nusabali

Suspect Meningitis Jadi 36 Kasus

  • www.nusabali.com-suspect-meningitis-jadi-36-kasus

Meningitis Streptococcus Suis pertama kali muncul di Bali pada 2014. Tahun lalu, 4 kasus MSS terjadi di Desa Bukti, Kubutambahan, Buleleng.

DENPASAR, NusaBali

Kasus dugaan (suspect) Meningitis Streptococcus Suis (MSS) bertambah menjadi 36 kasus. Dari jumlah tersebut, 21 orang yang suspect MSS menjalani rawat jalan.

“Hingga malam ini (Sabtu malam) 14 orang dirawat di RSUD Mangusada (di Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, Badung), di RSUD Wangaya (Kota Denpasar) 1 orang, dan penderita yang diobservasi di rumah (rawat jalan) sebanyak 21 orang. Hanya diobservasi saja dan diambil darahnya untuk cek lab. Ini masih suspect, belum positif,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bali dr Ketut Suarjaya, dikonfirmasi per telepon, Sabtu (11/3) malam.

Dari sejumlah sampel yang diperiksa, kata dr Suarjaya, memang baru dua yang dinyatakan positif MSS. Sisanya masih dalam proses pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah, Denpasar. Hasil pemeriksaan darah nantinya akan dikirim ke RSUD Mangusada Kabupaten Badung. Meskipun masih menunggu hasil pemeriksaan, terhadap pasien sudah dilakukan penanganan sesuai protap sesuai gejala meningitis.

“Hari ini (kemarin) sudah dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan DL pasien yang diobservasi di rumah pada lima orang. Sisanya belum diambil darahnya karena yang bersangkutan bekerja,” imbuh dr Suarjaya.

Temuan baru berdasarkan hasil investigasi di lapangan hingga Sabtu (11/3) sore, warga Banjar Tagtag, Desa Sibang, Abiansemal, Badung, mengeluhkan gejala MSS seperti demam dan sakit kepala setelah sempat makan olahan daging babi.

Ditambahkan dr Suarjaya, kasus MSS di Bali sejatinya sudah muncul sejak tahun 2014 silam di beberapa kabupaten/kota, meski tidak terlalu banyak. Tahun lalu, terdapat 4 kasus MSS terjadi di Desa Bukti, Kubutambahan, Buleleng, dengan gejala demam, sakit kepala, sakit pada beberapa bagian tubuh, gelisah, dan gejala sisa penurunan fungsi pendengaran.

“Sudah dari tahun 2014 ada, pertama kami duga DB, Japanese Encephalitis (JE), Chikungunya, sebab gejalanya mirip-mirip. Ternyata setelah diperiksa, itu gejala MSS,” jelasnya.

MSS merupakan meningitis bakteri akut zoonosis yang penularannya dari babi ke manusia. Alur penularannya yakni melalui makanan, di antaranya produk babi yang mentah seperti darah segar, usus, jeroan, dan daging yang terinfeksi. “Memang gejalanya sangat mirip dengan DB, JE, Chikungunya, seperti panas dan sakit kepala. Nah, kalau MSS ini kan radang selaput otak, jadi gejala sakit kepalanya yang dominan, dan kalau parah bisa menjadi kejang-kejang,” jelasnya.

Penderita MSS, kata dr Suarjaya, bisa sembuh total bila pengobatan cepat dan tepat. Tim medis pun telah memiliki protap penanganan bila sudah mengarah suspect meningitis jenis ini. “Karena ini radang selaput otak, kalau sakitnya keras, bisa menimbulkan gejala sisa seperti gangguan pendengaran derajat sedang sampai berat,” ujarnya.

Sementara itu di UPT Puskesmas Abiansemal III, yang berlokasi di Desa Sibang Kaja, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, banyak warga berdatangan untuk melakukan uji darah. Mereka khawatir terkena bakteri Meningitis Streptococcus Suis (MSS). “Kami dapat informasi dari Puskesmas ada 50-an orang yang ingin tes darah. Karena mereka juga makan daging babi,” tutur Kasi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Diskes) Kabupaten Badung I Gusti Agung Alit Naya.

Kepala UPT Puskesmas Abiansemal III dr Made Ratnadewi, membenarkan terkait banyaknya warga yang ingin melakukan tes darah. “Iya benar memang ada yang mau melakukan cek darah. Tapi kami berikan edukasi kepada mereka, apabila tidak ada gejala (gejala terkena bakteri Meningitis Streptococcus Suis) tidak perlu khawatir,” ucapnya.

Sedangkan pasien suspect meningitis yang sedang menjalani perawatan intensif di RSUD Mangusada, Desa Kapal, Kecamatan Mengwi, berangsur-angsur membaik. Walau begitu pihak rumah sakit belum mengizinkan para pasien untuk pulang, sebab masih dalam proses pemulihan, setidaknya selama 14 hari. Selain itu, hasil uji kultur mikrobiologi di laboratorium yang ada RSUP Sanglah, Denpasar, juga belum keluar.

Saat ini RSUD Mangusada tengah merawat 19 pasien suspect meningitis. Penyakit ini menyerupai deman berdarah atau chikungunya dengan gejala juga hampir mirip, yakni demam, nyeri, dan kejang-kejang. Penyakit yang disebabkan bakteri Meningitis Streptococcus Suis (MSS) tergolong baru terjadi di Gumi Keris. Dari pantauan NusaBali kemarin, para pasien rata-rata sudah dalam keadaan stabil. Berkomunikasi pun sudah lancar, tidak seperti saat pertama masuk ke rumah sakit, di mana rata-rata para pasien alami panas tinggi, bahkan ada yang sampai hilang kesadaran.

