nusabali

Beriring Tektekan, Melasti Unik Adat Semaagung

  • www.nusabali.com-beriring-tektekan-melasti-unik-adat-semaagung

SEMARAPURA, NusaBali
Krama Desa Adat Semaagung, Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, menggelar ritual Melasti serangkaian Ngusaba Desa.

Melasti digelar di Pantai Tegal Besar, Desa Negari, Kecamatan Banjarangkan, saat Purnama Kedasa, Wraspati Paing Dukut, Kamis (18/3) pagi. Melasti ini terbilang unik.

Saat Melasti itu, sejumlah krama membunyikan Tektekan (sejenis kentungan dari bahan bambu). Penabuh Tekteken ini mengenakan atribut berupa topi yang terbuat dari selepan (daun kelapa). Pantauan di lapangan, sorak sorai dari iring-iringan krama Desa Adat Semaagung berjalan kaki sejauh 5 km ke Pantai Tegal Besar.

Iring-iringan ini didahului oleh beberapa krama yang kerauhan (trance), dan diikuti oleh warga yang bersorak sorai sembari membunyikan Tektekan. Sekitar pukul 09.00 Wita, krama Desa Adat Semaagung berkumpul di Pantai Tegal Besar, Desa Negari.

Krama tampak sangat antusias mengelar tradisi ritual tersebut. "Karena pandemi Covid-19, selama dua tahun kami ngubeng. Melasti tidak dilaksanakan sampai ke Pantai Tegal Besar, hanya di sumber mata air di Desa Adat Semaagung," ujar Bendesa Adat Semaagung, Sang Made Suasta Adnyana.

Jelas dia, lokasi Melasti kali ini juga harus digeser ke arah timur. Karena lokasi sebelumnya, bibir pantai sudah tergerus abrasi. Namun kondisi tidak menyurutkan niat dari krama untuk mengikuti ritual yang rutin digelar setiap tahun ini, di mana ritual ini berkaitan dengan Ngusaba Desa di Desa Adat Semaagung. "Tektekan ini juga disebut Gredagang, atau instrumen yang disakralkan oleh warga, dan dibunyikan dengan irama tidak beraturan," kata Adnyana.

Krama meyakini ritual Melasti dengan membunyikan Tektekan ini merupakan upaya untuk menolak wabah dan penyakit, termasuk memohon kesuburan untuk seluruh hasil bumi di Desa Adat Semaagung. Berdasarkan cerita turun-temurun, Melasti di Desa Adat Semaagung pernah tidak membunyikan Tektekan. "Hanya saja situasi desa ketika itu menjadi tidak kondusif. Sehingga sampai saat ini warga tidak berani mengabaikan tektekan saat melasti," kata Adnyana.

Setelah Melasti,  Ida Bhatara maajar-ajar nyatur desa (keliling desa) dengan berkeliling keempat arah penjuru desa untuk nyuryanin jagat. Hal ini bertujuan untuk memberikan perlindungan di seluruh penjuru Desa Adat Semaagung. Selanjutnya, Ida Bhatara di Pura Khayangan Tiga Desa nyejer di Pura Melanting selama tiga hari. Sebelum dilakukan Panyineban yang diakhiri di Pura Dalem Penyarikan untuk nunas tirta pakuluh sebagai tahapan akhir proses Melasti Purnama Kadasa di Desa Adat Semaagung.  Tirta tersebut hanya akan dimohon krama saat Panyineban di Pura Dalem Penyarikan. Tirta ini dipercaya dapat memberikan kesucian dan keharmonisan masyarakat.*wan

Komentar