nusabali

Harga Babi Masih Loyo Jelang Galungan, Peternak Menjerit

  • www.nusabali.com-harga-babi-masih-loyo-jelang-galungan-peternak-menjerit

MANGUPURA, NusaBali.com - Industri peternakan babi Bali masih loyo dari segi nilai jual meskipun memasuki Hari Raya Galungan. Hal ini membuat peternak babi tidak bisa bernapas lega lantaran biaya pokok produksi masih di atas nilai jualnya.

Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa mengabarkan, harga babi masih tertekan. Nilai jual babi dikatakan belum menunjukkan tren positif pasca kasus penyakit meningitis sejak April 2023 lalu.

"Harga babi hingga hari ini belum menunjukkan ke arah positif, masih murah. Masih kami coba perjuangkan agar bisa naik jelang Galungan ini," kata Hari Suyasa saat dihubungi pada Jumat (28/7/2023) sore.

Lanjut tokoh asal Banjar Batanbuah, Desa Abiansemal Dauh Yeh Cani, Kecamatan Abiansemal, Badung ini, harga babi hidup dibanderol Rp 33.000-35.000 per kilogram. Nilai jual ini membuat peternak kalang kabut karena di bawah harga ideal.

Di samping itu, biaya produksi juga semakin membengkak lantaran peternakan babi tidak mendapat perhatian khusus dari segi kebijakan. Tidak seperti ternak ruminansia, ternak babi tidak mendapat subsidi pakan bahkan di daerah yang konsumsi babinya tinggi seperti Bali.

Padahal peternakan babi berperan besar dalam pergerakan ekonomi kerakyatan di Pulau Dewata. Di bidang kuliner misalnya, sangat banyak UMKM yang bergerak di olahan daging babi seperti babi guling, sate, be genyol, kerupuk, dan lainnya. Belum termasuk pekerja yang ada di dalamnya.

Selain itu, daging babi berperan besar dalam ranah adat lantaran dijadikan olahan daging utama dalam hajatan adat dan keagamaan. Fakta ini tidak lantas membuat peternak babi mendapat kemudahan. Yang ada, harga pakan babi kerap kali tersundul.

"Dengan harga jual seperti itu, harga pokok produksi yang kami keluarkan Rp 40.000. Masih merugi jadinya," imbuh Hari Suyasa yang kini memutuskan mencalonkan diri sebagai Anggota DPD RI Dapil Bali untuk perjuangkan aspirasi peternak babi.

Pria yang dikenal vokal sejak muda ini menuturkan, sedikitnya ada dua faktor penyebab harga babi masih lesu di luar faktor yang sukar dikontrol seperti wabah penyakit. Pertama, permainan pelaku pasar. Kedua, nihilnya kebijakan terkait industri peternakan babi.

Soal permainan pasar, pengiriman babi keluar pulau merupakan pangsa pasar terbesar peternakan babi di Bali. Sektor ini sebenarnya yang memengaruhi kenaikan harga babi. Permintaan babi dari luar Bali ini secara sistem mengatrol nilai jual babi.

Akan tetapi, Hari Suyasa menenggarai adanya permainan harga belakangan ini. Di mana, babi 'ekspor' seharusnya memiliki nilai jual berbeda dibadingkan untuk pengiriman lokal. Nilai jual babi yang ke luar pulau biasanya lebih tinggi daripada di pasar lokal.

"Tetapi yang mengirim babi keluar itu mintanya harga lokal. Padahal, umumnya harus di atas harga lokal. Itu yang (saya lihat) terjadi saat ini," ujar Hari Suyasa.

Belum lagi, peternak babi sendiri yang karena persaingan pasar berusaha menekan biaya produksi. Kemudian, nilai jual babi produksi mereka bisa lebih murah daripada kebanyakan peternak. Hal ini pula menjadi faktor perusak harga di pasaran.

Hari Suyasa membeberkan, nilai jual ideal babi biasanya pada kisaran Rp 40.000-45.000 per kilogram. Namun, kali ini angka ini belum juga dicapai meskipun penampahan Galungan sudah tinggal menghitung hari. *rat

Komentar