Salah seorang pasien yang ditemui, Ketut Windia, 64, asal Banjar Bantas Kaja, Desa Sibang Gede, Kecamatan Abiansemal, sudah bisa duduk di tempat tidurnya di Ruang Rawat Inap Oleg. Walau memang masih kerap pusing. “Saya sudah tiga hari di sini. Sudah agak baikan sekarang, kadang-kadang saja pusing,” ujarnya.

Sebelum dilarikan ke rumah sakit, Windia mengaku sempat mengonsumsi makanan olahan daging babi. Kebetulan saat itu sedang ada upacara masakapan atau upacara pernikahan. Windia ikut mengolah secara langsung daging babi tersebut. Beberapa jam setelah mengkonsumsi olahan daging babi seperti lawar, gejala panas dingin mulai dirasakan. Malahan dia merasakan kaku pada bagian punggung. Kondisi serupa, menurutnya, juga dialami kerabat yang lain yakni keponakan dan sepupunya. “Padahal saya makan sedikit (olahan daging babi),” akunya.

Walau begitu, saat itu Windia hanya melakukan pengobatan di rumah. Baru setelah rasa sakit tak tertahan, Windia bersedia berobat ke RSUD Mangusada, pada Kamis (9/3).

Kondisi tak jauh berbeda dialami Nyoman L Darsana, 57, asal Banjar Pegongan, Desa Taman, Kecamatan Abiansemal. Darsana saat dibawa ke rumah sakit, Rabu (9/3) malam, sempat hilang kesadaran. “Sekarang sudah mendingan, kalau waktu dibawa ke sini seperti orang pingsan,” kata Nyoman Yanti Asih, 46, istri Darsana.

Menurut Asih, suaminya juga mengkonsumsi lawar merah, saat ada upacara ngerorasin atau upacara setelah 12 hari kematian. “Memang ada acara di lingkungan rumah, ngerorasin. Tapi anehnya cuma suaminya saya yang kena,” kata Asih. Berarti tetangga yang lain tidak ada yang kena? “Belum ada saya dengar. Hanya suami saya saja.”

Sementara Kasi Humas RSUD Mangusada dr Ketut Japa menyatakan seluruh pasien suspect meningitis sudah mulai membaik. “Para pasien berangsur-angsur membaik. Kami lakukan terbaik dalam hal perawatan,” katanya. Walaupun dari gelaja yang dialami pasien terkena bakteri Meningitis Streptococcus Suis (MSS), tapi untuk memastikan harus melalui hasil uji laboratorium dari sampel cairan tulang belakang atau cairan otak.

Apa dampak terburuk dari penyakit ini bila penderita tidak segera mendapatkan penanganan? Menurutnya bisa berdampak pada terganggunya pendengaran pasien. Sebab, penyakit ini menyerang bagian saraf otak.

“Karena penyakit ini menyerang saraf otak dan koklea pada bagian dalam telinga, maka bisa saja dampaknya gangguan pendengaran secara permanen (tuli), bisa juga berdampak pada kematian. Makanya kami berupaya semaksimal mungkin dalam hal penanganan pasien suspect meningitis ini,” tegasnya.

Dirut RSUD Mangusada dr I Nyoman Gunarta, secara terpisah juga menyatakan bila kondisi pasien suspect meningitis sudah mulai membaik. Ditanya apakah kasusnya ini bisa meningkatkan statusnya menjadi kejadian luar biasa (KLB), dr Gunarta menyatakan, “Kami tidak berhak menentukan kejadian ini KLB atau tidak. Itu ranahnya pemerintah.”

Dikonfirmasi terpisah, Kasi Surveilans dan Imunisasi Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Diskes) Kabupaten Badung I Gusti Agung Alit Naya juga enggan berkomentar saat disinggung apakah kasus yang merebak akan ditingkatkan menjadi KLB. Pihaknya berdalih tidak memiliki kewenangan sebelum ada perintah dari pimpinan.

“Dari perkembangan saat ini belum berani menentukan kasus itu KLB, karena peningkatan status adalah kewenangan pimpinan. Kami harus lapor dulu,” katanya.

Walau begitu, dari tanda-tanda yang terjadi saat ini memang ada peningkatan kasus dari segi epidemiologi atau pola kesehatan dan penyakit serta faktor yang terkait di tingkat populasi, terlebih dampaknya sangat luar biasa. “Yang jelas dari peningkatan kasus dari segi epidemiologi. Tapi akan meningkat jadi KLB atau bukan, sekali lagi itu ranahnya pimpinan,” tandasnya. Menurutnya, pihaknya telah mengambil langkah-langkah pencegahan dengan memberikan antibiotik kepada masyarakat untuk mengantisipasi situasi agar tidak memburuk.

Alit Naya menambahkan, upaya pencegahan lainnya yakni melakukan uji laboratorium dengan mengambil sampel darah terhadap warga Bantas Kaja, Desa Sibang Gede, Kecamatan Abiansemal. Tempat dimana kasus ini pertama kali muncul. Total ada sembilan orang yang diambil sampel oleh petugas dari Diskes Badung. “Ada sembilan orang yang kami uji lab darahnya di puskesmas,” ucapnya.

Bagaimana dengan pengujian sampel darah terhadap warga Banjar Bantas Kaja, Desa Sibang Gede, Kecamatan Abiansemal? “Untuk pengujian itu memang kami lakukan bersama Dinas Kesehatan. Tapi untuk hasilnya,  mohon maaf kami tidak bisa memberitahukan, karena itu adalah hak dari pasien,” kata Kepala UPT Puskesmas Abiansemal III dr Made Ratnadewi.  * in, asa

Komentar