nusabali

Winasa Bantah Dakwaan Jaksa

  • www.nusabali.com-winasa-bantah-dakwaan-jaksa

Winasa menegaskan semua kegiatan Bupati termasuk perjalanan dinas mulai dari jadwal hingga penerimaan uang perdin diurusi ajudan dan sekretaris.

Sidang Dugaan Korupsi Perdin, Minggu Depan Tuntutan

DENPASAR, NusaBali
Sidang dugaan korupsi Perjalanan Dinas (Perdin) fiktif Jembrana di Pengadilan Tipikor Denpasar pada, Rabu (12/4) dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan terdakwa mantan Bupati Jembrana, Prof Dr drg I Gede Winasa.

Dalam sidang dengan majelis hakim pimpinan Wayan Sukanila, terdakwa Winasa yang didampingi kuasa hukumnya Simon Nahak dkk lebih banyak diberi kesempatan bercerita terkait kasus yang membelitnya. Winasa mengatakan selama 10 tahun menjabat sebagai Bupati Jembrana mulai 2000-2010, selalu menggunakan ajudan dan sekretaris pribadi. “Saya selama 10 tahun menjabat menggunakan tiga ajudan dan tiga sekretaris,” ujar Winasa.

Ajudan dan sekretaris inilah yang mengurusi semua kegiatan Bupati termasuk perjalanan dinas. Mulai dari jadwal hingga penerimaan uang perjalanan dinas semua diurusi ajudan dan sekretaris. Winasa hanya mengaku menjalankan perjalanan dinas sesuai jadwal yang sudah ada. “Jadi semua yang ngurus ajudan dan sekretaris. Sampai penerimaan uang pun mereka yang ngurus,” ujarnya di hadapan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ni Nyoman Mearthi dkk.

Winasa pun membantah terkait tudingan jaksa yang menyebut dirinya beberapa kali melakukan perjalanan dinas fiktif. Pasalnya semua perjalanan dinas yang dilakukan sudah sesuai dengan jadwal dan ada pertanggung jawabannya. Ia malah balik menanyakan jaksa soal perjalanan dinas fiktif yang akhirnya merugikan negara sekitar Rp 800 juta.

“Saya tidak pernah melakukan itu. Selama ini saya hanya diperlihatkan jaksa soal perjalanan dinas fiktif itu, tapi saya tidak pernah melakukannya,” beber pemegang beberapa Rekor MURI ini. Ditanya soal kerugian negara, Winasa mengatakan tidak tahu soal kerugian negara tersebut. Ia malah menyesalkan ajudan yang tidak bekerja secara maksimal sehingga muncul kasus tersebut. “Saya tidak tahu soal kerugian negara tersebut,” pungkasnya.

Sementara itu, JPU Mearthi memohon kepada majelis hakim untuk memberikan waktu satu pekan menyiapkan tuntutan terhadap terdakwa Winasa. Hakim akan melanjutkan sidang pekan depan dengan agenda tuntutan. Dalam dakwaan menyatakan perbuatan yang dilakukan terdakwa Winasa dilakukan pada 2009-2010. Pada 2009, Pemkab Jembrana menganggarkan biasa perjalanan dinas untuk luar daerah sebesar Rp 850 juta yang diperuntukkan bagi Bupati dan Wakil Bupati.

Dalam perjalanan dinas selama satu tahun tersebut, Winasa menandatangani 38 Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) atas nama terdakwa. Namun ternyata Winasa tidak pernah melakukan perjalanan dinas tersebut. Untuk menyamarkan perbuatannya, SPPD fiktif tersebut dilengkapi dengan tiket pesawat dan boarding pass fiktif untuk kelengkapan bukti pertanggungjawaban.

Pada tahun 2010, Pemkab Jembrana kembali menganggarkan biaya perjalanan dinas sebesar Rp 800 juta. Sama seperti di tahun 2009, Winasa menandatangani 19 lembar SPPD fiktif atas namanya sendiri dan seolah-olah melakukan perjalanan dinas. Akibatnya negara dirugikan Rp 829 juta sesuai perhitungan BPK. * rez

Komentar