Sungai Biluk Poh, Jembrana Dukung Rencana Relokasi Pemukiman

Berharap Direlokasi di Wilayah Desa Setempat, Desak Perambahan Hutan Disetop

  • www.nusabali.com-korban-banjir-bandang-sungai-biluk-poh-jembrana-dukung-rencana-relokasi-pemukiman
  • www.nusabali.com-korban-banjir-bandang-sungai-biluk-poh-jembrana-dukung-rencana-relokasi-pemukiman

Kayu-kayu hutan besar sengaja dimatikan dijadikan kebun pisang. Selama alih fungsi lahan hutan tetap dibiarkan, pasti banjir akan semakin parah dan terus terjadi.

NEGARA, NusaBali

Adanya wacana Gubernur Bali Wayan Koster untuk merelokasi warga korban banjir bandang Sungai Biluk Poh wilayah Lingkungan Biluk Poh Kangin, Kelurahan Tegal Cangkring dan Banjar Anyar Kelod, Desa Penyaringan, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, disambut baik masyarakat. Hanya saja warga yang sudah berulangkali menjadi korban banjir bandang ini, berharap bisa direlokasi di wilayah desa/kelurahan setempat.

Dari pemantauan NusaBali, Rabu (19/10), sejumlah warga korban banjir di dua wilayah tersebut masih melakukan upaya pembersihan rumah dari sisa material banjir. Upaya pembersihan rumah secara swadaya itu sudah mulai dilakukan sejak, Senin (17/10) atau sehari pasca terjangan banjir bandang pada, Minggu (18/1) malam lalu. Meski sudah berjalan selama 3 hari, masih banyak rumah warga yang terendam lumpur.

“Mungkin sebulan baru bisa bersih. Di dalam rumah juga masih banyak lumpur. Apalagi yang rumahnya tertimbun kayu, sama sekali belum bisa dibersihkan,” ujar salah satu korban banjir di Lingkungan Biluk Poh Kangin I Nengah Weka,78, saat ditemui melakukan pembersihan rumah bersama sejumlah keluarga dan kerabatnya, Rabu kemarin.

Weka mengatakan, banjir bandang yang terjadi pada, Minggu malam lalu, adalah banjir bandang yang keempat kali sekaligus menjadi banjir bandang terbesar. Seingatnya, banjir bandang pertama terjadi pada sekitar tahun 1998 lalu. Banjir bandang kedua terjadi pada tahun 2008 atau berselang 10 tahun dari banjir bandang pertama. Kemudian banjir bandang ketiga terjadi pada tahun 2018 yang juga berselang 10 tahun dari banjir bandang sebelumnya.

“Yang sekarang ini baru 4 tahun, sudah kembali banjir. Setiap banjir terus makin parah. Yin cara tatu, konden was tatu, suba buin matatu (Kalau seperti orang terluka, belum sembuh luka yang lama, sudah kembali terluka),” ucap Weka yang juga menafsir mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah akibat bencana banjir bandang teranyar ini.

Disinggung mengenai adanya rencana relokasi, Weka mengaku, sangat mendukung rencana tersebut. Relokasi pun dinilai menjadi solusi yang paling tepat.

Mengingat ketika terus berada di tempat sekarang, dipastikan akan terus menjadi korban. “Saya juga trauma kalau terus di sini. Saya juga sangat berharap relokasi itu benar-benar terealisasi,” ungkap Weka. Beberapa warga yang sempat ditemui di Posko Pengungsian Tegal Cangkring di Lingkungan Biluk Poh Kangin, juga mengaku sangat mendukung rencana relokasi yang dicetuskan Gubernur Koster. Namun ketika nantinya memang benar ada relokasi, diharapkan masih berada di lingkungan atau di wilayah kelurahan setempat.

“Kalau dibuatkan BTN (perumahan), kita sangat setuju. Ketimbang dikasih bantuan perbaikan rumah, akan percuma. Pasti akan kembali hancur. Tetapi kalau bisa, kita berharap tempatnya masih satu lingkungan atau masih sama kelurahan. Biar kita juga tetap bisa ngumpul,” ucap I Gusti Komang Putra,47, didampingi sejumlah warga lainnya.

Di samping relokasi, Putra dan beberapa korban lainnya mengatakan, salah satu harapan warga langganan korban banjir bandang Sungai Biluk Poh, adalah keseriusan pihak terkait dalam mengatasi perambahan hutan. Mengingat perambahan hutan itu, disinyalir menjadi salah satu pemicu parahnya banjir di wilayah setempat.  

“Kalau tidak dari pengawen (perambah hutan), dari mana datangnya kayu-kayu besar? Itu sudah jelas. Sebelum air naik, saya sendiri pun lihat air sampai naik karena kayu-kayu besar yang menutup aliran sungai. Bahkan saking banyaknya, kayu-kayu juga sampai ikut naik,” ujar Putra yang rumahnya masih tertutup tumpukan kayu.

Secara terpisah, Kepala Kewilayahan Banjar Anyar Kelod, I Kade Winastra saat ditemui di Posko Pengungsian Warga Penyaringan, mengatakan setelah ada penyampaian wacana relokasi oleh Gubernur Koster saat berkunjung Selasa (18/10), pihaknya juga sudah sempat menanyakan tanggapan dari masyarakatnya. Intinya, kata Winastra, masyarakatnya sangat setuju direlokasi.

“Sangat setuju sekali. Cuman masukan warga, kalau nanti memang benar ada relokasi, biar dicarikan dalam satu banjar atau masih satu desa. Karena kalau harus keluar, mereka perlu berpikir. Karena keseharian mereka di sini. Artinya biar tetap merasa di rumah,” ucap Winastra.

Menurut Winastra, saat terjadi banjir bandang yang sebelumnya pada tahun 2018 lalu, sejumlah masyarakatnya juga memiliki rencana relokasi ke tempat lebih aman. Namun karena belum memiliki biaya, mereka belum bisa mencari tempat lain. “Sebenarnya sudah ada yang ingin pindah. Tetapi masih ngumpulin uang. Malah sekarang mereka sudah kembali lagi kena banjir,” ungkap Winastra.

Winastra menambahkan, di samping relokasi terhadap warga yang rawan terdampak banjir bandang, dirinya maupun masyarakatnya sangat berharap adanya langkah konkret pemerintah untuk mengendalikan alih fungsi lahan hutan. Mengingat banjir bandang yang semakin parah ini, juga tidak terlepas dengan parahnya perambahan hutan. “Ini sudah fakta. Kayu-kayu hutan besar sengaja dimatikan dijadikan kebun pisang. Selama alih fungsi lahan tetap dibiarkan, pasti banjir akan semakin parah. Saya yakin kalau hutan masih bagus, tidak mungkin terjadi banjir separah ini,” ucap Winastra. *ode

Komentar