nusabali

Pertama Kali, Pentas Drama Kisah Cinta Orangtua Bung Karno

  • www.nusabali.com-pertama-kali-pentas-drama-kisah-cinta-orangtua-bung-karno

Kisah cinta orangtua Ir Soekarno, Raden Soekemi dan Nyoman Rai Srimben, untuk kali pertama ditampilkan di Bali dalam bentuk drama teater yang ditonton ribuan orang.

DENPASAR, NusaBali

Drama bertajuk ‘Kisah Cinta Nyoman Rai Srimben dan Raden Soekemi’ ini ditampilkan di Panggung Terbuka Ardha Candra Taman Budaya Denpasar, Senin (12/9) malam.

Ide mementaskan drama ‘Kisah Cinta Nyoman Rai Srimben dan Raden Soekemi’ ini adalah Ketua Yayasan Kepustakaan Bung Karno, Gus Marhaen, dalam rangka peringatan hari wafatnya Nyoman Rai Srimben. Drama teater digarap oleh Sanggar Bale Agung Singaraja, Buleleng berkolaborasi dengan Komunitas Mahima.

Naskah ditulis langsung oleh Made Hardika, Koordinator Teater Bale Agung Singaraja, dengan sutradara Kadek Sonia Piscayanti. Made Hardika merupakan tokoh-seniman asal Bale Agung, Kelurahan Paket Agung, Singaraja, yang notabene rumah asal ibunda Bung Karno, Nyoman Rai Srimben. Drama ini diangkat dari kisah nyata dan dibuat sangat realis di atas panggung.

Menurut Gus Marhaen, ide ini sesungguhnya untuk merayakan hari suci Galungan dan Kuningan, serta Idul Adha yang jatuh bersamaan dengan rahina Pemacekan Agung pada Soma Kliwon Kuningan, Senin kemarin. Ada makna saling menghormati yang ingin disampaikan dalam kebersamaan tersebut sebagai bentuk nasionalisme. "Gembira dan damai dalam merayakan kemenangan meski dalam perbedaan. Spirit ini yang ingin kami sampaikan dalam pementasan ini," kata Gus Marhaen.

Gus Marhaen mengungkapkan, selain untuk merayakan kemenangan dharma atas adharma, pementasan ini juga memperkenalkan kisah cinta Ida Ayu Nyoman Rai Srimben dan Raden Soekemi agar diketahui secara luas, bahwa ada peran Bali dalam melahirkan putra bangsa yang akhirnya menjadi the founding father Indonesia. "Putra Sang Fajar (Bung Karno) lahir dari dua insan yang memiliki nasionalisme, meski punya perbedaan suku, adat, dan agama. Jiwa nasionalisme harus terpelihara. Beberapa makna lain, seperti bagaimana Soekarno menghormati orang tuanya, begitu juga orang tuanya sangat menyayangi sang anak. Intinya pesan yang ingin kami sampaikan, saling menghormat," jelasnya.

Persiapan untuk pementasan drama teater ‘Kisah Cinta Nyoman Rai Srimben dan Raden Soekemi’ ini tidak menemui kendala berarti. Sebab, pemain yang terlibat merupakan keluarga Rai Srimben dari Bale Agung Singaraja. Tak kurang 150 orang dilibatkan dalam pementasan ini, termasuk mahasiswa Universitas Mahendradatta Denpasar yang bertugas membentangkan bendera Merah Putih.

"Sanggar Bale Agung Singaraja ini milik keluarga besar Ida Ayu Nyoman Rai Srimben. Jadi, sebagian besar yang bermain dalam pementasan ini adalah  keturunan Ida Ayu Nyoman Rai, yang notabene paham sejarah leluhur mereka," katanya.

Sementara, Koordiantor Teater Bali Agung, Made Hardika, mengatakan dalam pe-mentasan tersebut pihaknya ingin mengangkat semangat nasionalisme dan pluralisme dalam cerita. Naskah ini bukanlah pertama kali dipentaskan. Sebelumnya naskah tersebut juga sempat dibawakan dalam Haul Bung Karno di Blitar, Jawa Timur, Juni 2016 lalu. "Kami ingin menunjukkan semangat nasionalisme dan pluralisme, bukan sekadar menonjolkan sejauh apa peran Bali dalam terbentuknya NKRI. Bisa dibilang, tonggak nasionalisme dan plurasime itu berawal dari Bale Agung,” terang Hardika.

Sementara itu, pementasan drama teater ‘Kisah Cinta Nyoman Rai Srimben dan Raden Soekemi’ di Taman Budaya Denpasar tadi malam diawali penampilan penyanyi legendadris Ebit G Ade, yang mengajak penonton mendayu-dayu dengan menyanyikan 5 lagu yang dipopulerkannya. Habis Ebiet G Ade menyanyi, anggota Komisi X DPR RI (membidangi pendidikan, kebudayaan, kepustakaan, pemuda, olahraga, pariwisata) Dapil Bali tiga kali periode, Dr Ir Wayan Koster MM, didaulat membuka acara dengan memukul gong. Perlu dicatat, gong yang dipukul semalam merupakan koleksi Bung Karno tahun 1959, yang selama ini disimpan di Museum Bung Karno, Niti Mandala Denpasar.

Dalam pidato singkatnya, Wayan Koster yang notabene Ketua DPD PDIP Bali juga menggarisbawahi tonggak nasionalisme, pluralisme, dan NKRI dari orangtua yang melahirkan Bung Karno. Pementasan semalam disaksikan langsung sejumlah pamangku Pura Kahyangan Jagat se-Bali, para akedemisi, dan beberapa Bupati/Wakil Bupati se-Bali.

Babak cerita dalam pementasan drama ‘Kisah Cinta Nyoman Rai Srimben dan Raden Soekemi’ semalam diawali dengan kedatangan Raden Soekemi Sosrodiharjo (asal Blitar) ke Singaraja, sebagai seorang guru di Sekolah Rakyat yang kini bernama SDN 1 Paket Agung. Soekemi pun banyak bersentuhan dengan masyarakat lokal. Meski berasal dari Jawa dan dari keturunan ningrat, Soekemi tak segan-segan berbaur ikut ngayah di Bale Agung, terutama dalam upacara-upacara di Bale Agung.

Karena keuletannya itu, Soekemi menjadi begitu dekat dengan tokoh-tokoh di Bale Agung. Soekemi juga berusaha ikut mempelajari kesenian-kesenian Bali, seperti matembang dan menulis aksara Bali. Suatu ketika, dalam sebuah upacara, Soekemi melihat Nyoman Rai Srimben yang menari. Dia pun jatuh hati kepadanya. Rai Srimben akhirnya menikah dengan Soekemi. Pernikahan itu sempat membuat gempar Bale Agung, karena wanita setempat menikah keluar dari Bali Agung, apalagi menikah dengan pria dari suku serta agama lain, adalah hal yang tabu kala itu. Akibatnya, Rai Srimben dan Soekemi sempat diusir dari Bale Agung.

Namun, setelah Rai Srimben melahirkan anak pertama yang bernama Soekarmini, ketegangan mulai mencair. Mereka kembali menjalin komunikasi dengan keluarga Bale Agung, meski hanya dilakukan di tapal batas desa. Belakangan, keluarga Soekemi-Rai Srimben pindah ke Surabaya. Pementasan pun ditutup dengan kisah kelahiran Soekarno yang ditandai dengan diterimanya surat dari Bale Agung. Pada akhir pementasan, secara bersama-sama tokoh drama dan mahasiswa menyanyikan ‘Kebyar-Kebyar’ sembari membentangkan kain Merah Putih raksasa. * in

Komentar