nusabali

MGPSSR Bebandem Mengabenkan 91 Sawa

  • www.nusabali.com-mgpssr-bebandem-mengabenkan-91-sawa
  • www.nusabali.com-mgpssr-bebandem-mengabenkan-91-sawa

AMLAPURA, NusaBali - MGPSSR (Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi) Kecamatan Bebandem, Karangasem menggelar upacara ngaben mengupacarai 91 sawa dari 29 dadia. Upacara ini bentuk Ngaben massal ke-5 sejak tahun 2008.

Ada tiga sulinggih akan Muput puncak Ngaben di Setra Gede, Banjar Tengah, Desa Adat Bebandem, Desa/Kecamatan Bebandem, Karangasem, Saniscara Paing Warigadean, Sabtu (15/7). 

Tiga sulinggih tersebut, Ida Pandita Mpu Dwi Darma Natha dari Geria Anglingdarma, Banjar Tengading, Desa Antiga, Kecamatan Manggis, Ida Pandita Mpu Nabe Tri Sadhu Daksa Natha dari Geria Agung Taman Narmada, Banjar Wates Tengah, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat dan Ida Pandita Mpu Darma Putra Prama Sadhu dari Geria Taman Kerta Sari, Banjar Wates Tengah, Desa Duda Timur, Kecamatan Selat.

Ribuan krama MGPSSR Kecamatan Bebandem yang hadir, arak-arakan sawa dari Banjar Pakel, Desa Bebandem, menuju Setra Gede, Banjar Tengah, Desa Bebandem, menggunakan dua bade (menara untuk mengusung jenazah), satu pengiriman, dan seekor sapi hitam.


Prosesi upacara dipimpin Ketua MGPSSR Kecamatan Bebandem yang juga Ketua Panitia, I Ketut Alit Suardana. Setiba di Setra Gede, Banjar Tengah, seluruh sawa yang terbuat dari cendana, karena ini merupakan upacara ngaben swastha, kembali menata sawa sebelum membakarnya.

Sebelumnya diadakan upacara Ngulapin di Pura Prajapati, Pura Dalem dan di setra. Selanjutnya, puncak Ngaben dengan menggelar upacara membakar jenazah yang secara simbolis menggunakan cendana. Lanjut, abunya memasukkan  ke dalam klungah nyuh gading berlanjut narpana dengan memasukkan klungah nyuh gading ke dalam sekah. Pamuspaan sebagai puncak Ngaben. Akhir upacara, Nganyut ke Pantai Jasri, Kelurahan Subagan, Kecamatan Karangasem.

Ida Pandita Mpu Dwi Darma Natha dari Geria Anglingdarma memaparkan tujuan ngaben, untuk mengembalikan shtulasarira berasal dari panca mahabhuta agar kembali ke panca mahabhuta. Sedangkan jiwatma berasal dari Ida Sang Hyang Widhi, agar dikembalikan ke Ida Sang Hyang Widhi. "Intinya ngaben, memisahkan jiwatma dengan sthulasarira, untuk penyucian roh fase pertama," jelasnya.

I Ketut Alit Suardana memaparkan, krama yang ikut ngaben kena biaya per sawa Rp 4 juta, sedangkan yang ikut upacara ngeroras yang puncaknya, Saniscara Wage Julungwangi, Sabtu (22/7), mengupacarai 106 pitra kena biaya per pitra Rp 6 juta. Jika ikut ngabgen langsung ngeroras kena biaya Rp 10 juta. Saat upacara ngeroras nanti katanya, juga sinkrun dengan upacara manusia yadnya, potong gigi, otonan, menek kelih dan terkait lainnya, tiap krama kena biaya Rp 2,5 juta.

"Kami berupaya meringankan beban biaya krama melalui ngaben dan ngeroras massal, upacara ini kami laksanakan berkelanjutan," jelas I Ketut Alit Suardana.

Salah satu krama dari Dadia Pasek Gelgel Pegatepan, Banjar Tengah, Desa Bebandem Putu Kusuma Negara mengatakan, ikut ngaben massal mengupacarai salah satu orangtuanya, yang meninggal 28 Juni lalu. "Sebelumnya saya menggelar upacara Makingsan ring Gni, selanjutnya  ikut Ngaben massal," jelasnya.7k16

Komentar