nusabali

Berawal dari Transmigrasi, Dominan Jadi Pegawai-Wirausaha

  • www.nusabali.com-berawal-dari-transmigrasi-dominan-jadi-pegawai-wirausaha

Sebagian besar krama Bali perantuan di Sulawesi Utara berasal dari Karangasem, mereka berangkat transmigrasi pasca bencana Gunung Agung meletus tahun 1963.

“Kalau di daerah yang tidak ada pura-nya, ketika ada upcara keagamaan, biasanya krama Bali (Hindu) sembahyang di tempat lain yang ada puranya. Krama di sini tidak dipungut urunan, apalagi pelaksanaan upacaranya lebih sederhana ketimbang di Bali,” terang birokrat asal Desa Demulih, Kecamatan Susut, Bangli ini.

Nengah Kokog menyebutkan, selama ini krama Bali perantauan tidak pernah ada gesekan dengan penduduk asli atau lainnya di Sulut. Mereka hidup harmonis. Ketika krama Bali merayaan Galungan-Kuningan atau Hari Raya Nyepi, juga tidak ada persoalan. 

“Saat melasanakan upacara keagamaan seperti Nyepi, sama seperti di Bali, yakni disertai ritual mengarak ogoh-ogoh, tanpa ada gesekan,” jelas tokoh yang intens berkeliling daerah untuk memberikan penyuluhan agama Hindu di Sulut ini.

Nengah Kokog sendiri mengaku sudah merantau ke Sulut bersama kedua orangtuanya, sejak tahun 1981. Awalnya, kedua orangtua Nengah Kokog adu nasib transmigrasi ke Kendari, Sulawesi Tenggara. Namun, menginjak remaja, Nengah Kokog meninggalkan orangtuanya yang beredomisili di Kendari. 

Nengah Kokog awalnya melanjutkan kuliah di Kampus Universitas Hindu (Unhi) Denpasar. Setelah tamat kuliah di Unhi Denpasar, Nengah Kokog sempat balik ke Kendari. Namun, dia kemudian diterima sebagai pegawai negeri sipil (PNS) yang ditugaskan di Manado, Sulawesi Utara.

Seiring berjalannya waktu, Nengah Kokog akhirnya dipercaya menjadi Bimas Hindu Kementerian Agama Kanwil Sulut. “Saya sejak kecil merasa jengah untuk rajin melajar dan berusaha. Namanya juga di rantau, saya harus fight. Saya sejak kecil bercita-cita bisa menjadi orang yang berguna bagi masyarakat,” tutur ayah dua anak dari pernikahannya dengan Cok Mayun Trisnawati ini.

Komentar