nusabali

Pangempon Pura Awasi Pengukuran Lahan

  • www.nusabali.com-pangempon-pura-awasi-pengukuran-lahan

Pangempon Pura Yeh Lembu mengklaim lahan itu adalah tanah negara (TN).

Sengketa Lahan di Desa Bungkulan

SINGARAJA, NusaBali
Puluhan krama pangempon Pura Yeh Lembu di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng, kembali tedun (turun) ke lokasi lahan sengketa di Dusun Dauh Munduk, desa setempat, Kamis (21/7) pagi. Gerakan ini menyusul pengukuran lahan sengketa oleh pihak Badan Pertanahan Negara (BPN) Singaraja, yang sempat tertunda sebelumnya.

Sengketa lahan ini ditangani oleh Polda Bali setelah Luh Erna Sutini Wagen melalui kuasa hukumnya Nyoman Wisnu melaporkan penyerobotan lahan oleh Pangempon Pura Yeh Lembu. Lahan sengketa yang diperkirakan seluas 2 are ini berada di bibir pantai Yeh Lembu, tidak jauh dari Pura Yeh Lembu.

Oleh pelapor Luh Erna Sutini Wagen, lahan tersebut diklaim sebagai hak milik yang menjadi bagian dari lahannya seluas 45 are, yang dibeli orang tuanya dari pemilik Ketut Widi sekitar tahun 2006 silam. Sedangkan pihak pangempon Pura Yeh Lembu mengklaim lahan itu adalah tanah negara (TN). Krama semakin nyakin, lokasi adalah TN, setelah Bupati Buleleng pada tahun 2005 terbitkan surat rekomendasi pemanfaatan lahan tersebut untuk kepentingan upacara. Dan sejak turun temurun juga, lokasi lahan itu dipakai tempat menggelar upacara yang berkaitan dengan Pura Yeh Lembu. Krama telah membangun Bale Gong sekaligus Bale Pasanekan disaat melangsungkan upacara.

Pengukuran lahan kemarin mendapat pengawalan ketat dari jajaran Polsek Sawan. Dari pihak pelapor, dihadiri oleh kuasa hukumnya Nyoman Wisnu, termasuk orang tua Luh Erna Sutini Wagen, Jero Mangku Sumanayasa. Pengukuran dilakukan menyeluruh terhadap lahan milik Luh Erna Sutini Wagen, seluas 45 are. Batas-batas lahan itu ditunjukkan langsung oleh Jero Mangku Sumanayasa, disaksikan oleh krama pangempon.

Kuasa hukum Luh Erna, Nyoman Wisnu dilokasi mengungkapkan, lahan yang dibeli oleh orangtua kliennya seluas 50 are. Saat dibeli, masih dalam bentuk pipil dan ada bukti pembayaran pajak SPPT. Dari 50 are itu sekitar 5 are, disumbangkan untuk pelebaran jalan. Nah, karena sempat dimasalahkan oleh krama, maka pemilik lahan sebelumnya yakni Ketut Widi membuat sertifikat pada tahun 2013. Maka sertifikat itu terbit dengan luas 45 are, dari sertifikat itulah kemudian dibuatkan akte jual beli. “Sekarang ini hanya pengembalian batas-batas lahan saja. Untuk memastikan, batas itu sesuai dengan sertifikat yang ada,” terang Wisnu.

Dikatakan pula, pihak Polda telah memediasi dimana disepakati jika nanti lahan yang disengketakan berada di luar batas lahan hak milik kliennya, maka lahan itu menjadi hak krama pangempon. Demikian juga pihak pangempon sepakat, jika nanti lahan sengketa masuk dalam luas lahan hak milik, maka pangempon juga tidak akan mempermasalahkan. “Kesepakatan itu diputuskan di Polda oleh prajuru pangempon dan kita. Sekarang ini sebenarnya tidak ada persoalan, hanya menentukan batas-batas saja. Keputusan nanti kan tergatung hasil ukurnya,” ujar Wisnu.

Wakil Klian Pangempon Pura Yeh Lembu Ketut Sutama mengatakan, kehadiran krama murni karena keinginan untuk mempertahankan apa yang sudah diwariskan oleh para pendahulu. Disingung soal kesepakatan dari hasil pengukuran tersebut, Sutama mengaku kesepakatan itu dibuat karena kenyakinan tanah yang dimasalahakan itu adalah TN. “Kalau nanti TN itu menjadi bagian dari pelapor, buat apa kami menggelar upacara lagi di lokasi. Prosesi upacara di lokasi ini sudah kami warisi turun temurun,” tegasnya.

Sutama juga menjelaskan, sumbangan tanah seluas 5 are yang diklaim oleh pelapor, diakui berada di selatan bukan di timur, sebagai jalan menuju pantai bagi krama pangempon. Dikatakan, sumbangan lahan itu, juga kepentingan pelapor agar kendaraan roda empat bisa masuk ke vilanya. * k19

Komentar