nusabali

Pekerja Seni Jadi Daya Tarik Saat Pencalegan

Asalkan Rajin ‘Turba’ Pasti Bisa Lolos

  • www.nusabali.com-pekerja-seni-jadi-daya-tarik-saat-pencalegan

JAKARTA, NusaBali - Beberapa partai politik (parpol) mencalonkan pekerja seni menjadi wakil rakyat di Pemilu 2024.

Anggota DPR RI dari Fraksi PKB yang juga merupakan mantan peragawati Arzeti Bilbina mengatakan, dicalonkannya pekerja seni karena mereka memiliki daya tarik sendiri. Salah satunya, sudah dikenal. Namun, faktor tersebut tidak otomatis membuat mereka lolos sebagai anggota DPR RI. Mereka juga harus tetap turun ke bawah (Turba,red) agar mendapatkan suara agar kelak bisa tembus ke Senayan. 

"Ketika pekerja seni masuk dalam ranah politik, mereka harus turun full ke daerah pemilihan, turun ke konstituen agar nanti lebih mudah," ujar Arzeti dalam Dialektika Demokrasi bertema Caleg Artis Dobrak Hegemoni Politik di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Selasa (11/7).

Menurut Arzeti, dengan daya tarik pekerja seni yang sudah dikenal tersebut, memudahkan mereka saat berada di lapangan. Ibarat semut, mereka akan menarik perhatian masyarakat. Sehingga memiliki nilai jual bagi parpol kemudian meminta pekerja seni sebagai caleg serta ikut serta memenangkan parpol di tempatnya bernaung.

"Jadi, tiga poin yang diharapkan seseorang ketika mencalonkan diri adalah dikenal, disuka dan dipilih," terang Arzeti. 

Dengan tiga poin itu, lanjut perempuan yang duduk di Komisi IX DPR RI, bukan berarti mereka dapat mendobrak hegemoni politik atau dinasti politik yang ada ketika mencalonkan diri.

Menurut Arzeti, parpol juga memiliki kekuatan, sehingga pekerja seni dan parpol bisa saling bekerja sama. Di mana, bila parpol ingin mensosialisasikan sebuah program ke masyarakat, cukup dilakukan oleh pekerja seni atau artis yang berada di parpol tersebut agar lebih mudah didengar oleh masyarakat.

"Jadi, keberadaan pekerja seni atau artis di parpol itu merupakan suatu kemudahan juga bagi parpol untuk menyebar calegnya guna mengambil hati masyarakat. Artinya, kami bukan mendobrak. Melainkan bersinergi. Apalagi, kami disekolahkan atau dibekali pula oleh partai sebelum menjadi politisi," papar Arzeti.

Hal senada dikatakan oleh calon legislatif (caleg) dari Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia yang juga merupakan mantan peragawati, Ratih Sanggarwati. Ratih enggan bila dikatakan pekerja seni atau artis maju menjadi caleg mendobrak hegemoni politik. Justru, dia menilai, majunya pekerja seni atau artis bisa memecah belah suara.

"Mungkin bahasanya bukan pendobrak, tetapi memecah suara. Barangkali kemarin ada yang memilih A atau keluarga politikus. Kemudian ada yang menjadi fans kami sehingga memilih kami, karena telah menjadi follower atau melihat gerak gerik kami. Jadi, pemilih ada alternatif saat memilih," terang Ratih.

Ratih akan maju dari partai baru, Gelora Indonesia. Ratih mengaku, tidak takut maju melalui parpol baru. Lantaran semua tergantung dalam pemilihan yang berlangsung pada 14 Februari 2024. Ditambah lagi, dia sudah mendapat motivasi dari Wakil Ketua Partai Gelora Indonesia yang merupakan mantan Wakil Ketua DPR RI masa bakti 2014-2019, Fahri Hamzah.

"Pada 14 Februari 2024, semua kursi nol. Belum tentu yang sudah dapat, dapat lagi. Pak Fahri selalu mengatakan itu, sehingga saya diminta jangan khawatir," terang Ratih. Sementara mantan personil band Kerispatih, Diadbadai Hollo (Badai) tak gentar berhadapan dengan caleg dari parpol-parpol raksasa.

"Kami santai saja. Belajar dari kesebelasan Maroko di Piala Dunia 2022 Qatar lalu. Mereka saja bisa, PSI juga bisa di 2024. Itu keyakinan kami, sehingga saya tidak takut maju," ucap Badai. k22

Komentar