nusabali

Komisi III Rekomendasikan Normalisasi Aliran Air untuk Desa Les dan Desa Penuktukan

Kemarin, Tokoh Dua Desa Datangi Dewan

  • www.nusabali.com-komisi-iii-rekomendasikan-normalisasi-aliran-air-untuk-desa-les-dan-desa-penuktukan

DENPASAR, NusaBali
Sejumlah tokoh dari dua desa bertetangga di Kecamatan Tejakula, Buleleng, yakni Desa Les dan Desa Penuktukan, mengadu ke Komisi III DPRD Bali (yang membidangi infrastruktur, energi, dan lingkumngan), Selasa (26/1) siang.

Kedatangan mereka untuk minta bantuan dicarikan solusi krisis air bersih yang menimpa desanya. Komisi III DPRD Bali pun rekomendasikan normalisasi aliran air untuk kedua desa di Buleleng Timur ini. Rombongan tokoh dua desa bertetangga dari Kecamatan Tejakula yang datang ke Kantor DPRD Bali, Niti Mandala Denpasar, Selasa kemarin, dipimpin langsung Perbekel Les I Gede Adi Wistara didampingi Bendesa Adat Les Penuktukan, Jro Pasek Nengah Wiriasa. Mantan Sekda Kota Denpasar asal Dedsa Les, I Made Westra, juga ikut hadir. Mereka diterima langsung Ketua Komisi III DPRD Bali, AA Ngurah Adi Ardhana, bersama sejumlah anggotanya.

Dalam pertemuan itu, Perbekel Gede Adi Wistara membeberkan krisis air bersih di Desa Les dan Desa Penuktukan sudah terjadi sejak lama. Bahkan, sejak tahun 2019 mereka sampai ‘rebutan’ air bersih dengan Desa Batih, Kecamatan Kintamani, Bangli yang posisinya berada di perbukitan di atas Desa Les dan Desa Penuktukan. Sumber air yang diperebutkan memang berada di Desa Batih. Geografis Desa Les dan Desa Penuktukan yang nyegara gunung (perbukitan dan dekat laut), membuat ketersediaan sumber air jauh dari lapisan tanah.

"Kami menyampaikan keluhan dari warga Desa Les yang saat ini sulit mendapatkan air bersih. Kasus ini sudah sejak tahun 2019, bahkan sempat sampai nyaris terjadi keributan antar warga desa," papar Gede Adi Wistara.

Sementara itu, Ketua Komisi III DPRD Bali AA Ngurah Adi Ardhana berjanji akan menindaklanjuti persoalan pemenuhan air bersih bagi Desa Les dan Desa Penuktukan kepada Pimpinan Dewan. Intinya, Komisi III DPRD Bali desak supaya diterbitkan rekomendasi penyelesaian persoalan air di kedua desa bertetangga, dengan normalisasi aliran air.

Adi Ardhana mengatakan, selama ini ribuan warga Desa Les dan Desa Penuktukan memanfaatkan air bersih yang bersumber dari Desa Batih, Kecamatan Kintamani yang posisinya berada di atas wilayah mereka. "Ternyata ada permasalahan di sini. Terjadi pengalihan aliran sumber (hulu air) yang selama ini mengalir ke Desa Les dan Desa Penuktukan," ujar Adi Ardhana.

Selain itu, menurut Adi Ardhana, ada perubahan penggunaan sumber air di hulu dengan memasukkannya dalam wewidangan desa adat (Batih, Red). Padahal, sebenarnya kalau sumber air berada di wilayah hutan lindung, tidak mutlak dapat dikatakan sebagai wewidangan desa adat.

"Memang secara kewilayahan, sumber air di hulunya Desa Les dan Desa Penuktukan itu masuk wilayah Kecamatan Kintamani, Bangli. Tetapi, masalah aliran air yang terganggu ini kan menjadi masalah berlarut-larut. Kasihan masyarakat," tandas politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara ini.

