nusabali

Desa Adat Kerobokan Gelar Macaru Laba Kama Durga

  • www.nusabali.com-desa-adat-kerobokan-gelar-macaru-laba-kama-durga
  • www.nusabali.com-desa-adat-kerobokan-gelar-macaru-laba-kama-durga

MANGUPURA, NusaBali - Setiap rahina Tilem Sasih Kapitu, Desa Adat Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung menggelar tradisi macaru Laba Kama Durga. Tradisi tahunan ini dipercayai sebagai penetralisir energi negatif yang dibawa bulan ketujuh dalam kalender Bali.

Tradisi pacaruan Laba Kama Durga ini digelar di Pamangkal Setra Gandamayu atau di lebuh Pura Dalem Kerobokan pada Buda Umanis Kulantir, Tilem Sasih Kapitu, 1945 Saka, Rabu (10/1) sekitar pukul 16.00 Wita. AA Ngurah Ketut Agus Nadi Putra, Manggala Madya III Pura Dalem Kerobokan menuturkan tradisi ini dilaksanakan secara turun temurun, di mana yadnya ini secara khusus hanya dilakukan di Pura Dalem Kerobokan, Pura Dalem terbesar di antara delapan Pura Dalem di Desa Adat Kerobokan.

“Yadnya pacaruan ini diikuti oleh delapan patapakan dari pura-pura yang memiliki kaitan dengan Pura Dalem Kerobokan, Ida Marupa Barong, Rangda, Dewa Ayu, Barong Landung, dan lainnya,” ujar pria yang akrab disapa Turahtut ini saat ditemui di sela upacara.

Lanjut Turahtut, Laba Kama Durga ini ada dua macam yakni yang digelar setiap tahun dan setiap tiga tahun sekali. Yang digelar setiap tahun seperti pada Rabu sore kemarin, disebut Eka Sata Laba Kama Durga lantaran memakai satu jenis ayam caru yakni berumbun (mancawarna). Kemudian, ada yang digelar tiga tahun sekali, yang mana sudah digelar pada Januari 2023. Laba Kama Durga yang dihelat tiga tahunan ini memakai lima jenis ayam caru atau Panca Sata, sesuai warna arah mata angin dan ditambah asu bang bungkem. Upacara tiga tahunan ini dipimpin oleh Rsi Bhujangga.

“Pada hakikatnya yadnya ini digelar untuk nyomya (menetralisir) sasih. Di mana, Sasih Kapitu itu dipercaya sebagai masa transisi yang dianggap kurang baik,” imbuh Turahtut yang juga Anggota Fraksi Golkar DPRD Kabupaten Badung ini.

Untuk nyomya energi negatif ini, kata Turahtut, para bhutakala diberikan tatadahan (hidangan). Harapannya, krama Desa Adat Kerobokan dan khususnya krama di 20 banjar adat yang menggelar tradisi ini terhindar dari malapetaka di bulan transisi pembawa energi negatif.

Sementara, dijelaskan Manggala Utama Pura Dalem Kerobokan I Gusti Putu Putra, yadnya Laba Kama Durga ini terdiri dari beberapa tahapan. Pertama, menghaturkan upakara (sajen) pacaruan, dilanjut dengan prosesi ngurek (menusuk diri dengan keris), dan diakhiri dengan nyambleh (penyembelihan hewan).

“Pertama ada upakara yang dihaturkan oleh pandita atau pinandita. Kemudian, ada ngurek, ini sebagai pembuktian rasa bakti dan setia umat kepada Hyang Esa. Lantas, ditutup dengan nyambleh ayam untuk Dewa Brahma (Desa), itik untuk Dewa Wisnu (Puseh), dan babi untuk Dewi Durga (Dalem),” jelas Gusti Putra.

Tatadahan yang dipersembahkan berupa kucit butuan (babi jantan), ayam, dan itik ini digelar di tengah jalan raya di lebuh Pura Dalem Kerobokan. Saat prosesi mempersemahkan tatadahan atau disebut pula nyambleh ini biasanya diwarnai fenomena kerauhan (kerasukan) para pamundut (penyandang) patapakan. 7 ol1

Komentar