nusabali

Catur Desa Adat Dalem Tamblingan di Buleleng Gelar Nyepi Desa

Pangelukatan Gumi Saat Terjadinya Gering Agung

  • www.nusabali.com-catur-desa-adat-dalem-tamblingan-di-buleleng-gelar-nyepi-desa

Selain mempertimbangkan kondisi alam semesta, nyepi desa ini merupakan rangkaian karya agung pujawali pasasihan di seluruh parahyangan di Desa Adat Tamblingan

SINGARAJA, NusaBali
Desa Gobleg di Kecamatan Banjar, Buleleng yang menjadi akses jalan alternatif Denpasar-Buleleng terlihat sepi, Kamis (6/4). Sejumlah kendaraan yang akan melintas di jalur ini diarahkan putar balik dan mengambil rute lain oleh pecalang desa adat setempat. Di pintu masuk desa dipasang palang pintu yang berisi spanduk pemberitahuan sedang dilaksanakan Nyepi Desa Adat Dalem Tamblingan.

Sebenarnya pelaksanaan nyepi desa ini tidak hanya dilaksanakan Desa Adat Gobleg. Tetapi juga tiga desa lainnya yang masuk dalam wewidangan Catur Desa Adat Dalem Tamblingan. Ketiga desa lainnya meliputi Desa Munduk, Desa Gesing di Kecamatan Banjar dan Desa Umejero di Kecamatan Busungbiu. Hanya saja nyepi desa dipusatkan di Desa Gobleg. Sedangkan fasilitas umum masih terbuka di tiga desa lainnya.

Pangrajeg Catur Desa Adat Dalem Tamblingan, I Gusti Agung Ngurah Pradnyan dihubungi, Kamis menjelaskan nyepi desa dilangsungkan hanya pada waktu tertentu saja. Nyepi desa yang diawali dengan upacara pangelukatan gumi (pembersihan alam semesta), baru digelar saat terjadi gering agung (wabah) menimpa alam semesta.

Gusti Ngurah Pradnyana menjelaskan selain mempertimbangkan kondisi alam semesta, nyepi desa ini merupakan rangkaian karya agung pujawali pasasihan di seluruh parahyangan di Desa Adat Tamblingan. Jelang upacara Ida Bhatara turun kabeh dari sasih kasa, karo, katiga, kapat hingga kalima, dilaksanakan pangelukatan gumi.

“Menurut Purana yang kami punya, sebelum melaksanakan karya, harus dibersihkan dulu alam semesta. Sehingga digelar upacara pangelukatan gumi. Kemarin karena ada kebrebehan (Pandemi Covid-19), kali ini upacaranya besar,” ucap Gusti Pradnyan. Penentuan pelaksanaan pangelukatan gumi dan nyepi desa di Desa Adat Dalem Tamblingan disesuaikan dengan situasi alam. Ketika terjadi fenomena yang dikategorikan wabah, maka tetua di Desa Adat Dalem Tamblingan akan melangsungkan rembug.

Namun pelaksanaan nyepi desa dan pangelukatan gumi tahun ini dilaksanakan pada Purnama Kedasa. Upacara pangelukatan gumi dilaksanakan pada Buda Umanis Prangbakat, Rabu (5/4). Sedangkan puncak nyepi desa (sipeng) pada Wraspati Pon Prangbakat, Kamis (6/4). Purnama Kedasa dipilih karena merupakan akhir dari sasih (waktu dalam penanggalan Bali). Di akhir sasih ini dan bersiap memasuki sasih baru wajib dilakukan pembersihan alam semesta beserta isinya. Terlebih di awal sasih Desa Adat Dalem Tamblingan akan menggelar karya agung di parahyangan yang ada di wewidangannya.

Krama desa adat memulai melangsungkan catur brata nyepi dari Kamis (6/4) pukul 01.00 Wita dini hari hingga Jumat (7/4) pukul 01.00 Wita. Menurut Gusti Pradnyan, upacara ini sudah lama tidak digelar. Bahkan hingga usia senjanya saat ini dia hanya menemui 3 kali nyepi desa. Terakhir dilaksanakan delapan tahun yang lalu. Rangkaian nyepi desa ini diawali dengan upacara pangelukatan gumi dengan memakai berbagai wewalungan (hewan kurban).

Persembahan tidak hanya berupa banten caru yang dipersembahkan untuk alam semesta. Tetapi upacara pangelukatan gumi ini dilaksanakan untuk tiga tingkatan alam, yakni alam bhur (alam semesta), bhwah (alam antara) dan svah (alam dewata). Persembahan berupa sesajen disiapkan sesuai dengan yang tertulis dalam purana adat Dalem Tamblingan. “Persembahannya tidak hanya berupa caru saja, tetapi juga vertikal hubungan dengan Tuhan. Caru dan sesajen yang dipakai khusus sesuai purana. Wewalungannya juga ada babi, sapi, kambing dan kijang,” terang dia.

Sementara itu dengan upacara pangelukatan gumi dan nyepi desa yang telah dilaksanakan dalam menetralisir kembali alam semesta dan menangkal wabah untuk tidak merebak kembali. “Pangelukatan gumi ini kami laksanakan tidak hanya untuk Desa Adat Dalem Tamblingan, tetapi untuk alam semesta,” kata Gusti Pradnyan. *k23

Komentar