nusabali

Bocah Tewas Tertimpa Pohon Saat Mau Malukat

  • www.nusabali.com-bocah-tewas-tertimpa-pohon-saat-mau-malukat

Kematian tragis menimpa Ni Komang Yulia Verayanti, 9, bocah perempuan asal Banjar Dangin Margi, Desa Tirtasari, Kecamatan Banjar, Buleleng, Senin (17/4) pagi.

Petaka Maut di Sungai Mendaung, Desa Tirtasari, Kecamatan Banjar

SINGARAJA, NusaBali
Bocah berusia 9 tahun ini tewas tertimpa pohon roboh saat hendak malukat (mandi suci) di Pancoran Sudamala di tepi Sungai Mendaung.

Peristiwa maut bermula saat bocah Komang Yulia Verayanti bersama kedua orangtuanya, I Gede Yasa, 39, dan Ni Wayan Sutami, 39, serta adik sepupunya, Luh Febi Amalia, 4, pergi ke Pancoran Sudamala di Sungai Mendaung, yang berlokasi di perbatasan Desa Tirtasari dan Desa Banyuseri, Senin pagi sekitar pukul 08.00 Wita. Informasi di lapangan, bocah Komang Yulia diajak malukat ke Pancuran Sudamala, karena menderita penyakit cacar sejak Sabtu (15/4). Saat berangkat ke Pancoran Sudamala untuk ritual malukat kemarin pagi, orangtua bocah Komang Yulia lengkap membawa sarana upacara berupa banten canangsari. Me-reka tiba di lokasi Pancoran Sudamala sekitar pukul 08.45 Wita.

Begitu sampai, bocah Komang Yulia bersama orangtua dan sepupunya langsung turun dan menyeberangi Sungai Mendaung untuk mencapai lokasi Pancoran Sudamala. Ketika itu, terlihat ada aktivitas penebangan pohon di atas tebing Pancoran Sudamala yang berada di wilayah Desa Banyuseri, Kecamatan Banjar. Penebangan pohon Teep ukuran besar pagi itu dilakukan Putu Wijana, 48, warga Desa Banyuseri bersama beberapa pekerjanya, menggunakan mesin chainsaw.

Ketika akan menyeberang sungai menuju Pancoran Sudamala, ibunda korban yakni Wayan Sutami sempat memberikan peringatan kepada suaminya, Gede Yasa, untuk menunggu proses penebangan pohon teresebut selesai. Namun, karena melihat lokasinya jauh di atas tebing, Gede Yasa mengatakan tidak apa-apa menyeberang sungai saat itu juga.

Namun naas, begitu mereka baru setengah perjalanan menyeberangi Sungai Mendaung, tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari atas tebing tepat di atas Pancoran Sudamala itu. Dalam sekejap, pohon Teep berdiameter sekitar 50 cm dan tinggi 20 meter roboh karena ditimpa pohon Teep lainnya yang ditebang Putu Wijana di atas tebing.

Pohon Teep yang roboh akibat tertimpa pohon lainnya ini pun pun terjun bebas dari ketinggian tebing 20 meter. Sebagian ranting pohon Teep yang terjun bebas ini tepat menimpa bocah Komang Yulia. Sang ayah, Gede Yasa, tidak sempat menyelamatkan bocah Kelas II SD ini. Apalagi, dia juga terluka lecet di bagian tangan kanan akibat terkena ranting pohon roboh.

Bocah Komang Yulia kemudian ditemukan tewas mengenaskan di himpitan bebatuan sungai yang terkubur dahan-dahan dan ranting pohon Teep roboh. Bocah malang ini tewas dalam kondisi tubuh hancur di mana kepalanya terbelah akibat hantaman pohon, sementara bola mata kanannya hilang.

Pasutri Gede Yasa dan Wayan Sutami hanya bisa berteriak histeris menyaksikan putri ciliknya tewas dihantam pohon roboh saat hendak malukan di Pancoran Sudamala. Teriakan mereka mengundang warga sekitar berdatangan ke lokasi dan bantu mengevakuasi jasad bocah Komang Yulia ke rumah duka di Banjar Dangin Margi, Desa Tirtasari.

Kedua orangtua korban dan pihak keluarga lainnya shock atas peristiwa maut di Sungai Mendaung saat ritual malukat ini. Pasutri Gede Yasa dan Wayan Sutami belum dapat menerima kenyataan bahwa putri bungsunya dari tiga bersaudara itu sudah tiada.

Saat NusaBali berkunjung ke rumah duka, Senin sore, pasutri Gede Yasa-Wayan Sutami terlihat masih terpukul. Namun, mereka berusaha tabah. “Duka ini menimpa keluarga kamu susul menyusul,” keluh Gede Yasa. Terungkap, keluarga Gede Yasa sebetulnya masih dalam suasana berduka atas kematian kakak kandung Komang Yulia, yakni Kadek Indra Dwipayana, 13, sebulan lalu. Kadek Indra sebelumnya meninggal salah pati akibat kecelakaan lalulintas.

Gede Yasa mengisahkan, putri ciliknya yang tewas tertimpa pohon ini tergolong sosok pendiam, namun banyak prestasi di sekolah. Selain menjadi bintang kelas, bocah Komang Yulia juga sempat menjadi juara dalam sebuah lomba Yoga.

Terungkap, sebelum musibah maut kemarin pagi, bocah Komang Yulia sempat menolak untuk diajak mandi ke Pancoran Sudamala. “Katanya dingin, anak saya ini tidak mau ikut malukat. Tapi, karena saya ingin dia cepat sembuh, saya bujuk dan akhirnya dia mau,” kenang ibunda korban, Wayan Sutami.

Wayan sutami mengatakan, dengan meninggalnya si bungsu Komang Yulia, kini satu-satunya anak mereka yang masih hidup hanya si sulung Putu Ahus Andrian, 19. Jenazah bocah Komang Yulia sendiri hingga kemarin sore masih disemayamkan di rumah duka. Rencananya, jenazah korban akan diabenkan di Setra Desa Pakraman Tirtasari pada Sukra Umanis Langkir, Jumat (21/4) nanti.

Sementara itu, penebang pohon Teep maut, Putu Wijana, Senin kemarin langsung diamankan ke Mapolsek Banjar untuk dimintai keterangannya. Kasubag Humas Polres Buleleng, AKP I Nyoman Suartika, mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait kasus ini. “Penebang pohon (Putu Wijana) sedang dimintai keterangan lebih lanjut, apa ada keterkaitannya sehingga mengakibatkan korban tewas,” jelas AKP Suartika.

Sementara, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Buleleng, Made Subur, Senin kemarin langsung terjun ke lokasi TKP di Sungai Mendaung untuk memeriksa kondisi pohon oboh. Made Sabur juga sempat melayat ke rumah duka. Made Subur menyebutkan, pohon Teep yang roboh menimpa bocah Komang Yulia sudah mengalami pembusukan di pangkal, sehingga terdorong sedikit saja bisa tumbang.

“Untuk keluarga korban sudah kami sambangi dan nanti akan kami minta kelengkapan administrasinya, agar dapat diajukan ke BPBD Provinsi Bali untuk mendapatkan santunan,” ungkap Made Subur saat dikonfirmasi NusaBali. * k23

Komentar