nusabali

Puluhan Sisia Serempak Mati Raga untuk ‘Masuki’ Dunia Kematian

  • www.nusabali.com-puluhan-sisia-serempak-mati-raga-untuk-masuki-dunia-kematian

Sebelum dibungkus kain kafan, seluruh sisia berjumlah 55 orang dihias pembantu nabe dengan sarana kematian secara Hindu, kedua jempol kaki diikat benang, lalu kedua tangan ditaruh di atas dada sambil pegang bunga teratai warna putih.

“Titiyang nunasang ide dane maka keluarga utawi semeton sareng sami mangde nenten budal riang pekarangan niki, mangde nenten ala ring margi. Usan niki, wawu dados (Saya minta agar semua keluarga maupun kerabat tidak keluar dari pekarangan ini, supaya tidak ada kejadian yang berbahaya. Setelah acara ini, baru bisa keluar, Red),” kata sang nabe dari balik tembok.

Prosesi puncak ritual mati raga pun dimulai di tengah suasana gelap malam itu. Seketika itu pula, seluruh keluarga dan kerabat para sisia tidak banyak yang berbicara. Suasana hening berlangsung hampir 2,5 jam, hingga lewat tengah malam. Dari balik tembok, hanya terdengar suara gelang gongseng dari kaki nabe (pemimpin padepokan). 

Entah apa yang dilakukan, tapi suara krincing, krincing yang keluar dari gelang kaki sebagai pertanda sang guru padepokan sedang melangkah. Selama 2,5 jam itu, semua keluarga maupun kerabat hanya duduk diam berkumpul di beberapa sudut bangunan. Tidak banyak pula yang bisa dilihat dari prosesi puncak selama 2,5 jam tersebut. 

Kemudian, tiba-tiba ada beberapa orang datang menghampiri satu per satu para sisia yang mati raga tersebut, sambil membuka kain kafan penutup tubuh mereka.  Begitu dikain kafan dibuka, seluruh sisia yang menjalani ritual mati raga langsung bangun dan duduk menghadap arah di man sang nabe berada. Setelah seluruh sisia bangun dan duduk, lampu mulai dinyalakan kembali. Suara dan hiruk pikuk pun mulai terasa, karena keluarga maupun kerabat mendatangi para sisia.

Beberapa menit kemudian, seorang yang berpakain serba putih memercikkan seluruh sisia, termasuk keluara maupun kerabat yang datang malam itu. Percikan tirta ini sebagai tanda prosesi sudah selesai. Yang aneh, begitu seluruh prosesi selesai, tiba-tiba hujan dengan lebat mengguyur kawasan Desa Kayuputih Melaka. Saat itu, hampir seluruh sisia bersama keluarga maupun kerabatnya sudah ada yang pulang ke rumah masing-masing. 

Informasi yang diperoleh NusaBali dari ‘orang dalam’ Padepokan Kuru Setra Teratai Mas, ini prosei ritual ‘mati raga’ keempat kalinya dilaksanakan di perguruan tersebut. “Tujuan digelarnya ritual ini agar para sisia mengetahui lorong kematian (dunia akhirat) dan bisa berbuat yang lebih baik di kehidupan sekarang,” katanya kepada NusaBali malam itu. 7 k19

Komentar