Menurut Adi Ardhana, atas kondisi ini, tidak ada jalan lain kecuali dilakukan normalisasi aliran air di sungai bagian hulu Desa Les dan Desa Penuktukan. "Normalisasi ini harus melibatkan Balai Wilayah Sungai Bali Penida, sebagai pihak yang punya tanggung jawab atas pemenuhan air bersih," papar Adi Ardhana, yang kemarin didampingi Sekretaris Komisi III DPRD Bali Nyoman Purwa Ngurah Arsana (dari Fraksi PDIP) dan anggota Komisi III I Kadek Setiawan (dari Fraksi PDIP).

Adi Ardhana menyebutkan, masyarakat yang berada di hulu bisa menyesuaikan pada aturan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Komisi III DPRD Bali akan sampaikan masalah ini kepada Pimpinan Dewan, supaya diterbitkan rekomendasi untuk mencari solusi. Nantinya, masyarakat dan semua pihak yang berkepentingan serta mengklaim punya kewenangan mengelola sumber air yang jadi persoalan ini, harus mengikuti rekomendasi DPRD Bali.

"Kasihan masyarakat di sini, malah saling lapor polisi ke Polsek Kintamani dan Polda Bali. Menyedihkan untuk urusan air saja masih ada mementingkan ego dan mengorbankan kepentingan saudara-saudara sesama krama Bali," sesal politisi yang juga praktisi pariwisata ini.

Sebelumnya, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana sebelumnya sempat terjun mengecek lokasi krisis air di kawasan perbukitan Banjar Butiyang, Desa Les, Kecamatan Tejakula, 20 Juli 2020 lalu, didampingi Kepala Dinas Pekerjaan Umum & Tata Ruang (PUTR) Buleleng I Putu Adhipta Ekaputra, Dirut Perumda Tirta Hita Buleleng I Made Lestariana, serta aparat Desa Les dan Desa Penuktukan.

Saat itu, Perbekel Les, Gede Adi Wistara, mengatakan permasalah air bersih di desanya memang rutun terjadi hampir setiap musim kemaru. Namun, tahun 2020 menjadi puncak krisis air bersis, terutama yang bersumber dari mata air di hutan Desa Batih, Kecamatan Kintamani.

Menurut Adi Wistara, saat itu terjadi penurunan debit air di sana. Itu diperparah lagi dengan munculnya kelompk-kelompok masyarakat yang disebutnya secara illegal menggunakan air untuk keperluan di luar MCK dan memasak. “Gangguan air dari Desa Batih ini sudah terjadi sejak tahun 2019. Air tersendat, karena informasinya ada kelompok illegal yang memanfaatkan air untuk pertanian mereka, bahkan ada juga yang menjual air,” ungkap Adi Wistara.

Karena kondisi tersebut, kata Adi Wistara, 1.000 kepala keluarga (KK) warga Desa Les yang tinggal di Dusun Tegalinggah, Dusun Panjingan, Dusun Lempedu, dan Dusun Penyumbahan seringkali tidak mendapatkan aliran air. Pemanfaatan air di luar perjanjian yang sudah diwarisi secara turun temurun ini juga mengganggu pengairan subak di Desa Les.

Paparan senada juga disampaikan Perbekel Penuktukan, I Gede Made Arta. Menurut Made Arta, warga Desa Penuktukan yang terdampak krisis air lebih sedikit dibanding Desa Les. Saat ini. Ada sekitar 400 KK warga Desa Penuktukan yang tinggal di Dusun Batu Lumbang dan Dusun Kanginan kerap tak mendapat setetes air pun untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.

“Kami memang sudah punya sumur bor. Hanya saja, pemanfaatannya selama ini kurang maksimal karena biaya operasional tinggi. Makanya, kami minta ke Pak Bupati agar ada listrik sementara waktu. Untuk jangka panjangnya, nanti menggunakan solar cell,” jelas Made Arta kala itu. *nat

Komentar