nusabali

Belum Berizin dan Tunggu Kajian Dinas Kebudayaan, Restoran Viral dalam Goa Ditutup Sementara

  • www.nusabali.com-belum-berizin-dan-tunggu-kajian-dinas-kebudayaan-restoran-viral-dalam-goa-ditutup-sementara

MANGUPURA, NusaBali
Restoran dalam goa di kawasan Hotel The Edge, Jalan Goa Lempeh, Desa Adat Pecatu, Kuta Selatan, Badung yang sempat viral di media sosial (Medsos) ditutup sementara oleh Tim Gabungan Pemkab Badung karena belum mengantongi izin.

Restoran bernama The Cave tersebut diketahui baru beroperasi sejak Mei 2022 lalu. Pantauan NusaBali, tim gabungan terdiri dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Dinas Perizinan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK), Dinas Kebudayaan Badung dan petugas Kecamatan Kuta Selatan melakukan sidak di Restoran The Cave, Selasa (19/7). Sidak tersebut untuk mengecek secara langsung kondisi lokasi restoran yang sempat viral di media sosial sekaligus memeriksa dokumen perizinan. Ternyata, restoran yang baru beroperasi sejak pertengahan Mei 2022 itu belum mengantongi izin. Petugas gabungan pun langsung menutup sementara operasional restoran tersebut.

Kasatpol PP Kabupaten Badung, I Gusti Agung Ketut Suryanegara mengatakan sidak bersama sejumlah dinas terkait ini untuk memastikan kondisi secara langsung Restoran The Cave. Hal ini semata agar tidak men-judge sesuatu yang belum dilihat kepastiannya di lapangan. Menurut Suryanegara, pihaknya harus menggandeng dengan instansi terkait yang memang membidangi, baik terkait dengan alam goa ataupun terkait dengan perizinan dan juga dari konstruksi tempat usaha tersebut. "Yang pasti, setelah kami pastikan (secara langsung, Red) di sini, kesimpulan pertama adalah untuk kegiatan (Restoran The Cave) ini dihentikan sementara," terang Suryanegara.

Alasan penghentian sementara ini karena belum memiliki izin operasi. Selain itu, pihaknya ingin mendapatkan kajian dari instansi khususnya Dinas Kebudayaan. Hal ini terkait apakah lokasi itu masuk kategori alam atau budaya. Sehingga pihaknya meminta dalam waktu dekat agar instansi terkait memberikan rekomendasi. Masih menurut dia, kalau memang masuk dalam kategori budaya, publik bisa terlibat, artinya akses purbakala yang boleh dan menjadi kewajiban negara untuk kelestariannya. "Nah, kalau itu nantinya memang murni alam, itu juga kami ingin kepastian. Apakah memang dalam hal ini masyarakat atau publik boleh melihat karena ini wilayahnya privat atau milik pribadi," sebut Suryanegara

Masih menurut Suryanegara, dari keterangan pihak manajemen bahwa goa tersebut ditemukan dalam kawasan saat proses pembangunan Hotel The Edge. Awalnya, kata Suryanegara, manajemen tidak menggunakan lokasi temuan itu untuk kebutuhan restoran, tapi sejak bulan Mei lalu mulai menuangkan ide unik dan membangun restoran di sana. Meskipun dengan alasan tersebut, Suryanegara menegaskan pihaknya tentu memiliki sudut pandang terkait kepastian hukum atas usaha tersebut. "Karena belum memiliki perizinan, kesimpulan kami adalah menghentikan sementara sampai ada kepastian hukum dari Dinas Perizinan, Lingkungan Hidup maupun Budaya yang menyatakan layak untuk digunakan," tegas Suryanegara. Kalau memang nantinya rekomendasi layak, pihaknya akan biarkan beroperasi lagi. Namun kalau rekomendasinya tidak layak dan tidak boleh, operasional kami pastikan tetap ditutup.

