nusabali

Pembahasan Alot, Pawai Ogoh-ogoh di Denpasar Akhirnya Diizinkan

Satu Banjar Adat Hanya Boleh Buat 1 Ogoh-ogoh

  • www.nusabali.com-pembahasan-alot-pawai-ogoh-ogoh-di-denpasar-akhirnya-diizinkan

Pawai ogoh-ogoh serangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1944 cukup di wewidangan banjar dengan melihat perkembangan kasus Covid-19.

DENPASAR, NusaBali
Rapat Majelis Desa Adat (MDA) Kota Denpasar bersama Parum Bandesa, Sabha Upadesa, Pasikian Pecalang, Forum Perbekel Lurah, Pasikian Sabha Yowana, Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kota Denpasar, dan Pemkot Denpasar di Ruang Praja Utama Pemkot Denpasar, Kamis (6/1),  membahas soal pembuatan dan pawai ogoh-ogoh berlangsung alot. Bahkan sempat ada usulan untuk ditunda. Namun akhirnya ada keputusan, satu banjar adat hanya diperbolehkan membuat satu ogoh-ogoh. Sementara untuk lingkungan diminta bergabung ke banjar adat terdekat.

Rapat berlangsung pukul 10.00 –13.00 Wita. Dalam rapat tersebut beberapa bendesa yang hadir memberikan pertimbangan terkait dengan Surat Edaran MDA Provinsi Bali tentang ogoh-ogoh ini yang diperkuat oleh Surat Edaran (SE) Gubernur Bali. Selain itu juga dibahas terkait pelaksanaan melasti serangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1944 pada 3 Maret 2022.

Bendesa Adat Sanur Ida Bagus Paramartha mengungkapkan bahwa SE MDA Provinsi Bali dan SE Gubernur Bali bukan merupakan keputusan. Dalam SE tersebut masih belum jelas keputusan mutlaknya. “Bagaimana kalau saat menjelang pangerupukan kasus naik, bendesa tidak akan punya muka,” ucapnya.

Apalagi menurutnya jika ada permasalahan yang tidak diinginkan, hal itu bisa mencoreng nama Kota Denpasar. “Kalau edaran, saya angkat tangan. Ogoh-ogoh bisa dilaksanakan asal bisa mencabut prokes 6M. Ini tanggungjawab moral di adat, salah satunya berkerumun yang kemungkinan tidak bisa dikendalikan,” kata Ida Bagus Paramartha.

Bendesa Adat Pagan I Wayan Subawa mengajak semua peserta mengenang kejadian tahun 2020 lalu saat ogoh-ogoh sudah selesai, namun pawai tidak diperbolehkan. Bahkan sampai ada upaya untuk pengembalian dana yang dikeluarkan untuk pembuatan ogoh-ogoh.

Dia mengatakan ada keraguan dari pemerintah dalam surat edaran tersebut dan juga terkait beberapa pembatasan, yakni jumlah personel hingga waktu pelaksanaan sampai pukul 20.00 Wita, termasuk harus menunjukkan tes antigen negatif. Selain itu, menurutnya akan sulit membendung semangat para yowana saat pelaksanaan dan biasanya mereka baru akan merasa puas jika sudah bisa ke Catur Muka.

“Bagaimana caranya itu. Ini baru peserta, belum penonton. Kalau bisa sebaiknya ditunda dulu. Setahun ini kita lihat dulu, kalau melandai tahun depan baru diadakan. Kalau umpamanya harus dilaksanakan, sebaiknya dari MDA Denpasar keluarkan izin agar sama jadinya biar tidak berbeda-beda dan diserahkan ke desa adat lagi,” kata Subawa.

Argumen yang dikeluarkan para bendesa tersebut ditanggapi langsung Ketua Pasikian Yowana Kota Denpasar Anak Agung Angga Harta Yana. Dia mengatakan pihaknya sudah mendapat lampu hijau dari Plt Dinas Kebudayaan Kota Denpasar dan juga dari Walikota Denpasar. Jadi tidak ada lagi alasan untuk menunda pelaksanaan ogoh-ogoh saat pangerupukan rangkaian Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1944.

Terkait keramaian, Angga Harta Yana membandingkan dengan melasti dan nangluk merana yang pesertanya lebih dari 100 orang. “Kami sudah melakukan audiensi ke walikota dan diberikan apresiasi untuk pembuatan ogoh-ogoh ini. Saya mau bertanya, kalau melasti dijalankan, sementara ogoh-ogoh tidak, bagaimana itu?” tanyanya.

Menanggapi hal itu, Sabha Upadesa I Nyoman Mega Nada mengatakan, melasti termuat dalam Lontar Sundarigama dan sudah dua kali tidak digelar karena pelaksanaannya ngubeng. Maka jangan sampai tidak dilaksanakan untuk yang ketiga kalinya. “Sementara, pelaksanaan pawai ogoh-ogoh kan agak riskan terkait dengan pembatasan-pembatasan yang ada utamanya jumlah dan waktu pelaksanaan,” kata Mega Nada.

Setelah adu argumen berlangsung alot, Ketua MDA Kota Denpasar Anak Agung Ngurah Sudiana mengambil jalan tengah. Untuk melasti boleh dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sementara untuk ogoh-ogoh diizinkan dan dapat dilaksanakan tergantung dengan situasi masing-masing wilayah.

Namun, satu banjar adat hanya diperbolehkan membuat satu ogoh-ogoh. Sementara untuk lingkungan diminta bergabung ke banjar adat terdekat. “Kalau ada keinginan pawai ogoh-ogoh cukup di banjar dengan melihat perkembangan kasus Covid-19. Kalau pas pangerupukan tidak ada lonjakan kasus bisa dilakukan di wewidangan banjar. Kalau ada kenaikan, carikan waktu di kemudian hari,” tandas Ngurah Sudiana.

Menurutnya dalam pemantauan akan ada tim terpadu termasuk dari Forkopimda Kota Denpasar. Sementara untuk waktu pelaksanaannya diatur desa adat masing-masing dengan peserta 50 persen dari anggota sekaa teruna.

Selain itu, juga akan ada penilaian ogoh-ogoh yang digelar oleh Pasikian Yowana Kota Denpasar. Penilaiannya dilakukan di banjar setempat.

“Semua hasil dalam rapat ini selanjutnya akan dibuatkan surat keputusan MDA Kota Denpasar yang bersifat final dan bukan surat edaran yang masih ambigu,” tegas Ngurah Sudiana. *mis

Komentar