Dari hasil koordinasi dengan Dinas Perizinan Badung lokasi hotel memang memiliki izin hotel restoran bintang 5. Namun itu hanya pada bagian permukaan atau bagian atas. Sementara di bagian bawah tanah atau di goa tidak ada izinnya. "Kalau soal lainnya tidak menjadi persoalan, maka hanya bagian restoran itu yang kita tindaklanjuti. Kita tutup sementara," pungkas Suryanegara

Sementara Financial Controller Hotel The Edge, I Ketut Sumatra saat dikonfirmasi menjelaskan penemuan goa itu berawal saat penataan tanah untuk pondasi bangunan Hotel The Edge pada tahun 2014 silam. Kala itu, di lokasi tiba-tiba anjlok. Padahal sejatinya di lokasi tersebut direncanakan untuk satu bangunan vila, karena ditemukan ada lobang sangat dalam, makanya bangunan vila dipindahkan ke depan. "Setelah ditemukan, kita belum berani menggunakan untuk apa, karena kita juga belum tahu kekuatan gua yang ada di sana. Makanya didiamkan dan baru-baru ini dibuatkan restoran," ujar Sumatra saat ditemui di lokasi.

Ihwal tidak melaporkan temuan itu, Sumatra mengaku saat itu pihaknya belum bisa memastikan apakah itu akan digunakan atau tidak. Barulah setelah ada ide dibikinkan restoran. Usai bikin restoran, pihaknya tidak melaporkan ke dinas terkait karena beranggapan itu berada di lingkungan The Edge.

Pihaknya beranggapan apapun yang ada di sana itu bisa digunakan karena dalam izin, pengajuan RDUP jadi mencakup semua fasilitas tamu baik kolam renang, restoran dan sebagainya. "Untuk restoran sendiri mulai dibangun sejak tahun 2016 silam. Tapi, karena berbagai kendala, makanya opening baru dilakukan 19 Mei 2022," jelasnya seraya mengaku soal penghentian operasional, pihaknya akan terus berkoordinasi termasuk dengan Dinas Perizinan.

Dia merinci untuk luasan goa hanya bisa menampung 12 orang. Hal ini berdasarkan pertimbangan keselamatan para pengunjung. Selain itu, total tersebut atas saran ahli yang memeriksa dan meneliti kondisi goa itu. Sementara untuk kondisi goa sendiri masih seperti alami, pihaknya dalam pengerjaan hanya mengubah bagian lantai dengan memasang rangka pada bagian bawah. Di sisi lain, interior goa sama sekali tidak diubah dan masih alami.

"Untuk proses pembangunan dan perampungan restoran goa itu menelan biaya Rp 1 miliar lebih," ungkap Sumatra seraya mengaku saat ini sudah banyak wisatawan yang memesan hingga beberapa bulan ke depan. Sementara, Pamong Budaya Cagar Budaya Dinas Kebudayaan Badung, I Made Warsika mengatakan akan membentuk tim dari cagar budaya Provinsi Bali. Dalam waktu dekat nanti akan lapor ke pimpinan dan nanti keputusannya seperti apa menunggu arahan selanjutnya. Nanti tim yang dibentuk itu akan meninjau dari segi bentuk, peninggalan, kedalaman dan ukuran goa. Untuk waktu pengkajian, Warsika mengaku akan diusahakan minggu-minggu ini.

"Apa itu disebut cagar budaya? Nanti tim yang akan memutuskan. Kalau hasil pemantauan, kita lihat tadi tidak ada kaitannya dengan tempat suci, kalau kasat mata saya tadi itu terjadi karena bentukan alam, tidak ada buatan manusia. Sementara pemanfaatannya, kita belum bisa memastikan apakah goa orang purba kala karena timnya belum turun," sebutnya. Untuk titik goa, Warsika mengaku kalau posisi goa tidak di pinggir pantai untuk jaraknya belum bisa dipastikan. Sementara, untuk luas kira-kira 12 meter persegi dan kedalaman 10 meter. Dia juga menyayangkan dibuatkan semacam restoran tanpa pemberitahuan.

Seharusnya, kata dia, manajemen melapor dulu ke instansi terkait untuk pemanfaatannya walaupun itu berada di area pribadi. Hal ini menjaga kemungkinan ada tertinggal kehidupan zaman dulu dan dimanfaatkan. "Saya baru pertama kali menemukan ini dan pembuatan restoran ini cukup beresiko karena menghilangkan kesan alami," pungkasnya. *dar

Komentar